BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Quran adalah mukjizat terbesar
yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. Kemukjizatan Al-Quran tidak hanya berlaku
pada zaman Nabi saja, melainkan belaku untuk sepanjang masa.
Zaman Nabi, kemukjizatan Al-Quran terlihat dengan kekuatan sastranya
yang tinggi sehingga mengalahkan ahli sastra pada waktu itu dan memang pada
zaman Nabi adalah zaman keemasan dalam ilmu sastra. Namun, pada era sekarang
yang mana zaman ilmu pengetahuan dan teknologi seakan-akan menuntut atau
menguji kemukjizatan Al-Quran yang dipercaya kemukjizatannya berlaku sepanjang
masa.
Dalam makalah ini akan menguraikan hasil uji kemukjizatan Al-Quran yang
dihadapkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai tugas mata kuliah
Tafsir Tarbawi dengan tema “Ayat Tentang Kewajiban Belajar Mengajar”.
B. Rumusan Masalah
1.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ayat Tentang Kewajiban Belajar Mengajar
1.a. Qs Al-Ghasiyah Ayat 17-20
أَفَلَا
يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْâ١٧á وَاِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْâ١٨á وَاِلَى اْلجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ â١٩á
وَاِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ â٢٠á
b.
Terjemah
17. Tidaklah mereka perhatikan unta, bagaimana
ia diciptakan?
18. Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan?
19. Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan?
c. Mufradat
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
gunung
|
اْلجِبَالِ
|
Mereka melihat/memperhatikan
|
يَنظُرُونَ
|
ditegakkan
|
نُصِبَتْ
|
Unta
|
الْإِبِلِ
|
bumi
|
اْلأَرْضِ
|
diciptakan
|
خُلِقَتْ
|
dihamparkan
|
سُطِحَتْ
|
langit
|
السَّمَاءِ
|
ditinggikan
|
رُفِعَتْ
|
d. Penjelasan
Ayat أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ
خُلِقَتْ
Tidaklah mereka perhatikan unta, bagaimana
ia diciptakan?! Disini Allah swt. mengkhususkan unta sebagai objek pengamatan, mengingat
bahwa ia adalah hewan paling berguna bagi bangsa arab ketika itu. Dan memang ia
sesungguhnya adalah hewan yang mengagumkan. Meski memiliki tubuh serta kekuatan
yang amat besar, ia begitu patuhnya, bahkan kepada seorang yang lemah atau anak
kecil sekalipun. Demikian pula dalam hal kemampuannya mengangkut beban yang
berat ke tempat-tempat yang berjarak jauh. Dengan mudahnya ia duduk ketika akan
dibebani atau ditunggangi, lalu bangkit berdiri lagi untuk meneruskan
perjalanan. Memiliki watak sabar menghadapi beratnya perjalanan, haus dan
lapar. Sedikit saja rerumputan sudah cukup baginya, berbeda dengan hewan-hewan
lain yang sejenis. Dan masih banyak lagi kelebihan dn keistimewaannya yang
tidak dimiliki hewan selainnya. Kelebihan keistimewaan itu bukan karena besar
tubuhnya, sehingga dapat disamakan dengan gajah, misalnaya. Sebab, gajah –
meskipun memiliki sebagian keistimewaan yang dimiliki oleh unta – namun ia
tidak menghasilkan susu, dagingnya tidak dimakan, dan cara mengendalikannya pun
tidak semudah unta.
Ayat وَاِلَى
السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan. Yang dimaksud dengan ‘ditinggikan’ adalah pengaturan benda-benda yang
berada diatas kepala kita, seperti matahari, bulan dan bintang-bintang,
masing-masing dalam garis peredarannya, tidak pernah menyimpang dan tidak
pernah pula merusak tatanannya.
Ayat وَاِلَى
اْلجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ Dan
gunung-gunung, bagaimana
ditegakkan. Yakni untuk menjadi tanda bagi para musafir dan tempat berlindung dari
kejaran orang-orang zalim. Di samping itu, pada galibnya ia adalah juga
pemandangan indah bagi siapa yang melihatnya.
