MAKALAH
LATAR
BELAKANG PENDIDIKAN HUMANIORA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Budaya Dasar
Program Studi Pendidikan Agama Islam
(PAI)
Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan
Dosen pengampu : M.
Khasani, M.Pd
Oleh
:
1. Ali Imron (2021114144)
2. Fatchurahman Ali (2021114145)
3. Tutik Saniyah (2021114146)
4. Selfi Shochifatul Islah (2021114147)
Kelas
: C
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada
hakikatnya humaniora adalah ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan nilai-nilai
kemanusiaan mempelajariyang mencakup etika, logika, estetika, pendidikan
pancasila, pendidikan kewarganegaraan, agama dan fenomologi. Yang sering
disebut sebagai Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU).
Pendidikan
humaniora adalah suatu bahan pendidikan yang mencerminkan keutuhan manusia dan
membantu agar manusia menjadi lebih manusiawi , yaitu membantu manusia untuk
mengaktualkan potensi-potensi yang ada sehingga akhirnya terbentuk manusia yang
utuh, yang memiliki Kecerdasan intelektual, Kecerdasan emosional, Kecerdasan
praktikal, Kecerdasan praktikal, Kecerdasan spiritual dan moral.
B.
Rumusan Masalah
Bardasarkan latar belakang tersebut
perlu kiranya merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian
makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut.
1. Apa pengertian humaniora?
2. Bagaimana karakteristik manusia
humaniora?
3. Bagaimana pendidikan humaniora dalam
islam?
4. Apa macam-macam humaniora?
5. Bagaimana peran lembaga pendidikan dalam
pendidikan humaniora?
C.
Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan
melalui study literatur atau metode kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan
beberapa referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas.
Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang
akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah, melakukan langkah-langkah
pengkajian masalah, penentuan tujuan dan sasaran, perumusan jawaban
permasalahan dari berbagai sumber, dan penyintesisan serta pengorganisasian
jawaban permasalahan.
D.
Sistematika Penulisan Makalah
Makalah
ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I Pendahuluan yang terdiri dari:
latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan
sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah Pembahasan; Bab III, bagian
penutup yang terdiri dari simpulan dan saran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
kebudayaan
Humaniora di
sebut juga Kebudayaan = cultuur (bahasa Belanda) = culture
(bahasa Inggris) berasal dari perkataan Latin “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan,terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi
arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala daya aktivitet manusia
untuk mengolah dan mengubah alam”.
Dilihat dari sudut bahasa indonesia,
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskreta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi atau akal.
Pendapat lain mengatakan, bahwa
“budaya” adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang
berarti daya dari budi,karena itu membedakan antara budaya dan kebudayaan.
Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan Kebudayaan,
adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun
dalam kehidupan masyarakat. Untuk lebih jelas dapat dirinci sebagai berikut :
1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan
dihasilkan manusia yang meliputi kebudayaan material dan kebudayaan non material.
a.
Kebudayaan
material (bersifat jasmaniah), yang meliputi benmda-benda ciptaan manusia,
misalnya: alat-alat perlengkapan hidup.
b.
Kebudayaan
non material (bersifat rohaniah), misalnya: religi bahasa, ilmu pengetahuan.
2.
Kebudayaan
itu tidak diwariskan secara generatif (biologis),melainkan dengan cara belajar.
3.
Kebudayaan
itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
4. Kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia dan hampir
semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Sehubungan dengan itu kita perlu
mengetahui perbedaan manusia dengan makhluk lainnya, khususnya hewan.
Ada 7 pokok perbedaan itu ialah :
1. Sebagian besar kelakuan manusia dikuasai oleh akalnya
sedangkan pada hewan oleh nalurinya.
2.
Sebagian
besar kehidupan manusia dapat berlangsung dengan bantuan peralatan sebagai
hasil kerja akalnya.
3.
Sebagian
besar kelakuan manusia di dapat dan di biasakan melalui proses belajar,
sedangkan pada hewan melalui proses nalurinya
4.
Manusia
mempunyai bahasa, baik lisan (lambang vokal) maupun tertulis.
