MAKALAH PENELITIAN POLA MENGENAL ANTAR SESAMA JENIS (STUDI KASUS DI SMK CORDOVA PATI)

MAKALAH PENELITIAN
POLA MENGENAL ANTAR SESAMA JENIS
 (STUDI KASUS DI SMK CORDOVA PATI)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar
Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan
Dosen pengampu : M. Khasani, M.Pd
 Image result for STAIN PEKALONGAN
Oleh :
Fatchurahman Ali    
(2021114145)
Kelas : PAI C

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  (STAIN)
PEKALONGAN
2014
 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan lingkungan formal pertama bagi seorang anak. Di sekolah anak-anak dilatih untuk berdisiplin, mengikuti aturan dan menerima hukuman atau pujian atas prestasi-prestasinya. Sekolah memainkan peranan penting dalam proses sosialisasi. Di sekolah, proses sosialisasi dilakukan melalui berbagai sarana yaitu melalui kurikulum, kegiatan ritual, guru dan kegiatan ekstra kulikuler. Corak dan suasana sekolah serta sikap guru, sering menentukan beberapa sikap anak didik kelak setelah ia berada di lingkungan masyarakat.
Selain itu sarana/media yang paling jelas yang terlibat dalam proses sosialisasi adalah kelompok pergaulan. Termasuk dalam kelompok pergaulan ini adalah kelompok persahabatan. Dimana setiap anggota mempunyai ikatan yang erat satu sama lainnya. Kelompok pergaulan ini mensosialisasikan para anggotanya dengan jalan mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri dengan sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompoknya.
Pada tahapan di sekolahlah, remaja akan mengalami proses sosialisasi dengan teman sebayanya. Mulai dari tahap awal perkenalan, tahap keterlibatan dalam berteman, sampai tahap keintiman. Untuk mengatasi merebaknya kasus pergaulan bebas remaja yang menjurus pada hubungan intim. maka dalam perkenalan dengan lawan jenis ataupun sesama jenis tentunya memiliki batasan-batasan, agar remaja tidak melakukan hubungan yang menjerumusnya pada hubungan intim suami-isteri ataupun hubungan sesama jenis (homoseksual/ lesbian). Maka dalam islam sudah diatur cara untuk berkenalan yakni dengan cara ta’aruf.



B.       Rumusan Masalah

1.      Bagaimana sejarah berdirinya SMK Cordova?

2.      Bagaimana pola perkenalan antar sesama jenis di SMK Cordova?

3.      Apa yang dimaksud individu sebagai makhluk sosial?

4.      Bagaimana hubungan antara pemuda dan sosialisasi?

5.      Apa saja tahapan-tahapan interaksi dalam kelompok?

6.      Apakah ada perilaku penyimpangan dalam perkenalan antar sesama jenis?

7.      Bagaimana cara mengatasi penyimpangan hubungan antar sesama jenis?

C.      Tujuan Penelitian (Studi Kasus)

Secara garis besar studi kasus ialah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bisa meneliti secara langsung suatu permasalahan kepada obyek yang akan diteliti. selain itu studi kasus juga bertujuan untuk:
1.        Mengembangkan penyelidikan masalah tentang pola perkenalan sesama jenis di SMK Cordova Pati.
2.        Menekankan pendekatan yang diteliti dalam memahami masalah.
3.        Untuk memecahkan masalah yang sulit dan kompleks.

D.      Manfaat Penelitian (Studi Kasus)

Secara teoritis kegunaan penelitian  ini diharapkan :

1.      Dapat menambah khasanah, pengetahuan dalam hal perkenalan sesama jenis di SMK Cordova Pati.

2.      Hasil penelitian dapat dipakai sebagai referensi peneliti selanjutnya.

E.       Ruang Lingkup Studi Kasus

Ruang lingkup materi  kegiatan Studi Kasus  yang dilaksanakan adalah di SMK Cordova Pati. mencakup tahapan – tahapan atau proses siswa-siswi dalam mengenal sesama jenis di sekolah. Dari mulai sebelum resmi menjadi siswa di SMK Cordova, proses KBM (kegiatan belajar mengajar), kegiatan diluar kelas (ekstrakulikuler), kegiatan wajib shalat dhuhur berjama’ah, kegiatan PRAKERIN (Praktik Kerja Industri) ataupun kegiatan-kegiatan lainnya. hingga hubungan sosial antar teman menjadi baik. 