Ayat وَاِلَى
اْلأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ Dan bumi, bagaimana dihamparkan. Yakni dengan meratakan
permukaannya dan menjadikannya mudah dimanfaatkan oleh manusia, untuk bermukim
diatasnya atapun berjalan di segala penjurunya.
e. Inti
Kajian
Pemilihan unta, langit, gunung-gunung, dan bumi sebagai contoh,
mengingat bahwa semua ciptan ini adalah yang senantiasa dilihat oleh
orang-orang Arab dilembah-lembah dan gurun pasir mereka. Karenanya, memang selayaknya
semua itu disebutkan dalam satu rangkaian, agar dapat pula tercakup dengan
mudah dalam pengamatan yang diminta dari mereka. Oleh sebab itu, seandainya
orang-orang yang mengingkari maupun yang lalai itu, mau memperhatikan sebagian
yang mereka saksikan sehari-hari, bagaimana semua itu terjadi – tentunya
masing-masing orang sesuai kemampuan penalarannya – niscaya mereka akan
menyadari bahwa semua itu adalah ciptaan yang tak mungkin terwujud dan
terpelihara kecuali oleh adanya Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Dan bahwa Dia
Yang Maha Kuasa atas penciptan semua itu, lalu memeliharanya dan mengaturnya
dalam suatu tatanan yang dibangun-Nya atas dasar hikmah, niscaya Dia
Maha Kuasa pula untuk membangkitkan kembali manusia pada suatu hari, ketika
setiap pelaku akan menerima balasan atas segala perbuatannya.
Dan sebagaimana Allah Awt. telah menciptakan semua itu, sedangkan manusia
tidak mengetahui cara penciptaanya, dan yang mereka ketahui hanyalah apa yang
dapat mereka saksikan dihadapan mereka. maka sedemikian itu pula berkenaan
dengan apa yang Ia ciptakan pada ‘hari’ itu kelak. Mereka tidak akan mengetahui
cara Ia melakukannya, tetapi yang mereka ketahui hanyalah keberadaan semua itu
dihadapan mereka, persis sebagaimana mereka kini menyaksikan segala ciptaan
Allah Swt. (dalam kehidupan dunia).
Nah, apabila keadaannya sudah begitu jelas, maka yang diperlukan
sekarang hanyalah sekerdar peringatan dan penalaran, yang dapat membuahkan
pelajaran dan kesadaran.[2]
2. a. QS Al Ankabut Ayat 19-20
á١٩â أَوَلَمْ يَرَوْا كَيْفَ يُبْدِئُ اللَّهُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ ۚ
إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
á٢٠â قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ۚ
ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ الْآخِرَةَ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْء
قَدِيرٌ
b. Terjemah:
(19). Dan apakah tidak mereka perhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia)
dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian
itu adalah mudah bagi Allah.
(20). Katakanlah: "Mengembaralah di (muka) bumi, maka
perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan (manusia) dari permulaannya, kemudian
Allah memunculkan kemunculan yang lain. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu. [3]
c. Mufrodat
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
gunung
|
سِيرُوا
|
Memperhatikan
|
يَرَوْا
|
ditegakkan
|
الْأَرْضِ
|
Menciptakan
|
الْخَلْقَ
|
Kuasa
|
قَدِيرٌ
|
mengulangi
kembali
|
يُعِيدُهُ
|
Mudah
|
يَسِيرٌ
|
||
d. Penjelasan
“Dan apakah
tidak mereka perhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya.”