5.
Pengetahuan
manusia bersifat akumulatif (terus bertambah).
6.
Sistem
pembagian kerja dalam masyarakat manusia jauh lebih kompleks daripada hewan.
7.
Masyarakat
manusia sangat beraneka ragam, sedangkan pada hewan tetap saja[1].
B.
Karakteristik Manusia Humaniora
1.
Manusia
Sebagai Makhluk Berbudaya
Dua kekayaan
manusia yang paling utama ialah akal dan budi atau yang lazim disebut pikiran
atau perasaan. Di satu sisi akal dan budi atau pikiran dan perasaan tersebut
telah memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup manusia yang lebih daripada
tuntutan hidup makhluk lain.
Di sisi lain
akal dan budi memungkinkan munculnya karya-karya manusia yang sampai kapanpun
tidak pernah akan dapat di hasilkan oleh makhluk lain. Manusia sebagai makhluk
berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya
untuk menciptakan kebahagiaan.
2.
Manusia
sebagai pengemban nilai-nilai
Di muka telah dijelaskan bahwa adanya akal dan
budidaya pada manusia, telah menyebabkan adanya perbedaan cara dan pola hidup
di antara keduanya. Oleh karena itu, akal dan budi menyebabkan manusia memiliki
cara dan pola hidup yang berdimensi ganda, yakni kehidupan yang bersifat
material dan kehidupan yang bersifat spiritual. Manusia dimanapun dia berada
dan apapun kedudukannya selalu berpengharapan dan berusaha merasakan nikmatnya
kedua jenis kehidupan tersebut.
Hal di atas sebagaimana kodrat dari Tuhan bahwasanya
manusia memang ditakdirkan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mereka saling
mengenal. Saling mengenal di sini diartikan bahwasanya agar mereka yang
berbeda-beda itu bisa saling melengkapi dalam artian memberi dan menerima.
3.
Budaya Alam
Dan Manusia
Budaya
selalu menawarkan ketegangan-ketegangan tertentu dalam kehidupan manusia. Tanpa
adanya ketegangan ini semua manusia tak akan mengalami kemajuan bahkan budaya
yang telah dimilikinya dapat mundur.
4.
Manusia
sebagai makhluk yang paling mulia
Kalau kita lihat dari segi bentuk fisiknya maupun yang
ada di sebaliknya, tidak berlebihan kalau manusia menyatakan dirinya sebagai
makhluk termulia di antara makhluk-makhluk lain ciptaan Tuhan.
Beberapa
keistimewaan yang dimiliki manusia dibanding dengan makhluk yang lain, adalah :
a. Manusia mampu mengatur perkembangan hidup makhluk lain
dan menghindarkannya dari kepunahan.
b. Manusia mampu mengubah apa yang ada di alam ini.
c. Manusia memiliki ilmu pengetahuan yang karenanya
kehidupan mereka makin berkembang dan makin sempurna.
d. Manusia memiliki rasa indah dan karenanaya mampu
menciptakan benda-benda seni yang dapat menambah kenikmatan hidup rohaninya.
e. Semua unsur alam termasuk makhluk-makhluk lain dapat
dikuasai manusia dan dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya.
5.
Budaya
sebagai sarana kemajuan dan sebagai ancaman
Filsuf Hegel dalam abad ke-19 membahas budaya sebagai
keterasingan manusia dengan dirinya sendiri. Dalam berbudaya, manusia tidak
menerima begitu saja apa yang disediakan oleh alam, tetapi mengubahnya dan
mengembangkannya lebih lanjut.
Dengan akal dan dayanya, manusia berusaha untuk
merubah sesuatu yang bersifat bahan mentah, yang disediakan oleh alam menjadi
bahan jadi yang bisa dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup mereka. Dengan
selalu berfikir dan mencoba, menjadikan manusia menjadi maju. Lain halnya
dengan mereka yang tidak berminat untuk selalu berfikir dan mencoba. Pasti,
akan terlihat sekali perbedaan antara keduanya.
