PERSIS PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PAI



PENGEMBANGAN BAHAN PENGAJARAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah               : Perencanaan Sistem Pengajaran  PAI
Dosen pengampu        : Mochamad Iskarim, S.Pd.I., M.S.I

Oleh:
Kismanto                           (2021114295)
Fatchurahman Ali              (2021114145)
Khusna Ainun Ni’mah      (2021114208)
Widia Eka Futikha            (2021114241)

Kelas H

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI 
(STAIN) PEKALONGAN
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Bahan pengajaran adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mencapai kompetensi dan subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Bahan pengajaran bisa juga diartikan sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan dirancang sesuai kurikulum yang berlaku.
Bahan pengajaran tidak hanya memuat materi tentang pengetahuan tetapi juga berisi tentang keterampilan dan sikap yang perlu dipelajari siswa untuk mencapai standar kompetensi yang ditentukan pemerintah. Ketiga ranah kompetensi tertuang dalam sebuah bahan ajar.[1]
Sebelum kita menelah lebih lanjut tentang bahan pengajaran sebagai suatu subsistem pengajaran, maka ada baiknya kita paham lebih dulu, paling tidak secara mendasar tentang isi kurikulum secara keseluruhan. Dalam hubungan ini, ada dua hal yang perlu dikenal, yakni masalah pendekatan eksplorasi isi kurikulum dan pemetaan secara komperhenshif isi kurikulum dan skala yang luas.
B.       Rumusan Masalah
1.      Pendekatan apa saja yang dilakukan untuk mengeksplorasi isi kurikulum?
2.      Bagaimana langkah untuk mengidentifikasi bahan pengajaran?


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pendekatan Untuk Mengeksplorasi Isi Kurikulum
1.    Pendekatan Kultular (Kultur Nasional)
Dalam struktur kultur (kebudayaaan) nasional terdapat dimensi-dimensi keluarga, pendidikan, ekonomi, politik, sistem nilai, teknologi, rekreasi, dan dedikasi bantuan sosial. Jika dimensi-dimensi tersebut kita fokuskan pada dimensi pendidikan, maka dimensi ekonomi, politik dan sistem nilai akan menunjukkan tinjauan yang relatif berbeda, sedangkan dimensi-dimensi lainnya berperan sebagai dimensi penunjang. Ketiga dimensi tersebut masing-masing menyumbang kerangka acuan dalam rangka  mengekspresikan isi kurikulum.
Pendekatan ekonomi (produktivitas), Isi kurikulum berintikan pada program dan materi keterampilan dengan implikasi pentingnya peranan dan fungsi latihan. Dengan kata lain, isi kurikulum yang tidak menunjang pada usaha pembentukan warga yang berketerampilan dalam ekonomi seyogyanya diabaikan.
Pendekatan politik, Isi kurikulum dikembangkan untuk mencapai sasaran manusia/warga negara demokratis. Dengan kata lain, isi kurikulum mengarah pada pembentukan kecerdasan dan perluasan kesempatan belajar.
Pendekatan sistem nilai (humanistik), Isi kurikulum dikembangkan untuk mencapai sasaran kepribadian berdasarkan nilai-nilai sosial dan personal yang menjadi ciri khas kemanusiaan. Dengan kata lain, isi kurikulum disusun berdasarkan sistem nilai yang berorientasi pada pembentukan warga negara yang ‘baik’.[2]