(pangkal ayat 19). Allah
tidaklah akan dapat dilihat dengan mata. untuk meyakinkan adanya Allah,
hendaklah perhatikan alam yang diciptakan oleh Allah. Dalam ayat yang tengah
kita renungi ini terdapatlah panggilan kepada manusia yang selama ini kurang
memperhatikan, bahkan tidak teguh kepercayaannya tentang adanya Yang Maha
Kuasa. atau kalaupun ada kepercayaan bahwa Tuhan itu ada, tidak diperhatikannya
bagaimana caranya kita sebagai Insan menghubungi Al-Khalik itu. untuk mencari
Allah perhatikanlah alam. kian diperhatikan, akan kian teranglah dalam hatimu
bantahan terhadap pendirianmu yang selama ini mengatakan Tuhan itu tidak ada.
diawal ayat ini kita dianjurkan memperhatikan bagaimana Allah memulai
penciptaan. banyak terdapat permulaan penciptaan Ilahi yang sangat ajaib, yang
mustahil begitu teratur dan mengagumkan kalau dia terjadi sendirinya.
Permulaan penciptaan manusia sendiri.
Dari tetesan air kama atau mani yang berpadu satu, dari diri seseorang
perempuan dan seorang laki-laki, terkumpul didalam rahim perankan perempuan. Dalam
sekian hari dinamai nuthfah (segumpal air pekat), kemudian menjadi ‘alaqah
(segumpal darah), kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging),
kemudian daging itu berangsur tumbuh tulang-tulang didalamnya. Kemudian datang
daging lain memalut tulang itu. Setelah 3 kali 40 hari mulailah dia bernyawa
dan setelah 9 bulan 10 hari, lahirlah ke dunia. Bukan segumpal air yang terpadu
dari seorang laki-laki dengan perempuan tadi lagi, melainkan seorang manusia.
“kemudian itu Dia mengulanginya
kembali.” artinya,
bahwasanya manusia sendiri bila sampai umurnya, dia pun mati. tetapi satu waktu
kelak manusia yang telah mati itu bisa pula dihidupkan kembali dalam kejadian
yang baru.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (ujung ayat 19). Manusia ini hidup
didunia, kelak akan mati, dan setelah mati kelak, menurut ukuran waktu yang
ditentukan Allah akan dibangkitkan kembali. yang bernama hari kiamat, semuanya itu adalah
urusan yang mudah saja bagi Allah. Maka tidaklah mustahil jika manusia kelak
dibangkitkan kembali dalam keadaan yang lain, dihari yang bernama kiamat,
karena belum termakan di akal dan penyelidikan kita. Karena barang yang kita
lihat setiap hari sendiripun, yang berulang-ulang kejadian tidak jugalah dapat
kita manusia memecahkan rahasianya., namun bagi Allah hal itu adalah perkara yang
mudah saja.
Katakanlah: "Mengembaralah di (muka) bumi, maka
perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan (manusia) dari permulaannya, (pangkal ayat 20). Disini perintah itu sudah lebih tegas
lagi. Manusia disuruh mengembara di muka bumi. Supaya dia jangan membeku saja
tidak berfikir, tidak menyelidiki. Yang khusus di suruh memperhatikan bagaimana
asal mulanya permulaan kejadian didunia ini.
Lanjutan ayat menyuruh manusia sampai kepada penyelidikan
selanjutnya: “kemudian Allah memunculkan kemunculan yang lain.” Artinya ialah
setelah manusia memperhatikan awal permulaan penciptaan awal ini sampai menjadi
ilmu, dianjurkanlah manusia supaya merenungan kemungkinan yang amat luas bagi Maha
Penguasa itu. Setelah Dia sanggup menciptakan awal permulaan kejadian menurut
jalan yang mudah bagiNya, tetapi manusia bagaimanapun pintarnya tidak dapat
menciptakan seperti itu, niscaya akan bangunlah pancaindera menangkap hasil
dari penyelidikan alam, untuk mengambil kesimpulan bahwa alam ini memang ada
Penciptanya, dan pencipta itu sanggup dan mudah saja memunculkannya kelak dalam
permunculan yang lain. Ujung ayat dtutup dengan kata tegas: “Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (ujung ayat 20).
e.