 

 

F.       Metode Pengumpulan Data

Untuk kemudahan dalam memperoleh data dan informasi yang lengkap maka penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu:
1.    Wawancara (Interview)
Yaitu menghimpun informasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada pihak BK SMK Cordova yang berkepentingan dengan hal yang berkaitan dengan pola perkenalan siswanya.
2.    Observasi
Yaitu melakukan penelitian secara langsung terhadap obyek yang akan diteliti dengan melakukan pengamatan terhadap laporan-laporan persediaan yang dihasilkan dan prosedur pembentukan makalah studi kasus sehingga dapat memahami lebih detail lagi.
3.    Study Literatur
Yaitu mencari informasi secara lebih lengkap yang berasal dari media buku, majalah, Koran, internet dan media lainnya yang berhubungan dengan obyek yang akan diteliti seperti metode pengumpulan data.








BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Berdirinya Sekolah
Kajen, itulah nama sebuah desa yang terletak di kecamatan Margoyoso kabupaten Pati provinsi Jawa Tengah. Desa kecil yang sarat dengan keanekaragaman bentuk dan corak lembaga pendidikan, dari lembaga pendidkan non formal (seperti : Madrasah Diniyah, pondok pesantren salafi) sampai pendidikan formal (seperti : MTs, MA, SMK) bahkan sampai pendidikan perguruan tinggi (seperti : UNWAHAS (Ekstensi), STAI Mathali’ul Falah) dan masih banyak lembaga- lembaga  pendidikan lainnya yang berorientasi pada ketradisionalan (salafy) maupun modern (khalaf).
SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) Cordova adalah termasuk salah satu lembaga pendidikan yang turut serta berperan mewarnai keberagaman corak pendidikan di kajen. SMK yang masih tergolong belia dalam perjalanannya ini mampu bersaing dengan lembaga- lembaga pendidikan lainnya. Dalam memasuki usia keempat sejak pendiriannya ini ia sudah mampu menjalankan tiga spectrum keahlian yaitu: Multimedia, Farmasi dan Teknik Sepeda Motor.
Keberadaan SMK Cordova ini dicetuskan oleh H. Ah. Zacky Fuad abdillah, hal tersebut di ilhami oleh kenyataan yang ada bahwa sekarang ilmu agama saja tidaklah cukup untuk bekal hidup bermasyarakat. Seorang santri haruslah mempunyai ketrampilan, terutama di bidang IPTEK. Karena di era globalisasi seperti ini, IPTEK telah masuk kesendi – sendi kehidupan. Berlatar belakang pemikiran itulah beliau berkeinginan mendirikan sebuah SMK. Mengapa SMK? Karena SMK terfokus pada pengelolaan ketrampilan siswa, bukan pada materi seperti di SMA. Selain juga karena terkait rencana pemerintah untuk membalikkan perbandingan antara SMA/MA dengan SMK yang semula  70:30, 30 untuk SMK. Menjadi yaitu 30-40 untuk SMA/MA 60-70 untuk smk dalam kurun waktu sampai 2013.
SMK Cordova yang bernaung di bawah Yayasan Al-Zahra Hajain yang dicetuskan oleh H. Ah. Zakky Fuad Abdillah dan dideklarasikan pada tanggal 06 September 2008 M bertepatan dengan 06 Ramadlan 1429 H ini mempunyai beberapa ciri khas tersendiri yang membuat SMK Cordova tampil beda dengan lembaga pendidikan kejuruan lainnya. Dari segi fisik saja, SMK Cordova menyelenggarakan KBM nya di lingkungan pesantren yang juga diasuh oleh beliau H. Ah. Zakky Fu’ad Abdillah  (PMH Al-Kautsar. Red), sambil menunggu penyempurnaan gedung baru yang terletak tidak jauh dari kediaman beliau.
Disamping itu SMK Cordova juga mempunyai kegiatan Ekstrakulkikuler yang mungkin jarang kita temui pada lembaga- lembaga pendidikan kejuruan lain yaitu : mengaji Al- Qur’an (yang dilaksanakan pada waktu istirahat ke-2 setelah jama’ah sholat dhuhur) dengan pembimbing para santri Huffadz senior dari Pesantren Matholi’ul Huda Al-Kautsar asuhan beliau H. Ah. ZAkky Fuad Abdillah.
Walaupun masih terhitung sebagai wajah baru dalam kancah persaingan dunia pendidikan, namun nama Cordova dengan cepat menggema di seluruh penjuru, ini bisa dilihat dari peserta didik SMK Cordova yang bukan hanya dari warga kabupaten Pati saja, namun lebih dari itu ada juga mereka yang berasal dari : Jepara, Rembang, Blora, Semarang, Pekalongan, Bandung bahkan ada juga yang berasal dari luar luar Jawa (Jambi, Sumatra dll). Dari kesekian banyak peserta didik SMK Cordova ada sebagian yang berdomosili di PMH Al-Kautsar. Ini semua karena memang SMK Cordova dipegang dan dioperasionalkan oleh para tenaga kependidikan yang memang sangat berkompeten di bidang masing- masing.