Selain sebagai kemajuan budaya juga bisa menjadi
ancaman. Budaya merupakan bahaya bagi manusia sendiri, yang dimaksud umpama
tekhnik, peradaban, pabrik berasap, udara yang penuh debu, kota yang
kotor, hutan yang masih kotor, kediktatoran akal dan budaya yang tamat. Baginya
budaya itu menguasai, menyalahgunakan, menjajah dan mematikan[2].
C.
Dinamika Islam Dan Humaniora
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) yang maju sangat pesat menimbulkan pergeseran
nilai, dan menjadi penentu primer perubahan sosial[3]. Bebarengan
dengan meroketnya iptek, arah perkembangan manusia cenderung didekte oleh nilai
yang dikibarkan oleh bendera iptek itu, yaitu nilai bebas etik. Prinsip
netralis etik yang berakar pada science barat inilah yang perlu kita tanggapi
dengan watak islam.
Islam
sangat menjunjung tinggi akhlak derngan implementasinya yang terkait yaitu
motivasi (I’tikad dan niat), amal shalih, ketekunan, optimisme, tawakkal, dan
qana’aah. Dalam islam, amal perbuatan besar atau kecil, dalam bidang apapun,
akan dinilai dan mendapat imbalan pahala dari tuhan, sesuai dengan motivasi yang
terkandung dalam lubuk hati yang melakukanya.
Sekarang
ini dakwah islam sudah terlampau banyak berbicara tentang akhlak, tetapi tidak
pernah mempersoalkan hubungan pahala dengan nilai kerja. Para pengemban dakwah
perlu membakar semangat generasi muda
unrtuk berani menegakkan etos kerja keras, sebelum menganjurkan orang
membayar zakat dan gemar berinfak. Generasi muda harus dipacu terus untuk
menguatkan iman dan taqwa yang didukung
oleh kecerdasan otak, dan berani tegak berkarya, agar Tuhan bersedia
membukakan bertkah-Nya dari langit dan bumi. Kalau umat islam sendiri
meremehkan janji Tuhan itu, diperkuat oleh janji-Nya untuk menguatkan kedudukan
orang-orang beriman dan beramal shalih di dunia, maka kita patut khawatir,
bahwa kita tanpa menyadari sedang
mmenghalau islam untuk bertemu dengan kecelakaan sejarah yang kesekian kalinya.
Kita lalu terhimpit minggir ketepi-tepi kehidupan, asal hidup dan masih bias
salat, dan terpaksa melihat berkah Tuhan diambil oleh pihak non islam, sedang
kita ikut menikmati hasil usaha mereka[4].
D.
BERBAGAI
VERSI HUMANIORA
Pendekatan
ilmu sering menjumpai jalan buntu. Wawasan agama hanya membuka ruang tafsir
yang sering bersifat simbolis. Walaupun demikian , kita tidak bisa menutup mata
untuk tidak mengenal orde tertib dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
pengetahuan yang serba minim tentang hakikat manusia, perhatian kita perlu
lebih banyak kita tujukan kepada kehidupan manusia. Membuat manusia bahagia dan
sejahtera, atau minimal membuat sejenius perasaan merekah berbunga, merupakan
kesulitan mengabad yang belum pernah bias dipecahkan oleh studi manusia
sendiri. Kecanggihan iptek sendiri belum mampu memahami secara benar terhadap
makna dan konsep hidup yang luar biasa. Manusia modern, khususnya para pakar
pada umumnya telah memiliki cukup kemampuan untuk membangun manusia beserta
prasarana yang dibutuhkan.
Pendidikan
Humaniora dimaksudkan untuk menciptakan kualitas manusia, yang tidak saja
menguasai iptek, tetapi juga berbudaya dan berakhlak mulia. Pendidikan
humaniora harus mendorong dan melatih anak didik untuk berani berpacu dalam
kebajikan (fastabiqul khairat). Humaniora harus menumbuhkan potensi untuk
menerima kebenaran dan menyingkirkan kebatilan. dari aspirasi ini, kita akan
makin sensitif untuk membedakan model humaniora yang positif dari yang model
negatif.
