Makalah
USHUL FIQH
(Definisi dan Ruang Lingkup Ushul Fiqh)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ushul Fiqh
Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan
Tahun Akademik 2015/2016
Dosen Pengampu : H.M.Ubaidillah,M.S.I
Oleh :
Kelas PAI/B
1. Muflikhatun Ni’mah (2021114007)
2. Lina Susyanti
(2021114239)
3. Nikko Ajie Pratama (2021114118)
4. Laela Nurmalita (2021114070)
5. Renova Letvio E (2021114311)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Definisi
dan Ruang Lingkup Ushul Fiqh”.
Makalah
ini disusun guna menambah wawasan pengetahuan mengenai definisi dan ruang
lingkup Ushul Fiqh. Tugas ini disajikan sebagai bahan materi mata kuliah Ushul
Fiqh STAIN Pekalongan.
Penulis
menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna.
Penulis sudah berusaha dan mencoba mengembangkan dari beberapa referensi
mengenai definisi dan ruang lingkup ushul fiqh yang saling berkaitan. Apabila
dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan
dan pembahasanya maka penulis sangat menyadari bahwa semua itu karena
keterbatasan kemampuan penulis. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembaca yang budiman. Amin.
Pekalongan,
6 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................ .... i
Daftar
Isi ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A.
Latar
Belakang Masalah................................................................ .... 1
B.
Rumusan
Masalah ......................................................................... 1
C.
Metode
Pemecahan Masalah ........................................................ .... 2
D.
Sitematika
Penulisan Makalah ........................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... .... 3
A.
Definisi
Ushul Fiqh....................................................................... .... 3
B.
Ruang
Lingkup Ilmu Ushul Fiqh................................................... .... 7
BAB III PENUTUP ............................................................................. .... 10
A.
Kesimpulan ....................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------------------ --- 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, banyak
masalah-masalah atau persoalan hukum bermunculan kemudian ditanyakan langsung
kepada beliau. Dan beliaupun menjawab dengan menyebutkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Dalam keadaan tertentu yang tidak ditemukan jawabanya dalam Al-Qur’an maka
beliau memberikan jawaban melalui penetapan beliau yang disebut hadits atau
sunnah. Al-Qur’an dan penjelasannya dalam bentuk hadits disebut sumber pokok
hukum Islam.
Al-Qur’an turun dalam bahasa arab demikian
pula hadits yang disampaikan Nabi juga berbahasa arab. Para sahabat Nabi
mempunyai pengetahuan yang luas tentang berbahasa arab. Apabila para sahabat
menemukan kejadian yang timbul dalam kehidupan mereka dan memerlukan ketentuan
hukumnya, mereka mencari jawabanya dalam Al-Qur’an, kemudian jika tidak
menemukan jawaban secara harfiah dalam Al-Qur’an maka mereka mencoba mencarinya
dalam koleksi hadits Nabi, dan jika dalam hadits Nabi tidak juga menemukan
jawabannya maka mereka menggunakan daya nalar yang disebut ijtihad.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu
kiranya merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian makalah
ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut.
1.
Apa pengertian dari Ushul Fiqih?
2.
Apa saja ruang lingkup kajian
Ushul Fiqh?
C. Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan
melalui metode kajian pustaka, yaitu
dengan menggunakan beberapa referensi
buku. Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah
yang dibahas dengan melakukan perumusan masalah, melakukan langkah-langkah
pengajian masalah, penentuan tujuan dan sasaran.
D. Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian,
meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah,
perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah;
Bab II, adalah pembahasan; Bab III, bagian penutup yang terdiri dari simpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Ushul Fiqh
Kata ushul fiqh merupakan kata majemuk
(murakkab idhafi) yang terbentuk dari dua kata, yaitu kata ushul dan kata fiqh.
Kata ushul adalah bentuk jama’ dari kata ashl, yang berarti pondasi sesuatu,
baik bersifat fisik (hissi) maupun non fisik (maknawi).[1]misalnya, kata ashl yang
berarti fondasi/dasar yang bersifat materi (berindera) adalah kalimat berikut
ini: “ashlu hadza al-bunyan qawiyy” (fondasi/dasar bangunan ini kuat),
sedangkan kata ashl yang berarti fondasi atau dasar yang bukan materi (non
inderawi) seperti terdapat pada kata “ushuluddin” (pondasi/dasar-dasar agama).[2]
Adapun menurut istilah, ashl mempunyai beberapa
arti berikut ini:
1.
Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan
para ulama ushul fiqh bahwa ashl dari wajibnya sholat lima waktu adalah firman
Allah SWT. Dan Sunah Rasul.
2.
Qa’idah, yaitu dasar atau fondasi sesuatu,
seperti sabda Nabi Muhammad SAW.:
بُنِيَ
الْاِسْلَا مُ عَلَى خَمْسَةِ أُ صُوْلٍ
Artinya:
“Islam itu didirikan atas lima ushul (dasar/fondasi).