Inti Kajian
Kalau manusia sudah insaf dan mengakui bahwa segala
permulaan penciptaan itu sangat teratur dan mengagumkan, meninggalkan kesan
bahwa Pencipta itu memang Maha Kuasa, maka tidaklah ada jalan lagi buat
memungkiri bahwa Dia pun Maha Kuasa pula membuat bentuk alam kelak dalam bentuk
yang lain, dan mengulangi kehidupan manusia dalam alam yang lain. Segala yang
kita pandang sulit dan mustahil, bagiNya adalah perkara mudah belaka. [4]
3.
Qs Al Baqoroh ayat 44, 171, 269
a.
Qs Al Baqoroh ayat 44
á٤٤â أَتَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
Artinya :“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan)
kebaktian, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab
(Taurat), maka tidaklah kamu berpikir ?“
Mufrodat
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
Menyuruh
|
تَأْمُرُ
|
luasnya kebaikan
|
الْبِرُّ
|
Penjelasan
khitab ini ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai
kitab, yakni para rahib dan pendeta . ada sebuah riwayat yang dicerirtakan oleh
Ibnu Abbas , bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan rahib-rahib yahudi Madinah.
Mereka memerintahkan kepada orang-orang yang mereka beri nasihat
secara rahasia agar beriman kepada Nabi Muhammad Saw. Tetapi mereka sendiri
tidak pernah beriman.
Imam As-Suddi
mengatakan “Mereka memerintahkan orang-orang agar taat pada Alah swt. Dan melarang berbuat
maksiat. Sedangkan mereka sendiri melakukan apa yang mereka larang.
Yang dimaksud
lupa disini adalah meninggalkan. Hal ini karena tabi’at
manusia ialah tidak akan melupakan hal yang baik atau bermanfaat untuk dirinya.
Dalam hal ini, mereka tidak akan mau didahului oleh orang lain untuk
mendapatkannya didalam ayat ini sengaja diungkapkan dengan perkataan lupa
dengan tujuan mubalaghah. Sebab, mereka sudah terlalu tidak memperhatikan
terhadap apa yang seharusnya segera mereka kerjakan. Jadi, seakan – akan ayat
tersebut mengatakan.” Jika kalian yakin terhadap janji kitab atas hal-hal yang
baik , dan acaman-ancamannya jika ditinggalkan, mengapa
kalian melupakan dirinya sendiri.
Jelas, uslub
seperti ini mengandung nilai celaan sangat tajam karena seseorang yang tidak konsekwen dengan apa yang dikatakan, maka hal
tersebut akan menjadi bomerang bagi dirinya sendiri.[5]
b. Al-Baqarah ayat 171
á١٧١â وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا
يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً ۚ صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Artinya : “Dan
perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti
penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan
seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak
mengerti.”
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
bisu
|
بُكْمٌ
|
Perumpamaan
|
مَثَلُ
|
buta
|
عُمْيٌ
|
Tuli
|
صُمٌّ
|
Penjelasan
Ibnu Abbas r.a. berkata, “Ayat ini diturunkan mengenai
segerombolan kaumYahudi ketika diajak leh Nabi Saw. masuk Islam, mereka
menjawab, ‘Bahkan kami mengikuti apa yang kami dapat dari bapak-bapak kami’.
Maka Allah menurunkan ayat ini.”
Kemmudoian Allah memberi contoh perumpamaan terhadap hal
yang demikian. Perumpamaan orang kafir yang tidak dapat melihat dan mengikuti
tuntuna ajaran Allah itu, dalam kesesatan dan kebodohan mereka bagaikan
binatang yang tidak mengerti apa-apa, hanya semata-mata mendengar suar
memanggil, apakah untuk diberi makan atau untuk dibantai, tidak mengerti.Karena
degil (keras kepaa) dan fanatik bodoh, maka mereka tetap pekak untuk mendengar
hak kebenaran Allah, bisu bisu dalam seribu bahasa untuk mengatakan yang hak
bahkan buta untuk melihat segala jalan yang baik, sehingga tetap tidak
mengerti. [6]
c. Al-Baqarah ayat 269
á٢٦٩â يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن
يَشَاءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا
يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya : “Allah menganugerahkan hikmah (kefahaman yang dalam
tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia
yang banyak. Dan tak ada yang
dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.”