Melihat peserta didik yang tidak hanya dari satu wilayah serta pengaruh lingkungan yang sangat menantang, maka SMK Cordova mempunyai rencana ke depan yaitu  adanya Boarding School yang mana ini bertujuan menampung dan membina peserta didik lebih dari pada keahlian masing- masing, tetapi lebih dari itu konsep- konsep kesalafan juga akan ditanamkan pada peserta didik sehingga SMK Cordova mampu menghasilkan output yang berwawasan intelektual tinggi diharapkan bisa menjawab tantangan masa depan serta tenaga kerja tingkat menengah professional yang selalu berpegang teguh pada moralitas dan tenggang rasa yang tinggi sehingga mereka akan selalu bersaing dengan sportif, bersaing yang sehat tanpa merusak hak- hak dan otoritas pihak lain.
Fakta ini sangat sinergi dengan pemberian nama Cordova oleh beliau bapak pendiri Yayasan, yang mana Cordova adalah salah satu nama kota di Negara Spanyol yang pernah mengangkat kejayaan islam melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dengan nama dan ikhtiyar ini pula diharapkan SMK Cordova bisa mengembalikan kejayaan islam melalui ilmu pengetahuan dan keahlian teknologi para peserta didiknya.[1]
B.       Pola Mengenal Sesama Jenis di SMK Cordova
Seseorang masuk dalam suatu kelompok pada umumnya ingin mencapai tujuan yang secara individu tidak dapat atau sulit dicapai. Maka seseorang harus masuk dalam kelompok tertentu. Kelompok dapat memberikan, baik kebutuhan fisiologis (walaupun tidak langsung) maupun kebutuhan psikologis. Misalnya, seorang siswa Multimedia yang ingin menjadi designer, photograper, atau crew di stasiun TV atau siswa Farmasi yang ingin menjadi apoteker, yang akhirnya berkaitan dengan kebutuhan fisiologis. Mengacu pada pendapat Maslow (1970) mengenai kebutuhan-kebutuhan, maka kebutuhan psikologis dapat dipenuhi saat seseorang masuk dalam kelompok, misalnya terpenuhinya rasa aman. Pada dasarnya seseorang masuk dalam kelompok dengan tujuan memperoleh keuntungan.[2] SMK Cordova sangat dikenal dengan sekolah berbasis pesantren. berdasarkan hal tersebut, berikut akan dipaparkan pola mengenal sesama jenis di SMK Cordova:
1.    MOPDB (Masa Orientasi Peserta Didik Baru)
MOPDB (Masa Orientasi Pesrta Didik Baru) adalah kegiatan yang umumnya dilakukan disekolah-sekolah termasuk juga di SMK Cordova. Hanya saja disekolah lain mungkin berbeda nama ada yang menyebutnya dengan MOS (Masa Orientasi Siswa), Ospek, dll. Dalam kegiatan ini calon peserta didik dikenalkan dengan lingkungan SMK Cordova.  misalnya, berkaitan dengan letak SMK Cordova yang berada dilingkungan pesantren, dimana disitu banyak terlahir ulama’ dan kyai-kyai kondang seperti Syekh Ahmad Mutamakkin, Syekh Ronggo Kusumo, K.H. Abdullah Salam, K.H. M. Ahamad Sahal Mahfudz (Rais Aam PBNU) Dan masih banyak yang lainnya. Mengingat peserta didik SMK Cordova yang bukan hanya dari warga kabupaten Pati saja, namun lebih dari itu ada juga mereka yang berasal dari : Jepara, Rembang, Blora, Semarang, Pekalongan, Bandung bahkan ada juga yang berasal dari luar luar Jawa (Jambi, Sumatra dll). Karena itu calon peserta baru SMK Cordova diharapkan bisa membaur dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di desa Kajen yang memang dikenal dengan desa santri.
Selain untuk mengenal lingkungan, dalam kegiatan MOPD ini diharapkan para calon peserta didik saling mengenal satu sama lain. Karena SMK Cordova adalah sekolah yang berbasis pesantren. maka proses saling mengenal (ta’aruf) difokuskan pada sesama jenis. Walaupun mengenal lawan jenis tidak dilarang, namun dalam mengenal lawan jenis pastilah ada batasan-batasan tertentu.
2.      KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
KBM (Kegiatan belajar mengajar) adalah hal yang pokok dalam sekolah yang ada di dalam kelas. Di kelaslah setiap siswa akan saling berinteraksi, mulai dari awal berkenalan, mengenal lebih dekat, dan sampai tahap menyeleksi teman yang baik untuk dirinya. Di SMK Cordova sendiri hubungan antar lawan jenis dibatasi. Seperti : tidak boleh berpacaran. Penulis masih ingat, semasa dulu bersekolah di SMK Cordova disini bagi siswa-siswi yang pacaran akan akan dibawa ke BK dan diberi 2 pilihan. Pilihan yang pertama, langsung putus pacaran di depan guru BK. Pilihan yang kedua, diwaktu itu juga langsung untuk menikah. Dari hal itulah, petemanan antar lawan jenis di SMK Cordova agak dibatasi. Maka, yang lebih ditekankan adalah pertemanan sesama jenis.   
