TAFSIR TARBAWI 1 Qs Al-Ghasiyah Ayat 17-20 SANTERI 21



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Al-Quran adalah mukjizat terbesar yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. Kemukjizatan Al-Quran tidak hanya berlaku pada zaman Nabi saja, melainkan belaku untuk sepanjang masa.
Zaman Nabi, kemukjizatan Al-Quran terlihat dengan kekuatan sastranya yang tinggi sehingga mengalahkan ahli sastra pada waktu itu dan memang pada zaman Nabi adalah zaman keemasan dalam ilmu sastra. Namun, pada era sekarang yang mana zaman ilmu pengetahuan dan teknologi seakan-akan menuntut atau menguji kemukjizatan Al-Quran yang dipercaya kemukjizatannya berlaku sepanjang masa.
Dalam makalah ini akan menguraikan hasil uji kemukjizatan Al-Quran yang dihadapkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi dengan tema “Ayat Tentang Kewajiban Belajar Mengajar”.
B. Rumusan Masalah
       1.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Ayat Tentang Kewajiban Belajar Mengajar
1.a.  Qs Al-Ghasiyah Ayat 17-20
أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْâ١٧á وَاِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْâ١٨á وَاِلَى اْلجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ â١٩á
 وَاِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ â٢٠á     
b.  Terjemah
17.  Tidaklah mereka perhatikan unta, bagaimana ia diciptakan?
18.  Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19.  Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan?
20.  Dan bumi, bagaimana dihamparkan?[1]
 
c. Mufradat
Arti
Lafadz
Arti
Lafadz
gunung
اْلجِبَالِ
Mereka melihat/memperhatikan
يَنظُرُونَ
ditegakkan
نُصِبَتْ
Unta
الْإِبِلِ
bumi
اْلأَرْضِ
diciptakan
خُلِقَتْ
dihamparkan
سُطِحَتْ
langit
السَّمَاءِ


ditinggikan
رُفِعَتْ
d.  Penjelasan
Ayat  أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ Tidaklah mereka perhatikan unta, bagaimana ia diciptakan?! Disini Allah swt. mengkhususkan unta sebagai objek pengamatan, mengingat bahwa ia adalah hewan paling berguna bagi bangsa arab ketika itu. Dan memang ia sesungguhnya adalah hewan yang mengagumkan. Meski memiliki tubuh serta kekuatan yang amat besar, ia begitu patuhnya, bahkan kepada seorang yang lemah atau anak kecil sekalipun. Demikian pula dalam hal kemampuannya mengangkut beban yang berat ke tempat-tempat yang berjarak jauh. Dengan mudahnya ia duduk ketika akan dibebani atau ditunggangi, lalu bangkit berdiri lagi untuk meneruskan perjalanan. Memiliki watak sabar menghadapi beratnya perjalanan, haus dan lapar. Sedikit saja rerumputan sudah cukup baginya, berbeda dengan hewan-hewan lain yang sejenis. Dan masih banyak lagi kelebihan dn keistimewaannya yang tidak dimiliki hewan selainnya. Kelebihan keistimewaan itu bukan karena besar tubuhnya, sehingga dapat disamakan dengan gajah, misalnaya. Sebab, gajah – meskipun memiliki sebagian keistimewaan yang dimiliki oleh unta – namun ia tidak menghasilkan susu, dagingnya tidak dimakan, dan cara mengendalikannya pun tidak semudah unta.
            Ayat وَاِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Yang dimaksud dengan ‘ditinggikan’ adalah pengaturan benda-benda yang berada diatas kepala kita, seperti matahari, bulan dan bintang-bintang, masing-masing dalam garis peredarannya, tidak pernah menyimpang dan tidak pernah pula merusak tatanannya.