3.
Rajih, yaitu yang terkuat, seperti dalam
ungkapan para ahli ushul fiqh:
اَلْأَ
صْلُ فِى الْكَلَا مِ الْحَقِيْقَةُ
Artinya:
“yang terkuat dari (kandungan) suatu hukum
adalah arti hakikatnya”
Maksudnya, yang menjadi patokan dari setiap
perkataan adalah makna hakikat dari setiap perkataan tersebut.
4.
Mustashhab, yakni memberlakukan hukum yang
sudah ada sejak semula selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Misalnya,
seseorang yang hilang, apakah ia tetap mendapatkan haknya seperti warisan atau
ikatan perkawinanya? Orang tersebut harus dinyatakan masih hidup sebelum ada
berita tentang kematianya. Ia tetap terpelihara haknya seperti tetap
mendapatkan warisan, begitu juga ikatan perkawinanya dianggap tetap.
5.
Far’u (cabang), seperti perkataan ulama ushul:
اَلْوَلَدُ فَرْعٌ لِلْأَ بِ
Artinya:
“anak adalah cabang dari ayah”. (al-Ghazali,
1:5)[3]
Adapun kata fiqh (الفقه), secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam, yang
membutuhkan pengerahan potensi akal. Pengertian ini dapat ditemukan dalam Surat
Thaha, 20: 27-28 yang berbunyi:
وَاحْلُلْ
عُقْدَ ةً مِنْ لِسَا نِيْ يَفْقَهُوْا قَوْ لِيْ
Dan lepaskanlah kekakuan dari
lidahku, supaya mereka memahami perkataanku.
Pengertian fiqh secara etimologi
ini juga ditemukan dalam Surat An-Nisa’, 4:78, dan Hud, 11: 91. Kemudian
pengertian yang sama juga terdapat dalam sabda Rasulullah SAW.:
مَنْ
يُرِ دِ اللّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّ يْنِ
Apabila Allah menginginkan
kebaikan bagi seseorang, maka ia akan memberikan pemahaman agama (yang
maendalam). (H.R.al-Bukhari, Muslim, Ahmad ibn Hanbal, al-Tirmidzi dan ibn Majah).[4]
Adapun pengertian fiqh secara
terminologi, pada mulanya diartikan sebagai pengetahuan keagamaan yang mencakup
seluruh ajaran agama, baik berupa akidah (ushuliah) maupun amaliah (furu’ah).
Ini berarti fiqh sama dengan pengertian syari’ah Islamiyah. Pada perkembangan
selanjutnya, fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan
tentag hukum syariah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang
telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil dari dalil yang terinci.
Untuk lebih jelasnya tentang
definisi fiqh secara terminologi dapat dikemukakan pendapat para ahli fiqh
terdahulu, yaitu:
اَلْعِلْمُ
بِالْأَ حْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبَةِ مِنْ أَ دِ لَّتِهَا
التَّفْصِيْلِيَّةِ
Artinya:
“ilmu tentang hukum syara’
tentang perbuatan manusia (amaliah) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang
terperinci.”
Begitu
pula didalam hadits yang berbunyi :
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى
الدِّيْنِ
Artinya
: siapa yang Allah kehendaki baik, maka
ia diberikan pemahaman yang mendalam tentang perkara agama. (HR. Bukhari
Muslim).[5]
Sementara itu, ulama lain
mengemukakan bahwa fiqh adalah:
مَجْمُوْعَةُ
الْأَ حْكَا مِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَةِ الْمُكْتَسَبَةِ مِنْ أَ دِ لَّتِهَا
التَّفْصِيْلِيَّةِ
Artinya
“himpunan hukum syara’
tentang perbuatan manusia (amaliah) yang diambil dari dalil-dalilnya yang
terperinci.”[6]
Adapun Secara
terminology lainnya arti ushul fiqih itu ada beberapa pendapat dengan
definisinya masing-masing, antara lain sebagai berikut:
1.
Menurut Abdul Hamid
Hakim:
Ushul Fiqih adalah dalil-dalil fiqih yang didapat secara garis besar,
sebagaimana pernyataan bahwa pada dasarnya setiap perintah itu menunjukkan
wajib, pada dasarnya setiap larangan itu menunjukkan haram, dan pada dasarnya
baik ijma’ maupun qiyas itu adalah juga menjadi dasar hukum syara’.
2.
Menurut Abdul Wahab
Khallaf:
Ushul fiqih adalah ilmu tentang qoidah-qoidah dan pembahasan-pembahasan
yang menjadi sarana untuk memperoleh hukuman syara’ amaliyah diambil dari
dalil-dalil terperinci.
3.