Meskipun demikian pada kenyataannya masih banyak siswa-siswi yang melanggar peraturan dengan berpacaran setelah pulang sekolah. Hal itu biasa mereka lakukan diluar sekolah seperti di warnet dll. Dalam pertemanan sesama jenis pun bukan berarti lepas dari suatu permasalahan dan penyimpangan. Penyimpangan tersebut antara lain homoseksual dan lesbian (na’udzubillahi min dzalik). Kedua perbuatan ini sangat dibenci Allah SWT. Seperti halnya kaum sodom yang diazab Allah karena hubungaan sesama jenis ini. Namun penulis dapat memastikan (insyaAllah) hal seperti itu tidak pernah dan tidak akan pernah terjadi di SMK Cordova melihat sistem pendidikan di SMK Cordova yang berkarakter dan berbasis pesantren. 
3.    Kegiatan Wajib Shalat Berjama’ah Dhuhur Dan Mengaji Ba’da Shalat Dhuhur
Salah satu hal yang menjadi keunggulan SMK Cordova dibanding sekolah yang lain adalah dengan adanya kegiatan wajib shalat berjama’ah dhuhur setelah itu dilanjutkan dengan mengaji Al-Quran yang di bimbing oleh kang-kang pondok PMH Al-Kautsar (begitulah kami biasa menyebut para pembimbing ngaji kami). Dengan adanya kegiatan positif yang jarang ditemukan di sekolah lain ini, diharapkan bisa mengubah karaktrer siswa yang tadinya kurang baik menjadi lebih baik. Apalagi sampai melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Seperti penyimpangan kaum sodom (homoseksual).
4.      Kegiatan Rutin Ziarah Ke 3 Wali Kajen (Mbah Mutamakkin, Mbah Ronggo Kusumo, dan Mbah Dullah Salam)
Kegiatan lain yang membuat SMK Cordova berbeda dengan sekolah-sekolah yang lain adalah kegiatan ziarah ke makam 3 wali di desa kajen (Mbah Mutamakkin, Mbah Ronggo Kusumo, Dan Mbah Abdullah Salam) setiap bulannya. Hal ini tentunya menambah spiritualitas bagi kami siswa SMK Cordova.
C.      Individu Dan Konteksnya
Kehadiran individu dalam suatu kelompok biasanya ditandai oleh perilaku individu yang berusaha menempatkan dirinya di hadapan individu-individu lainnya yang mempunyai pola-pola perilaku yang sesuaidengan norma-norma dan kebudayaan di tempat ia merupakan bagiannya. Di sini individu akan berusaha mengambil jarak dan memproses dirinya untuk membentuk perilakunya yang selaras dengan keadaan dan kebiasaan yang ada. Perilaku yang telah ada pada dirinya bisa adjustable, artinya ia bisa menyesuaikan diri. Namun ia bisa juga mengalami malajustment, yaitu gagal menyesuaikan diri.
Kepribadian membentuk perilaku manusia. Manusia sebagai individu selalu berada selalu berada di tengah-tengah kelompok individu yang sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi. Proses dari individu untuk menjadi untuk menjadi pribadi, tidak hanya didukung dan dihambat oleh dirinya, tetapi juga didukung dan dihambat oleh kelompok sekitarnya.
1.    Destruktif dan Konstruktif
Dalam proses untuk menjadi pribadi ini, dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada. Lingkungan disini hendaklah diartikan sebagai lingkungan fisik dan lingkungan psikis. Didalam lingkungan fisik individu harus menyesuaikan dirinya dengan keadaan jasmaninya yang sama atau berbeda sama sekali. Prasarana fisik yang sedemikian adanya harus mampu dimanfaatkan. Dalam lingkungan psikis, individu harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang terdiri dari individu-individu yang menganut sistem nilai yang lain.
Individu-individu yang mempunyai orientasi,individu-individu persepsi lain dan memiliki keyakinan-keyakinan lain.dalam hubungan dengan lingkungan ini kita nanti akan melihatapakah individu tersebut menyesuaikan dirinya secara alloplastis, yaitu individu di sini secara aktifmempengaruhi dan bahkan sering mengubah lingkungannya. Atau sebaliknya individu menyesuaikan diri secar pasif (autoplastis), yaitu lingkungan yang akan membentuk kepribadian individu.
Dalam proses alloplastis akan sering dijumpai gejala-gejala ke arah destruktif. Karena individu akan tampil sebagai “agen of change” ia membawa bersamanya nilai-nilai baru, vitalitas dan semangat baru dalam hubungan dengan lingkungannya. Apabila sistem nilai dan pranata kemasyarakatan yang ada tidak begitu kuat, maka cenderung akan terjadi perubahan yang tidak terkendali dan sama sekali tidak terencana. Perkembangan indvidu semacam ini ditinjau dari kepentingan keseimbangan perkembangan masyarakat bersifat destruktif. Dan apabila hal ini berkelanjutan, bukanlah suatu yang mustahil bagi individu tersebut untuk tampil menjadi pemimpin-pemimpin yang diktator.