            Ayat وَاِلَى اْلجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan. Yakni untuk menjadi tanda bagi para musafir dan tempat berlindung dari kejaran orang-orang zalim. Di samping itu, pada galibnya ia adalah juga pemandangan indah bagi siapa yang melihatnya.
            Ayat وَاِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ   Dan bumi, bagaimana dihamparkan. Yakni dengan meratakan permukaannya dan menjadikannya mudah dimanfaatkan oleh manusia, untuk bermukim diatasnya atapun berjalan di segala penjurunya.
e.  Inti Kajian
Pemilihan unta, langit, gunung-gunung, dan bumi sebagai contoh, mengingat bahwa semua ciptan ini adalah yang senantiasa dilihat oleh orang-orang Arab dilembah-lembah dan gurun pasir mereka. Karenanya, memang selayaknya semua itu disebutkan dalam satu rangkaian, agar dapat pula tercakup dengan mudah dalam pengamatan yang diminta dari mereka. Oleh sebab itu, seandainya orang-orang yang mengingkari maupun yang lalai itu, mau memperhatikan sebagian yang mereka saksikan sehari-hari, bagaimana semua itu terjadi – tentunya masing-masing orang sesuai kemampuan penalarannya – niscaya mereka akan menyadari bahwa semua itu adalah ciptaan yang tak mungkin terwujud dan terpelihara kecuali oleh adanya Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Dan bahwa Dia Yang Maha Kuasa atas penciptan semua itu, lalu memeliharanya dan mengaturnya dalam suatu tatanan yang dibangun-Nya atas dasar hikmah, niscaya Dia Maha Kuasa pula untuk membangkitkan kembali manusia pada suatu hari, ketika setiap pelaku akan menerima balasan atas segala perbuatannya.
Dan sebagaimana Allah Awt. telah menciptakan semua itu, sedangkan manusia tidak mengetahui cara penciptaanya, dan yang mereka ketahui hanyalah apa yang dapat mereka saksikan dihadapan mereka. maka sedemikian itu pula berkenaan dengan apa yang Ia ciptakan pada ‘hari’ itu kelak. Mereka tidak akan mengetahui cara Ia melakukannya, tetapi yang mereka ketahui hanyalah keberadaan semua itu dihadapan mereka, persis sebagaimana mereka kini menyaksikan segala ciptaan Allah Swt. (dalam kehidupan dunia).
Nah, apabila keadaannya sudah begitu jelas, maka yang diperlukan sekarang hanyalah sekerdar peringatan dan penalaran, yang dapat membuahkan pelajaran dan kesadaran.[2]
2. a.  QS Al Ankabut Ayat 19-20
á١٩â أَوَلَمْ يَرَوْا كَيْفَ يُبْدِئُ اللَّهُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
á٢٠â قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ۚ ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ الْآخِرَةَ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْء قَدِيرٌ
b.  Terjemah:
(19). Dan apakah tidak mereka perhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(20). Katakanlah: "Mengembaralah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah memunculkan kemunculan yang lain. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. [3]
c. Mufrodat
Arti
Lafadz
Arti
Lafadz
gunung
سِيرُوا
Memperhatikan
يَرَوْا
ditegakkan
الْأَرْضِ
Menciptakan
الْخَلْقَ
Kuasa
قَدِيرٌ
mengulangi kembali
يُعِيدُهُ