Menurut A.Hanafi MA:
Ushul fiqih ialah sumber-sumber (dalil-dalil) hukum syara’ tentang
perbuatan orang mukallaf dan bagaimana tata cara menunjukkannya kepada sesuatu
hukum dengan cara ijmal (garis besar).[7]
Setelah definisi ushul dan fiqh diketahui, baik
secara etimologi maupun terminologi, berikut ini akan dikemukakan definisi ushul
fiqh dalam pandangan para ahli ushul fiqh (ushuliyyin). Banyak definisi yang
dikemukakan oleh para ahli ushul fiqh. Sebagian ahli ushul fiqh menekankan pada
fungsi ushul fiqh, sedangkan yang lainya menekankanpada hakikatnya. Namun pada
prinsipnya mereka sependapat, bahwa ushul fiqh adalah ilmu yang objek kajianya
berupa dalil hukum syara’ secara ijmal (global) dengan semua permasalahanya.[8]
Menurut al-Baidhawi dari
kalangan ulama syafi’iyah (juz1:16) bahwa yang dimaksud dengan Ushul Fiqh itu
adalah:
مَعْرِفَةُ
دَ لَا ئِلِ الْفِقْهِ اِجْمَا لًا وَكَيْفِيَّةُ الْاءِ سْتِفَا دَةِ مِنْهَا
وَحَالُ الْمُسْتَفِيْدِ
Artinya:
“Ilmu pengetahuan tentang
dalil fiqh secara global, metode penggunaan dalil tersebut, dan keadaan
(persyaratan) orang yang menggunakanya.”
Selain itu, Ibnu al-Subki
(juz 1: 25) mendefinisikan Ushul fiqh sebagai:
دَ
لَا ئِلُ الْفِقْهِ اِجْمَا لًا
Artinya:
“Himpunan dalil fiqh secara
global.”
Jumhur ulama ushul fiqh
mendefinisikanya sebagai berikut:
اَلْقَوَاعِدُ
الَّتِىْ يَتَوَ صَّلُ بِهَا ا سْتِنْبَا طِ الْأَ حْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ مِنَ
الْأَ دِ لَّةِ
Artinya:
“Himpunan kaidah
(norma-norma) yang berfungsi sebagai sebagian alat penggalian syara’ dari
dalil-dalilnya.”
Pendapat ini dikemukakan oleh
Syaikh Muhammad al-Khudhary Beik, seorang guru besar Universitas al-Azhar Kairo.
AdapunKamaluddin Ibnu Humam dari kalangan ulama hanafiyah mendefinisikan ushul
fiqh sebagai:
اِدْ
رَاكُ الْقَوَاعِدِ الَّتِىْ يَتَوَصَّلُ بِهَا اِلَى ا سْتِنْبَا طِ الْفِقْهِ
Artinya:
“Pengetahuan tentang kaidah-kaidah
yang dapat mencapai kemampuan dalam penggalian fiqh.”[9]
Dengan demikian, ushul fiqh
adalah sebuah ilmu yang objeknya adalah dalil-dalil hukum/sumber-sumber hukum
dengan semua permasalahanya dan metode/cara penggalianya. Metode/cara tersebut harus
ditempuh oleh ahli hukum Islam dalam mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya.
Permasalahanya tersebut antara lain adalah menertibkan dalil-dalil dan menilai
kekuatan dalil-dalil tersebut.
B. Ruang
Lingkup Kajian Ushul Fiqh
Berdasarkan kepada beberapa definisi diatas,
terutama definisi yang dikemukakan oleh al-Baidhawi dalam kitab Nihayah a;-sul,
yang menjadi ruang lingkup kajian (maudhu’) ushul fiqh, secara global adalah
sebagai berikut:
1.
Sumber dan dalil hukum dengan berbagai
permasalahanya;
2.
Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum
tersebut;
3.
Metode/cara penggalian hukum dari sumber dan
dalilnya; dan
4.
Syarat-syarat orang yang berwenang melakukan
istinbath (mujtahid) dengan berbagai permasalahanya.
Khudhori Bek berpendapat
bahwa ruang lingkup ushul fiqh ada empat, yaitu hukum-hukum syara’,metode
istinbath, dalil-dalil hukum, dan ijtihad.
Menurut al-Syaukani, ruang
lingkup kajian ushul fiqh bertumpu pada istbat dan tsubu. Artinya adalah isbath
al-adillah lil ahkam wa tsubut al-ahkam bil adillah (menetapkan/menerapkan
dalil-dalil atas hukum-hukum dan menetapkan hukum-hukum dengan dalil-dalil).Contohnya
:
Di dalam kehidupan manusia
selalu terjadi perubahan social sehingga muncul persoalan-persoalan baru didalam
masyarakat. Untuk memecahkan persoalan yang baru belum ada nash yang jelas diperlukan
istimbat hukum. Istinbath artinya mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap permasalahan
yang muncul dalam masyarakat dengan melakukan ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil
yang ada dalam al-qur’an dan sunnah.[10]
Menurut al-Ghazali dalam kitab
al-Mustashfa, ruang lingkup kajian ushul fiqh ada empat yaitu:
1.
Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah
tsamrah (buah/hasil) yang dicari oleh ushul fiqh;
2.
Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab,
sunnah dan ijma’, karena semuanya ini adalah mutsmir (pohon);
3.
Sisi penunjukan dalil-dalil (wujuh dalalah
al-adillah), karena ini adalah thariq al-istitsmar (jalan/proses pembuahan).
Penunjukan dalil-dalil ini ada empat, yaitu dalalah bil manthuq (tersurat),
dalalah bil mafhum (tersirat), dalalah bil dharurat (kemadharatan), dan dalalah
bil ma’na al-ma’qul (makna rasional);
4.
Mustatsmir (yang membuahkan), yaitu mujtahid
yang menetapkan hukum berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalah muqallid
yang wajib mengikuti mujtahid, sehingga harus menyebutkan syarat-syarat
muqallid dan mujtahid serta sifat-sifat keduanya.[11]
Selain itu, dapat dipahami
pula ruang lingkup ilmu ushul fiqh berkaitan dengan:
1.
Proses penggalian hukum yang terkandung dalam
sumber ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits
2.
Proses penetapan hukum suatu objek perbuatan
Mukallaf
3.
Dalil-dalil hukum suatu perbuatan
4.
Eksistensi mujtahid sebagai penggali hukum dan
dalil syara’
5.
Kriteria Mujtahid atau syarat-syarat yang harus
dimiliki mujtahid
6.
Metode dan pendekatan yang digunakan oleh para
mujtahid dalam melakukan istinbath hukum
7.
Penerapan kaidah-kaidah ushul fiqh yang
diterapkan dalam menetapkan makna suatu nash dan ketentuan hukum yang terdapat
dalam makna yang di gali;
8.
Relevan dan tidaknya antara kaidah ushul fiqh
dan nash-nash yang dihadapi
9.
Penyelesaian masalah dengan kondisi dalil-dalil
yang dipandang bertentangan lafazh maupun maknanya dan
10. Barometer atau timbangan bagi
benar atau tidaknya proses istinbath hukum.
[12]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
ushul fiqh adalah sebuah ilmu yang objeknya
adalah dalil-dalil hukum/sumber-sumber hukum dengan semua permasalahanya dan
metode/cara penggalianya. Metode/cara tersebut harus ditempuh oleh ahli hukum
Islam dalam mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya. Permasalahanya tersebut
antara lain adalah menertibkan dalil-dalil dan menilai kekuatan dalil-dalil
tersebut.
Tujuan yang hendak dicapai dalam ilmu ushul
fiqih adalah untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’
yang terinci agar sampai kepada hukum-hukum syara’ yang bersifat amali.
Pokok bahasan ushul fiqih antara lain:
1.
Dalil-dalil atau sumber hukum syara’
2.
Hukum-hukum syara’ yang terkandung dalam dalil
3.
Kaidah-kaidah tentang usaha dan cara
mengeluarkan hukum syara’ dari dalil sumber yang mengandungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Haroen, Nasrun. 1997. Ushul Fiqh,
Cet.II. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Rohayana, Ade Dedi. 2006. Ilmu Ushul Fiqih, Cet.II.
Pekalongan: STAIN Pekalongan Press.
Saebani, Beni Ahmad. 2009. Ilmu
Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia.
Suwarjin. 2012. Ushul Fiqh. Yogyakarta:
Teras.
Syafe’i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih, Cet.IV.
Bandung: CV Pustaka Setia.
[1]Suwarjin, Ushul Fiqh
(Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1-2.
[2]Ade Dedi Rohayana, Ilmu
Ushul Fiqih Cet.II (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2006), hlm. 1-2.
[3]Rachmat Syafe’i, Ilmu
Ushul Fiqih, Cet.IV (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 17-18.
[4]Nasrun Haroen, Ushul
Fiqh, Cet.II (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 2.
[5]Sapiudin
shidiq, Ushul Fiqh ,(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011), hlm. 4.
[6]Rachmat Syafe’i, Op.
Cit., hlm. 19.
[7]Zen Amiruddin, Ushul
Fiqh,(Yogyakarta: Sukses Offset,2009), hlm.9-10.
[8]Ade Dedi Rohayana, Op.
Cit., hlm. 8.
[9]Rachmat Syafe’i, Op.
Cit., hlm. 20-21.
[10]Amir Syarifudin,Ushul Fiqih jilid
1(Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1997),hlm.35.
[11]Ade Dedi Rohayana,
Op.Cit., hlm. 10-11.
EmoticonEmoticon