Pada diri individu yang destruktif kita jumpai kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan psikis berlebihan. Biasanya mencari kepuasan temporal yang sering kali hanya dinikmatinya sendiri, dan kalau mungkin hanya oleh segelintir individu-individu lain yang menjadi kelompoknya, dan dalam melakukan ini, penampilannya akan ditandai oleh tindakan yang semata-mata rasional ke arah masa depan.
Kalau kita mencoba melacak penyebabnya, kita bisa ambil salah satu adalah persepsi yang berlainan atau yang berbeda terhadap waktu ang dipergunakan melihat tahapan-tahapan perjalanannya sebagai individu diantara individu yang lain. Sementara gejolak-gejolak dari dalam ingin mendapat tempat berlabuh. “Man’s perception of time is closely linked with his internal rhytne” (persepsi seseorang mengenai waktu sanagt erat hubungannya dengan gerakan-gerakan internalnya). Dengan memahami gejala-gejala tersebut, akan dapat kita buat perspektif yang dinamis mengenai seorang individu, sehingga tidaklah terjadi alloplastis yang berlebihan, atau sebaliknya menjadi individu terkungkung dalam alloplastis.
Individu yang konstruktif akan lahir apabila dalam penyesuaian dirinya ia berada dalam posisi yang seimbang, artinya ia tidak terlalu tertekan oleh lingkungannya dan individu tidak terlalu berlebihan dalam proses alloplastis.
2.    Kompromistis dan Anti-establishment.
Dari kedua gejala di atas akan terlihat sikap-sikap temporal (sementara) individu yaitu sikap kompromistis dan sikap anti- establishment. Sikap kompromis seorang individu biasanya banyak disebabkan oleh cara-cara ia memenuhi kebutuhan-kebutuhan organik maupun kebutuhan psikologis. Apabila individu memerlukan rasa aman (security), ia akan mudahsekali menerima persyaratan apa saja dari dominasi lingkungan yang dapat memberinya rasa aman. Namun apabila individu semakin bergantung pada lingkungan untuk memenuhi kebutuhan nya, suatu ketika individu tersebut akan menjadi agak aneh, maksudnya ia akan sangat berlebihan memberi harga kepada lingkungan fisik maupun psikis. Individu akhirnya individu akan mencari kepuasan lain yaitu kepuasan altruistis. Kepuasan ini sangat langka, karena dalam pencapaiaan kepuasan semacam ini selalu pelakunya semaksimal mungkin mengorbankan dirinya. Ia akan sangat puas dan bangga bila ia dapat mencapai tujuannya, walaupun dalam hal ini ia harus mengorbankan segala ambisi dan kepentingannya.
Sikap anti-establisment ini merupakan sikap individual yang berlebihan dalam hal individu berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini sangat erat kaitannya denganusaha individu dalampencarian identitas diri yang bersifat psikologis (in the searchfor self identity). Sehingga dalam proses pencapaiaanyya akan terlihat penggambaran mengenai waktu diri sendiri yang sangat dominan. Pada gilirannya penggambarannya mengenai watak dapat dikembalikan kepada kesadaran individu mengenai lingkungannya. Semakin besar pengaruh lingkungan terhadap diri individu, dalam hal ini orang-orang yang berada dalam lingkungan individu tersebut, semakin mudah ia terjebak untuk berkompromi. Namun sebaliknya semakin kecil pengaruh lingkungan, yakni orang-orang yang berada dalam lingkungan pribadi tersebut, akan semakin tampak sikap anti-establishment individu, atau sikap individu yang mendapat dorongan dari dalam untuk anti terhadap kemapanan yang ada. Karena ia tidak pernah akan percaya kemapanan tersebut dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhankebutuhan individu.[3]
D.      Pemuda dan Sosialisai
Pembicaraan tentang generasi muda/ pemuda menjadi penting bukan saja karena bagian terbesar penduduk Indonesia saat ini berusia muda, tetapi penting karena berbagai alasan. Pertama, generasi muda adalah generasi penerus yang akan melanjutkan cita-citaperjuangan bangsa. Kedua, kelangsungan sejarah dan budaya bangsa. Corak dan warna masa depan suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh arah persiapan atau arah pembinaan dan pengembangan generasi muda pada saat ini. Ketiga, terjaminnya proses kesinambungan nilai-nilai dasar negara-bangsa, yaitu dpandang dari sudut semangat kepemudaan, yakni sumpah pemuda 1928, Proklamasi 1945, Pancasila dan UUD1945.