Mengubah
dua prinsip kehidupan itu sama sulitnya dengan upaya kita untuk mengembangkan
humaniora, sebagai ilmu pengetahuan yang pada prinsipnya bertujuan membuat
manusia lebih manusiawi, atau untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Dalam
garis besarnya , ada empat aliran pemikiran yang merasa tidak berhak bersuara
tentang Humaniora, yaitu Liberalisme Barat, Marxisme, Eksistensialisme dan
Theisme.
1.
Humaniora Liberalisme barat
Teori
Humaniora ini dibangun dari metodologi Yunani kuno, diawali dari pertentangan
antara para dewa dan manusia. Kesalahan Barat yang paling fatal dimulai dari
suatu pandangan,yang menganggap mitologi Yunani kuno bergerak seputar jiwa yang
terbatas, alam dan dunia spiritual yang dianggap sakral. Dari sini terbentuklah
pertarungan antara Humaniora dan Theisme. Oleh karena itu, Humaniora Yunani
membenci Tuhan, mengingkari kekuasaan-Nya, dan memutuskan tali perhambaan
dengan penghuni langit.
Liberalisme
Barat mengklaim, bahwa tercapainya pengemban potensi manusia bisa dilakukan
dengan cara memberikan kebebasan berpikir kepada manusia dalam penelitian
ilmiah, mengemukakan pendapat, dan produk ekonomi. Kapitalisme yang menyerukan
suatu ideologi dengan tema liberalisme dan demokrasi, dibangun atas
materialisme, dan menyusun ideologinya dengan menyerap kebebasan Humaniora,
filsafat, sains, dan peradaban yang juga mirip dengan borjuisme modern.
2.
Humaniora Marxisme
Marxisme
itu pabrik yang ikut memproduksi komunisme. Keduanya kini sudah runtuh. Namun
bekas kejayaanya perlu kita kenal, agar tidak terasa kita menjadi duplikatnya.
1. Baik Liberalisme barat yang borjuis,
maupun komunisme, keduanya mengklaim sebagai humanis, dan berbicara tentang
Humaniora.
2. Komunisme mengklaim, mengembangkan
manusia bisa dicapai dengan cara tidak mengakui kebebasanya.
3. Marxisme terbagi menjadi dua. Pertama,
menentang sistem kapitalis dann menyerangnya habis-habisan. Kedua melontarkan
sistem sosialis-komunismenya.
4. Martabat manusia ditolak, hakikat
kemanusiaan dihapus dalam sistem kerkja sosial dan produksi.
5. Terhapusnya taklid dan penyembahan
kepada gereja berubah menjadi taklid dan penyembahan kepada Biro Ideologi.
Demikianlah, dalam sistem kapitalisme
manusia merupakan makhluk tanpa ikatan dan syarat apapun, sedangkan dalam
sistem marxis merupakan makhluk terbelenggu dan terikat syarat. Dalam sistem
pertama, manusia menjadi makhluk yang tertipu, dan dalam sistem kedua, manusia
merupakan makhluk yang dibentuk.
3.
Humaniora Eksistensialisme
Eksistensi
adalah Humanoria Barat minus Tuhan. Dengan ketus dilontarkan, singkirkan Tuhan
dari kaidah moral, dan gantilah dengan kata hati, karena manusia adalah makhluk
yang memiliki kata hati yang bersifat moral bawaan. Eksistensi berlawanan
dengan kapitalisme yang menciptakan manusia menjadi binatang ekonomi, dan
marxisme yang menganggap manusia sebagai sesuatu yang bersifat materi yang
teratur. Esensi manusia baru ada sesudah adanya
(eksistensi) manusia itu sendiri. Jadi manusia bukan makhluk ciptaan
Allah. Kesimpulan eksistensialisme, apapun perbuatan yang Anda lakukan, kalau
Anda lakukan berdasarkan kebebasan, boleh-boleh saja. Sebab, tidak ada satu
kekuatan apapun yang bisa melawan Anda, yang beada di luar ikhtiar Anda itu.
Semua perbuatan boleh dilakukan oleh
manusia yang mempunyai kekuasaan bebas itu.