Mudah
يَسِيرٌ




d. Penjelasan
“Dan apakah tidak mereka perhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya.” (pangkal ayat 19). Allah tidaklah akan dapat dilihat dengan mata. untuk meyakinkan adanya Allah, hendaklah perhatikan alam yang diciptakan oleh Allah. Dalam ayat yang tengah kita renungi ini terdapatlah panggilan kepada manusia yang selama ini kurang memperhatikan, bahkan tidak teguh kepercayaannya tentang adanya Yang Maha Kuasa. atau kalaupun ada kepercayaan bahwa Tuhan itu ada, tidak diperhatikannya bagaimana caranya kita sebagai Insan menghubungi Al-Khalik itu. untuk mencari Allah perhatikanlah alam. kian diperhatikan, akan kian teranglah dalam hatimu bantahan terhadap pendirianmu yang selama ini mengatakan Tuhan itu tidak ada. diawal ayat ini kita dianjurkan memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan. banyak terdapat permulaan penciptaan Ilahi yang sangat ajaib, yang mustahil begitu teratur dan mengagumkan kalau dia terjadi sendirinya.
Permulaan penciptaan manusia sendiri. Dari tetesan air kama atau mani yang berpadu satu, dari diri seseorang perempuan dan seorang laki-laki, terkumpul didalam rahim perankan perempuan. Dalam sekian hari dinamai nuthfah (segumpal air pekat), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah), kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging), kemudian daging itu berangsur tumbuh tulang-tulang didalamnya. Kemudian datang daging lain memalut tulang itu. Setelah 3 kali 40 hari mulailah dia bernyawa dan setelah 9 bulan 10 hari, lahirlah ke dunia. Bukan segumpal air yang terpadu dari seorang laki-laki dengan perempuan tadi lagi, melainkan seorang manusia.
“kemudian itu Dia mengulanginya kembali.” artinya, bahwasanya manusia sendiri bila sampai umurnya, dia pun mati. tetapi satu waktu kelak manusia yang telah mati itu bisa pula dihidupkan kembali dalam kejadian yang baru.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (ujung ayat 19). Manusia ini hidup didunia, kelak akan mati, dan setelah mati kelak, menurut ukuran waktu yang ditentukan Allah akan dibangkitkan kembali.  yang bernama hari kiamat, semuanya itu adalah urusan yang mudah saja bagi Allah. Maka tidaklah mustahil jika manusia kelak dibangkitkan kembali dalam keadaan yang lain, dihari yang bernama kiamat, karena belum termakan di akal dan penyelidikan kita. Karena barang yang kita lihat setiap hari sendiripun, yang berulang-ulang kejadian tidak jugalah dapat kita manusia memecahkan rahasianya., namun bagi Allah hal itu adalah perkara yang mudah saja.
Katakanlah: "Mengembaralah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan (manusia) dari permulaannya, (pangkal ayat 20). Disini perintah itu sudah lebih tegas lagi. Manusia disuruh mengembara di muka bumi. Supaya dia jangan membeku saja tidak berfikir, tidak menyelidiki. Yang khusus di suruh memperhatikan bagaimana asal mulanya permulaan kejadian didunia ini.
Lanjutan ayat menyuruh manusia sampai kepada penyelidikan selanjutnya: “kemudian Allah memunculkan kemunculan yang lain.” Artinya ialah setelah manusia memperhatikan awal permulaan penciptaan awal ini sampai menjadi ilmu, dianjurkanlah manusia supaya merenungan kemungkinan yang amat luas bagi Maha Penguasa itu. Setelah Dia sanggup menciptakan awal permulaan kejadian menurut jalan yang mudah bagiNya, tetapi manusia bagaimanapun pintarnya tidak dapat menciptakan seperti itu, niscaya akan bangunlah pancaindera menangkap hasil dari penyelidikan alam, untuk mengambil kesimpulan bahwa alam ini memang ada Penciptanya, dan pencipta itu sanggup dan mudah saja memunculkannya kelak dalam permunculan yang lain. Ujung ayat dtutup dengan kata tegas: “Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (ujung ayat 20).
e.  Inti Kajian
Kalau manusia sudah insaf dan mengakui bahwa segala permulaan penciptaan itu sangat teratur dan mengagumkan, meninggalkan kesan bahwa Pencipta itu memang Maha Kuasa, maka tidaklah ada jalan lagi buat memungkiri bahwa Dia pun Maha Kuasa pula membuat bentuk alam kelak dalam bentuk yang lain, dan mengulangi kehidupan manusia dalam alam yang lain. Segala yang kita pandang sulit dan mustahil, bagiNya adalah perkara mudah belaka. [4]
3.    Qs Al Baqoroh ayat 44, 171, 269
a.    Qs Al Baqoroh ayat 44
á٤٤â أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
Artinya :“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat), maka tidaklah kamu berpikir ?“
Mufrodat
Arti
Lafadz
Arti
Lafadz
Menyuruh
تَأْمُرُ
luasnya kebaikan
الْبِرُّ

Penjelasan
khitab ini ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai kitab, yakni para rahib dan pendeta . ada sebuah riwayat yang dicerirtakan oleh Ibnu Abbas , bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan rahib-rahib yahudi Madinah. Mereka memerintahkan kepada orang-orang yang mereka beri nasihat secara rahasia agar beriman kepada Nabi Muhammad Saw. Tetapi mereka sendiri tidak pernah beriman.
Imam As-Suddi mengatakan “Mereka memerintahkan orang-orang agar taat pada Alah swt. Dan melarang berbuat maksiat. Sedangkan mereka sendiri melakukan apa yang mereka larang.
Yang dimaksud lupa disini adalah meninggalkan. Hal ini karena tabiat manusia ialah tidak akan melupakan hal yang baik atau bermanfaat untuk dirinya. Dalam hal ini, mereka tidak akan mau didahului oleh orang lain untuk mendapatkannya didalam ayat ini sengaja diungkapkan dengan perkataan lupa dengan tujuan mubalaghah. Sebab, mereka sudah terlalu tidak memperhatikan terhadap apa yang seharusnya segera mereka kerjakan. Jadi, seakan – akan ayat tersebut mengatakan.” Jika kalian yakin terhadap janji kitab atas hal-hal yang baik , dan acaman-ancamannya jika ditinggalkan, mengapa kalian melupakan dirinya sendiri.
Jelas, uslub seperti ini mengandung nilai celaan sangat tajam karena seseorang yang tidak konsekwen dengan apa yang dikatakan, maka hal tersebut akan menjadi bomerang bagi dirinya sendiri.[5]
b.      Al-Baqarah ayat 171
á١٧١â وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً ۚ صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Artinya : Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.
Arti
Lafadz
Arti
Lafadz
bisu
بُكْمٌ
Perumpamaan
مَثَلُ
buta
عُمْيٌ
Tuli
صُمٌّ