Sebagai bagian terbesar dari penduduk Indonesia, maka peranan generasi muda dalam pembangunan menjadi sangat menentukan. Dalam alam kemerdekaan, berbagai perubahan secar mendasar telah muncul. Situasi, kondisi dan tantangan yang dihadapi tidak hanya menyangkut bidang politik, tetapi keseluruhan bidang kehidupan nasional sebagai akibat dari perjuangan untuk mengisi kemerdekaan yaitu dengan pembangunan. Hal ini telah menjadi kepentingan bersama seluruh bangsa, termasuk kepentingan dari generasi mudanya. karena itu situasi dewasa ini telah menuntut kembali kepeloporan yang pernah diberikan generasi muda pada masa lalu, untuk diwujudkan kembali demi tercapainya cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdaskan pancasila dan UUD 1945.
Istilah Sosialisasi menunujuk pada semua faktor dan proses yang membuat manusia menjadi selaras dalam hidup ditengah-tengah orang lain. Proses soisalisasilah yang membuat seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari proses tersebut, seseorang akan terwarnai cara berfikir dan kebiasaan-kebiasaaan hidupnya.
Semua warga negara mengalami proses sosialisasi, tanpa kecuali. “Disenangi atau tidak, disadari atau tidak, proses sosialisasi dialami oleh semua masyarakat, baik penguasa maupun orang awam” anak-anak, pemuda, orang tua, baikbaik pria maupun wanita.
Kemampuan untuk hidup ditengah-tengah orang lain atau mengikuti norma yang berlaku dalam masyarakat ini, tidak datang begitu saja ketika seorang anak dilahirkan, melainkan melalui suatu proses kematangan dan belajar. Disamping proses sosialisasi ini berlangsung melalui media tertentu (agent of socialization). Seperti keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, media massa dan masyarakat.[4]
E.       Interaksi Dalam Kelompok
1.    Tahapan-Tahapan Interaksi
Manusia sebagai makhluk sosial secara alami akan mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Namun, dalam perkembangannya interaksi merupakan hal yang dipelajari kehidupan selanjutnya, interaksi merupakan hal yang dipelajari dalam kehidupan selanjutnya, interaksi merupakan suatu proses. Oleh karena itu, ada yang baik dalam interaksi seseorang, tetapi ada pula yang kurang baik. Hal demikian menunjukkan bahwa interaksi merupakan suatu kemampuan yang dipelajari. Interaksi merupakan suatu keterampilan, sesuatu sebagai hasil belajarnya. Karena interaksi, merupakan hasil belajar, maka interaksi tidak lepas dari hukum-hukum belajar. Salah satu hukum dalam belajar adalah mengenai latihan. Oleh karena itu, agar mendapatkan keterampilan dalam berinteraksi, kita memerlukan adanya latihan. Orang yang kurang latihan dalam berinteraksi dapat dipastikan kurang terampil dalam berinteraksi.
Menurut DeVito (1995), seseorang berinteraksi melalui beberapa tahapan, yaitu:
1.1.       Tahapan Kontak
Dalam tahapan kontak, seseorang mengadakan kontak perspeptual, atau pembauan. Jika orang mengadakan kontak dengan orang lain karena orang lain menarik perhatiannya, karena cantik, karena gagah, dan sebagainya, maka kontak demikian adalah melalui penglihatan. Kita dapat pula kontak dengan orang lain karena suaranya menarik perhatianatau suaranya cukup merdu. Selanjutnya, kita dapat melakukan kontak dengan orang lain karena baunya cukup menarik perhatian  atau baunya wangi. Dengan kata lain, orang mengadakan kontak dengan orang lain karena ketertarikan atau attractiveness-nya. Dalam tahapan ini seseorang akan mendapatkan gambaran secara fisik, misalnya jenis kelamin, tinggi, perkiraan umur, dan sebagainya. Jadi, seseorang mengadakan persepsi terhadap orang lain atau mengadakan persepsi sosial atau persepsi orang. Setelah itu, kontak umumnya meningkat ke interactional contact. Orang bertukar informasi yang sifatnya superficial. Dalam tahapan ini, seseorang dapat melanjutkan interaksinya atau dapat memutuskan atau tetap pada tahapan ini. Ia dapat mengambil beberapa alternatif. Apabila tahapan dilanjutkan, maka orang yang bersangkutan masuk dalam tahapan involvement atau keterlibatan.
1.2.       Tahap Keterlibatan
Pada tahap keterlibatan, seseorang mulai mengadakan penjajagan lebih lanjut, misalnya menanyakan tentang pekerjaan, tempat tinggal, dan sebagainya.seseorang menghadapi tiga alternatif, yaitu interaksi diputuskan (exit), diteruskan, atau pada tahapan. Apabila tetap pada tahapan, umumnya orang lain menjadi sahabat. Apabila cocok, maka hubungan meningkat ke yang lebih intens. Orang mengadakan komitmen dan meningkat ke tahapan keintiman.