4.
Humaniora Theisme
Ketiga
model Humaniora, yang pokok masalahnya telah kita sentuh adalah model Humaniora
yang mandul tanpa bobot, berwatak non-Ketuhanan, atau bahkan anti-Ketuhanan.
Dari tiga aliran pemikiran tentang Humaniora konsep Barat itu kita tarik
kesimpulan pokok, bahwa Humaniora Barat adlah humaniora minus Tuhan. Disisi
lain, agama (khususnya agama langit) selalu menampilkan tema pembicaraan
tentang Tuhan. Muncullah kebencian dan fanatisme buta sikap yang menentang
agam, dan sikap agama yang menentang materi, yang muncul dari perbedaan
filosofis antara materialisme dan agama. Sikap kontradiktif itu mengakibatkan
timbulnya perbedaan mendasar dari dua jenis pemikiran yang berbeda pula dalam
pembentukan manusia, tentang moral,ekonomi, kebudayaan, pendidikan pengajaran,
dan secara umum menyangkut nasib akhir manusia dan kesejahteraannya dalam
masyarakat dan alam.
Ayat
Qauliah (ayat yang difirmankan / Al-Qur’an) dan ayat Kauniah (ayat yang dicipta
/ alam), yang keduanya berasal dari Tuhan harus dihubungkan secara komplementer
pula. Ayat Qouliah adalah petunjuk pokok bagaimana manusia membina dan
mengendalikan dirinya, bagaimana pula manusia harus membina alam lingkungannya
untuk mendukung kebutuhan hidupnya. Ini artinya, Tuhan mencipta manusia bukan
sebagai mahluk yang tidak berdaya, dan bukan pula sebagai makhluk yang tidak
memiliki rasa sadar diri. Manusia adalah pemegang dan pelaksana Amanah Tuhan
untuk membuat dunia ini sebagai ladang akhirat. Tuhan menawarkan ajakan
simpatik, bahwa orang beriman yang menolong (menegakkan hukum) Tuhan, maka
Tuhan akan menolong orang itu dan meneguhkan kedudukannya.
Dari
sinilah Theisme dengan segenap variabel yang mendukungnya bisa dianalisis ,
diteorikan dan dikembangkan, agar bisa berbobot daripada ketiga aliran
pemikiran Humaniora model Barat, dan juga lebih sinkron untuk mendampingi agama
(islam) sebagai suatu sistem nilai.
Manusia
melalui kesadaran Humaniora Theisme membutuhkan interpretasi imanual tentang
alam dan manusia. Kita menolak pemisahan akhirat dari dunia, iman dari amal,
dan cinta dari nilai realita. Humaniora Theisme bersifat komprehensif yang
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari pandangan tentang alam,
hingga pada pedoman kehidupan individual. Upaya ini tidak ringan, karena
memerlukan perubahan pola berpikir secara total[5].
E.
Peran Lembaga Pendidikan Dalam Membina Moral Anak
Bangsa
Pandangan
simplitis menanggap bahwa kemerosotan akhlak, moral dan etika peserta didik
disebabkan gagalnya pendidikan agama di sekolah. Harus diakui, dalam batas
tertentu, sejak dari jumlah jam yang sangat minim, materi pendidikan agama yang
terlalu teoritis, sampai pada pendekatan pendidikan agama yang cenderung
bertumpu pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotorik peserta
didik.
Menurut
Azyumardi Azra, Ada tujuh permasalahan yang krusial untuk ditangani, yaitu :
1. Arah pendidikan telah kehilangan
objektivitasnya.
2. Proses pendewasaan diri tidak
berlangsung baik dilingkungan sekolah.
3. Proses pendidikan di sekolah sangat
membelenggu peserta didik, bahkan juga para guru.
4. Beban kurikulum yang demikian berat.
5. Meskipun ada materi yang dapat
menumbuhkan rasa afektif seperti mata pelajaran agama, umumnya disampaikan
dalam verbalisme, yang juga disertai dengan rote-memorizing
(memori yang di hafalkan tanpa berfikir atau dihafal diluar kepala).