Penjelasan
Ibnu Abbas r.a. berkata, “Ayat ini diturunkan mengenai segerombolan kaumYahudi ketika diajak leh Nabi Saw. masuk Islam, mereka menjawab, ‘Bahkan kami mengikuti apa yang kami dapat dari bapak-bapak kami’. Maka Allah menurunkan ayat ini.”
Kemmudoian Allah memberi contoh perumpamaan terhadap hal yang demikian. Perumpamaan orang kafir yang tidak dapat melihat dan mengikuti tuntuna ajaran Allah itu, dalam kesesatan dan kebodohan mereka bagaikan binatang yang tidak mengerti apa-apa, hanya semata-mata mendengar suar memanggil, apakah untuk diberi makan atau untuk dibantai, tidak mengerti.Karena degil (keras kepaa) dan fanatik bodoh, maka mereka tetap pekak untuk mendengar hak kebenaran Allah, bisu bisu dalam seribu bahasa untuk mengatakan yang hak bahkan buta untuk melihat segala jalan yang baik, sehingga tetap tidak mengerti. [6]
c.    Al-Baqarah ayat 269
á٢٦٩â  يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya : “Allah menganugerahkan hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.”
Arti
Lafadz
Arti
Lafadz
Mengambil pelajaran
يَذَّكَّرُ
menganugerahkan
  يُؤْتِ

Penjelasan
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ
Allah swt memberi hikmah dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, dan menjiwai empunya kepada siapa saja yang dikehendaki Allah. dengan demikian, ia dapat membedakan antara hakikat dan pulasan (palsu), disamping mudah mengetahui mengetahui antara godaan da ilham (inspirasi).  
semua yangbisa mnampung hikmah ini, adalah akal yang mampu memberi keputusan dalam menelusuri segala sesuatu dengan berbagai argumentasi, disamping menyelidiki hakikatnya secara bebas. Siapa saja yang telah dianugerahi akal seperti ini, maka ia akan mampu membedakan antara janji Yang Maha Pengasih dan ancaman setan. Ia akan berpegang pada janji Allah, dan membuang jauh-jauh ancaman setan.
Menurut Abdullah bin Abbas yang dimaksud dengan hikmah dalam ayat ini adalah pengetahuan mengenai Al-Qur’an atau mengetahui apa yang terkandung didalamnya yakni hidayah, hukum, rahasia dan hikmah.
Ayat yang mulia ini menjunjung tinggi pengertian hikmah dengan memberinya pengertian yang sangat luas. Bahkan, ayat ini juga memberi petunjuk agar menggunakan akal, yang merupakan perangkat manusia paling mulia.
وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
siapa saja yang diberi taufik (pertolongan Allah) akan mengerti mengenai ilmu yang bermanfaat ini. Ia juga akan di tuntun oleh Allah menggunakan akalnya secara sehat dan diarahkan kejalan yang benar. Ini berarti, ia telah mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. berarti pula, ia mampu menundukkan kekuatan yang telah diciptakan Allah untuknya, seperti pendengaran, penglihatan, pemikiran, rasa dan citra untuk tujuan yang bermanfaat bagi dirinya. Ia juga bisa mempersiapkan untuk melaksanakan apa yang dikehendaki.
Kemudian, ia arahkan segala sesuatunya kepada Yang Maha menciptakan, yang hanya karena Allah ia ini ada, dan hanya kapadaNya-lah ia akan kembali. 
Dengan demikian, ia tidak akan menyerah kepada godaan setan yang membujuknya. bahkan jiwanya akan tetap kokoh menghadapi berbagai rintangan. Sebab, ia berkeyakinan bahwa segala sesuatu itu terjadi atas kodrat Ilahi dan kehendak-Nya. Orang seperti ini, jiwanya akan merasa tenang, imannya tetap kokoh didalam menghadapi segala keadian dan peristiwa zaman.
Tidak akan bisa mengambil hakikat dari ilmu pengetahuan dan bisa terpengaruh oleh ilmu itu, hingga kehendaknya bisa dikendalikan dan tunduk pada kemauannya, melainkan hanya  orang-orang yang mempunyai akal sehat dan berjiwa luhur, yang mampu menyelami hakikat kenyataan.
Dengan ilmu pengetahuannya, mereka mampu memilih hakikat kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya, yang bisa membuat dirinya bahagia dalam kehidupan ini, sekaligus bisa meniti tangga kebahagiaan ukhrawi. semoga Allah mengelompokkan kita kedalam golongan mereka. [7]



[1] Muhammad Abduh, Tafsir Al-Qur’an Al Karim (Juz Amma), Penerjemah: Muhammad Baqir, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), hlm.147
[2] Ibid., hlm. 148-149
[3] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XX, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm.162
[4] Ibid., 163-166
[5] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz I, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1992), hlm.179-183
[6]  Salim Bahreisy,Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier  Jilid I, (Surabaya: PT Bina Ilmu  Offset, 1987), hlm.291-292
[7] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz 3, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1992), hlm.70-75


EmoticonEmoticon