1.3.       Tahapan Keintiman
Dalam tahapan keintiman, interaksinya lebih intens. Pada umumnya, ada komitmen interpersonal, yaitu keduanya komit satu dengan yang lain dan masih bersifat privacy. Kemudian, hubungan dapat berlanjut ke social bonding. Komitmen menjadi bersifat terbuka, misalnya terbuka terbuka pada orangtua, saudara-saudaranya, dan teman-temannya. Dalam tahapan demikian, seseorang dapat bertahan pada tahapan, memutuskan hubungan (exit). Atau meneruskannya ke tahapan berikutnya, yaitu pada jenjang perkawinan atau dapat kembali pada tahapan sebelumnya. Pada jenjang perkawinan, seseorang diharapkan akan terus bertahan pada tahap tersebut, tetapi ada pula kemungkinan keluar dari tahapan (exit) yang berarti ada perceraian.
Sebelum terjadi perceraian, seseorang melalui tahapan deterioration yang dimulai dengan adanya interpersonal dissatisfaction dan selanjutnya berkembang ke interpersonal deterioration,  yaitu satu dengan yang lain memisahkan diri, masing-masing sendiri. Perkawinan mengalami pisah ranjang, pisah rumah. Apa yang dipaparkan di atas merupakan dinamika hubungan atau interaksi pada umumnya.[5]
F.       Perilaku Menyimpang Dalam Perkenalan Sesama Jenis
1.      Homoseksual
Homosekual menurut Soejono adalah hubungan sesama pria. Gejala ini terdapat juga di Indonesia walaupun tidak sebanyak yang kita jumpai di Amerika / Eropa. Homosex di Indonesia dianggap sebagai perbuatan terkutuk dan yang tertangkap diajukan kepengadilan, meskipun petugas-petugas hukum menyadari bahwa perbuatan tersebut diluar keinginan sipelaku dan merupakan penyakit. Biasanya gejala-gejala tersebut dimulai didalam penjara. homoseks dipenjara.
Homoseks sesungguhnya biasanya terdapat dipenjara dan ditempat itu mereka saling mengajak para anggota sekelamin untuk bersetubuh atau merusak moral orang yang belum dewasa. Secara bersama-sama mereka mengambil keuntungan dari penyimpangan fisiknya sehingga membuat kesulitan bagi pegawai-pegawai penjara. Pengawas-pengawas ini rata-rata mempunyai pengetahuan dalam menghadapi orang-orang semacam ini. Mereka biasanya membalas tiap-tiap tindakan individu itu dengan cenderung untuk menghina dan melakukan kekerasan tanpa belas kasihan.[6]
2.      Lesbian
Lesbian adalah perempuan yang seara psikologis , emosi dan seksual tertarik pada sesama jenis / perempuan lain . Seorang lesbian tidak memiliki hasrat terhadap jenis kelamin lain (laki-laki) , akan tetapi seorang lesbian hanya tertarik pada sesama jenis kelamin (perempuan).
Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan atau disebut juga perempuan yang mencintai perempuan secara fisik , emsional , dan seksual. .
Penyebab lesbian dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1.   Penyebab dari dalam yaitu genetik.
2.    Penyebab dari luar misalnya luka batian karena telah disakiti oleh kaum laki-laki 
Dari penyebab-penyebab tersebut ada beberapa pengaruh negatif yang berdampak bagi para pelaku lesbian, antara lain :
1.       Penyimpangan seksual yang semakin banyak.
2.       Kelainan jiwa akibat mencintai sesama jenis akan membuat jiwanya tidak stabil.
3.       Gangguan syaraf otak yang dapat melemahkan daya fikir kemauan dan semangat.
4.       Terkena penyakit AIDS.
5.       Prasangka dan determinasi dari dampak sosial[7]
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Istilah Sosialisasi menunujuk pada semua faktor dan proses yang membuat manusia menjadi selaras dalam hidup ditengah-tengah orang lain. Proses soisalisasilah yang membuat seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari proses tersebut, seseorang akan terwarnai cara berfikir dan kebiasaan-kebiasaaan hidupnya.
SMK Cordova adalah sekolah yang berbasis pesantren. maka proses saling mengenal (ta’aruf) difokuskan pada sesama jenis. Walaupun mengenal lawan jenis tidak dilarang, namun dalam mengenal lawan jenis pastilah ada batasan-batasan tertentu.
Untuk mengatasi penyimpangan terhadap pola perkenalan sesama jenis ini (homoseksual dan lesbian) maka, di SMK Cordova mengadakan kegiatan-kegiatan yang berbeda dengan sekolah lainnya dan erat hubungannya dengan peningkatan spiritualitas. Seperti : Shalat dhuhur berjama’ah dilanjutkan dengan membaca Al-Quran, Istigosah, Peringatan Maulid Nabi, Ziarah ke makam waliyullah Mbah Mutamakkin, Mbah Ronggo Kusumo, dan Mbah Dullah Salam dll.