6. Pada saat yang sama peserta didik
dihadapkan pada nilai-nilai yang sering bertantangan (contradictory set of values).
7. Selain itu, para peserta didik juga
mengalami kesulitan dalam mencari contoh tauladan yang baik (uswatun khasanah) atau living moral
exemplary (moral kehidupan yang patut dicontoh) dilingkungannya[6].
Lembaga
pendidikan berupaya mempersiapkan terbentuknya individu-individu uang cerdas
dan berakhlak mulia atau berakhlak yang baik. Pembentukan itu dilakukan melalui
mata kuliah pendidikan agama, ilmu sosial dan budaya dasar serta melalui unit
kerohanian mahasiswa di tiap program studi. Dengan mempersiapkan calon pendidik
yang berakhlak dan bermoral sedemikian rupa, diharapkan ke depan semua calon
guru yang dididik dan dibina lembaga pendidikan dapat mentransfer ilmu
pengetahuan disertai etika yang baik.
Dalam
pengertian selanjutnya, lembaga pendidikan melakukan pendekatan komprehensif
dalam pembelajaran moral di Perguruan Tinggi. Dalam konteks ini, apabila
dicermati pendidikan tinggi dan pendidikan pada umumnya bertugas mengembangkan
setidak-tidaknya lima bentuk kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan intelektual.
2. Kecerdasan emosional.
3. Kecerdasan praktikal.
4. Kecerdasan sosial.
5. Kecerdasan spiritual dan moral.
Kelima
bentuk kecerdasan diatas harus dikembangkan secara berkesinambungan. Jika
berhasil dilaksanakan dengan baik akan mampu menghasilkan mahasiswa dan peserta
didik serta lulusan yang bukan hanya cerdas intelektual, tetapi juga cerdas
secara emosional, praktikal, sosial, spiritual, dan moral.
Dalam kerangka micro, visi pendidikan
nasional adalah terwujudnya individu manusia Indunesia baru yang memiliki sikap
dan wawasan keimanan dan akhlak tinggi dan mulia, kemerdekaan dan demokrasi,
toleransi dan menjunjung tinggi HAM, saling pengertian dan berwawasan global.
Tujuan macro pendidikan nasional adalah membentuk organisasi pendidikan yang
otonom sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk menuju
pembentukan lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan
komunikasi sosial yang positif dan memiliki SDM yang sehat dan tangguh.
Sementara itu, tujuan micro pendidikan nasional adalah membentuk manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berkata (maju cakap, cerdas, kreatif dan
inovatif, serta bertanggung jawab), berkemampuan komunikasi sosial (tertib dan
sadar hukum, kooperatif dan kompertitif, demokratis), dan berbadan sehat
sehingga menjadi manusia mandiri[7].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas kita mengetahui bahwa tujuan dari pendidikan
humaniora adalah untuk membimbing manusia menjadi manusia seutuhnya dan
mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan yang semakin terkikis, untuk kehidupan
yang lebih sempurna.
Pendidikan Humaniora memiliki prinsip yang bertujuan untuk membuat manusia
lebih manusiawi atau untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Bahwasanya
manusia diberkahi adanya akal dan budi daya yang menyebabkan cara dan pola
hidup yang berbeda diantara keduanya. Dan dengan adanya akal dan budidaya
manusia adalah sebagai pengemban nilai-nilai moral baik yang bersifat material
maupun spiritual.
Kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi
kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat. Dengan adanya kebudayaan inilah yang melatarbelakangi pendidikan
humaniora.
DAFTAR
PUSTAKA
Widagdho, Djoko. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Sukanto.1994. Dinamika Islam dan Humaniora. Solo: Indika Press.
Rafiek,
M. 2012. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Sleman: CV Aswaja Pressindo.
[2] Ibid, hlm. 24-34
[3] Sukanto, Dinamika Islam dan Humaniora (Solo:
Indika Press, 1994), hlm.v
[4] Ibid., hlm. 80
[5] Ibid., hlm. 81-93
[7] Ibid., hlm.
178-180
EmoticonEmoticon