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
Mengambil
pelajaran
|
يَذَّكَّرُ
|
menganugerahkan
|
يُؤْتِ
|
Penjelasan
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ
Allah swt memberi hikmah
dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, dan menjiwai empunya kepada siapa saja
yang dikehendaki Allah. dengan demikian, ia dapat membedakan antara hakikat dan
pulasan (palsu), disamping mudah mengetahui mengetahui antara godaan da ilham
(inspirasi).
semua yangbisa mnampung hikmah ini, adalah akal
yang mampu memberi keputusan dalam menelusuri segala sesuatu dengan berbagai
argumentasi, disamping menyelidiki hakikatnya secara bebas. Siapa saja yang
telah dianugerahi akal seperti ini, maka ia akan mampu membedakan antara janji
Yang Maha Pengasih dan ancaman setan. Ia akan berpegang pada janji Allah, dan
membuang jauh-jauh ancaman setan.
Menurut Abdullah bin Abbas yang dimaksud dengan
hikmah dalam ayat ini adalah pengetahuan mengenai Al-Qur’an atau mengetahui apa
yang terkandung didalamnya yakni hidayah, hukum, rahasia dan hikmah.
Ayat yang mulia ini menjunjung tinggi pengertian
hikmah dengan memberinya pengertian yang sangat luas. Bahkan, ayat ini juga
memberi petunjuk agar menggunakan akal, yang merupakan perangkat manusia paling
mulia.
وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ
أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
siapa saja yang diberi taufik (pertolongan Allah)
akan mengerti mengenai ilmu yang bermanfaat ini. Ia juga akan di tuntun oleh
Allah menggunakan akalnya secara sehat dan diarahkan kejalan yang benar. Ini
berarti, ia telah mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. berarti pula, ia
mampu menundukkan kekuatan yang telah diciptakan Allah untuknya, seperti
pendengaran, penglihatan, pemikiran, rasa dan citra untuk tujuan yang
bermanfaat bagi dirinya. Ia juga bisa mempersiapkan untuk melaksanakan apa yang
dikehendaki.
Kemudian, ia arahkan segala sesuatunya kepada Yang
Maha menciptakan, yang hanya karena Allah ia ini ada, dan hanya kapadaNya-lah
ia akan kembali.
Dengan demikian, ia tidak akan menyerah kepada
godaan setan yang membujuknya. bahkan jiwanya akan tetap kokoh menghadapi
berbagai rintangan. Sebab, ia berkeyakinan bahwa segala sesuatu itu terjadi
atas kodrat Ilahi dan kehendak-Nya. Orang seperti ini, jiwanya akan merasa
tenang, imannya tetap kokoh didalam menghadapi segala keadian dan peristiwa
zaman.
Tidak akan bisa mengambil hakikat dari ilmu
pengetahuan dan bisa terpengaruh oleh ilmu itu, hingga kehendaknya bisa
dikendalikan dan tunduk pada kemauannya, melainkan hanya orang-orang yang mempunyai akal sehat dan
berjiwa luhur, yang mampu menyelami hakikat kenyataan.
Dengan ilmu pengetahuannya, mereka mampu memilih
hakikat kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya, yang bisa membuat dirinya
bahagia dalam kehidupan ini, sekaligus bisa meniti tangga kebahagiaan ukhrawi.
semoga Allah mengelompokkan kita kedalam golongan mereka. [7]
[1] Muhammad Abduh, Tafsir Al-Qur’an Al Karim (Juz Amma), Penerjemah:
Muhammad Baqir, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), hlm.147
[3] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XX, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982),
hlm.162
[5] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz I, (Semarang: PT Karya
Toha Putra, 1992), hlm.179-183
[6] Salim Bahreisy,Terjemah Singkat Tafsir
Ibnu Katsier Jilid I, (Surabaya: PT
Bina Ilmu Offset, 1987), hlm.291-292
[7] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz 3, (Semarang: PT Karya
Toha Putra, 1992), hlm.70-75
EmoticonEmoticon