DAFTAR PUSTAKA

M, Darmanyah. 2000.  Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.
Soejono. 1974. Pathologi Sosial. Bandung: Penerbit Alumni. Data diperoleh dari
Walgito, Bimo. 2008. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: C.V Andi OFFSET.
Yusa, Dzakia. http://pendidikanseks.blogspot.com. Diakses tanggal 1 Desember 2014
http://smk cordova.com. diakses pada 21 September 2014


LAMPIRAN 






[1] http://smk cordova.com. diakses pada 21 September 2014
[2] Bimo Walgito, Psikologi Kelompok, , (Yogyakarta: C.V Andi OFFSET,2008), hlm. 13-14

[3] Darmanyah M., Ilmu Sosial Dasar , (Surabaya: Usaha Nasional,2000), hlm. 73-77

[4] Darmanyah M., Ibid, hlm. 83-85
[5] Bimo Walgito, Loc.cit,. hlm. 23-25
[6] http://senggama69.blogspot.com, Diakses tanggal 1 Desember 2014
[7] Dzakia Yusa, http://pendidikanseks.blogspot.com, Diakses tanggal 1 Desember 2014



KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah penelitian mata kuliah Ilmu Budaya Dasar yang berjudul “Pola mengenal sesama jenis di SMK Cordova Pati”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.
Kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing dan memberikan dukungan kepada kami dalam pelaksanaannya. Dengan selesainya makalah penelitian ini, kami ucapkan terimakasih kepada :
1.       Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan nikmat, rahmat, dan hidayah serta semua anugerah-Nya
2.       Kedua orang tua yang selalu mendo'akan anaknya setiap waktu, selalu memberikan semangat hidup. Tanpa perjuangan dan pengorbanan serta dukungan kalian, penulis tidak akan sampai disini.
3.       Bapak M. Khasani M.Pd selaku Dosen Mata Kuliah Ilmu budaya Dasar.
4.       Bapak Shalahuddin M.Si selaku Kepala Sekolah di Smk Cordova Pati.
5.       Bapak Abdul Malik, ST selaku Waka Kesiswaan di Smk Cordova Pati.
6.       Ibu Nurin Niswatin Habibah, S.Psi selaku guru BK
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan. Semoga makalah ini bisa menambah bermanfaat bagi kita. Aamiin yaa robbal ‘alamin.
Pekalongan, 27 september 2014
                                                                        
Penulis


DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................   i
Kata Pengantar ................................................................................................   ii
Daftar Isi .........................................................................................................   iii
Bab I Pendahuluan ..........................................................................................   1
A.      Latar Belakang Masalah .........................................................................   1
B.       Rumusan Masalah ..................................................................................   1
C.       Tujuan Penelitian (Studi Kasus) .............................................................   1
D.      Manfaat Penelitian (Studi Kasus) ..........................................................   2
E.       Ruang Lingkup Studi Kasus...................................................................   2
F.        Metode Pengumpulan Data ...................................................................   3
Bab II Pembahasan ..........................................................................................   4
A.      Sejarah Berdirinya Sekolah ....................................................................   4
B.       Pola Mengenal Sesama Jenis di SMK Cordova Pati...............................   6
1.      MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik Baru) ...................................   6
2.      KBM (Kegiatan Belajar Mengajar ...................................................   7
3.      Kegiatan Shalat Berjama’ah Dhuhur dan Mengaji ..........................   8
4.      Kegiatan Ziarah Ke Makam Wali Kajen ..........................................   8
C.       Individu dan Konteksnya ......................................................................   9
1.      Destruktif dan Konstruktif ..............................................................   9
2.      Kompromistis dan anti-establishment ..............................................  11
D.    Pemuda dan Sosialisasi ..........................................................................  12
E.     Interaksi Dalam Kelompok ....................................................................  13
1.      Tahapan-Tahapan Interaksi ..............................................................  13
1.1. Tahap Kontak ............................................................................  14
1.2. Tahap Keterlibatan ....................................................................  14
1.3. Tahap Keintiman .......................................................................  15
F.      Perilaku Menyimpang Dalam Hubungan Sesama Jenis .........................  15
1.      Homoseksual ....................................................................................  15
2.      Lesbian .............................................................................................  16
Bab III Penutup ...............................................................................................  17
...... Kesimpulan ............................................................................................  17

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................  18 LAMPIRAN-LAMPIRAN.......................................................................................................................... 19 


EmoticonEmoticon