2.     Pendekatan Multidimensional
Sesuai dengan pedekatan multidimensional, pengembangan isi kurikulum harus berdasarkan pada ‘keharusan-keharusan’, sebagai berikut.
Pertama, isi kurikulum berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan politik yang dilaksanakan oleh pemerintah, yang mencakup kebijaksanaan dalam pembangunan dan pendidikan.
Kedua, isi kurikulum dikembangkan berdasarkan konsep kependidikan, misalnya konsep pendidikan “siap pakai”, artinya para lulusan dipersiapkan agar mapu berkerja atau menempati lapangan kerja dalam masyarakat.
Ketiga, isi kurikulum dikembangkan berdasarkan psikologi belajar tertentu. Sejalan dengan konsep kependidikan (butir dua), maka psikologi behavioristik yang menekankan pada pembentukan tingkah laku atau dengan konsep belajar tuntas.
Keempat, isi kurikulum dikembangkan berdasarkan dimensi sosiologi vokasional, artinya yang mengacu ke pendidikan kejuruan sesuai dengan permintaan masyarakat. 
3.     Pendekatan Manajerial
Pendekatan manajerial berpangkal pada tingkat-tingkat pembuatan keputusan secara sistemik, sebagai berikut.
Pertama, tingkat makro, pengembangan isi kurikulum harus mencerminkan hubungan timbal balik antara pendidikan dengan variabel-variabel diluarnya, seperti ekonomi, kebudayaan, sosial, dan sebagainya.
Kedua, tingkat struktural, pengembangan isi kurikulum berdasarkan jenjang, fungsi, dan tujuan suatu lembaga pendidikan, yang sudah tentu berbeda derajat dan bobotnya serta ruang lingkupnya.
Ketiga, tingkat mikro, pengembangan isi kurikulum berdasarkan faktor-faktor dalam kurikulum itu sendiri, yang koheren atau satu sama lainnya.
Keempat, tingkat individual, pengembangan isi kurikulum berdasarkan kemungkinan terjadinya interaksi edukatif dalam proses belajar mengajar dikelas.
4.     Pendekatan Profesional
Pendidikan profesional mengacu ke pendidikan berdasarkan kompetensi sebagai indikator keahlian dalam bidang tertentu. Dewasa ini profesionalisasi dengan kompetensi yang berdasarkan pandangan-pandangan behavioristik sudah mulai ditinggalkan (khususnya pada negara maju), yang selanjutnya berlalih ke pandangan-pandangan behavioral humanisme, yang mengembangkan proses pendidikan yang adaptif dengan konsep bagaimana belajar.
Bertitik tolak dari pendekatan itu, maka isi kurikulum dikembangkan berdasarkan konsep perubahan masyarakat, yang diseabkan oleh peledakan-peledakan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, peledakan penduduk, peledakan kultural, peledakan aspirasi masyarakat, serta dinamika masyarakat itu sendiri.[3]
5.     Pendekatan Kompetensi
Pendekatan kompetensi merupakan pendekatan pengembangan kurikulum yang menfokuskan pada penguasaan kompetensi tertentu berdasarkan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Setiap peserta didik memiliki potensi bawaan sendiri-sendiri, meskipun aspek-aspek perkembangannya sama tetapi tingkatannya berbeda-beda. Guru-guru diharapkan dapat mengenali dan memahami potensi-potensi, terutama potensi-potensi tinggi yang dimiliki peserta didiknya. Dengan bekal pemahaman tersebut, mereka diharapkan dapat membantu mengembangkan potensi-potensi peserta didik sehingga dapat berkembang secara optimal.[4]
B.       Identifikasi Bahan Pengajaran
Bahan pengajaran bukan semata-mata berarti semua uraian yang tertera dalam buku sumber atau sumber tercetak lainnya, melainkan memiliki klasifikasi tertentu. Berdasarkan klasifikasi itulah, kemudian guru memilih bahan yang mana yang akan disajikan dalam perencanaan untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Sebagai kerangka acuan, bahan pengajaran umumnya diklasifikasikan dalam tiga bidang, yakni pengetahuan, keterampilan, dan afektif. Hal itu sesuai dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
  1. Kedudukan Materi Pengajaran
Materi pengajaran yang merupakan isi kurikulum sangat dekat kaitannya dengan strategi instruksional. Hal itu berarti, untuk mengajarkan jenis materi tertentu diperlukan strategi instruksional tertentu, dengan asumsi bahwa hal-hal yang diharapkan dalam tujuan pengajaran pada hakikatnya telah tercerminkan dalam materi yang hendak disajikan. Itulah sebabnya  ada yang dikenal sebagai pengajaran pengetahuan, keterampilan dan sikap/nilai.
  1. Peta Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi yang tersimpan dan terstruktur. Peta pengetahuan memuat empat kategori pengetahuan (fakta, prosedur, konsep, dan prinsip).
a.       Informasi faktual
Pengetahuan yang didapat dari fakta-fakta konkret, informasi verbal (simbolik), sistem fakta (konkret dan simbolik), dan bisa juga melalui prosedur (langkah demi langkah yang sederhana).
b.      Informasi konseptual
Pengetahuan yang didapat dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip tertentu. Konsep tersebut bisa berupa konsep konkret (situasi nyata), konsep yang didefinisikan,  dan sistem konsep (skema). Sedangkan prinsip-prinsip itu meliputi prinsip alamiah, prinsip  tindakan, dan sistem aturan (rule sistem).
  1. Peta Keterampilan
a.       Komponen perilaku terampil, Komponen tersebut adalah tahap pengamatan, penafsiran, perencanaan, kemudian perbuatan (perilaku).
b.      Keterampilan yang luas.
c.       Keterampilan interaktif, Mengandung unsur-unsur kognitif, afektif, dan psikomotorik yang ketiganya saling menuntut.
d.      Teknik memilih bahan pengajaran, Merinci pokok-pokok dan subpokok bahasan untuk disajikan kepada siswa. Itu berarti guru diminta agar merumuskan secara lebih khusus dan mengembangkannya. [5]
C.    Pengembangan Bahan Intruksional
1.    Pengembangan Bahan Intruksional Mandiri
Bahan belajar mandiri dikembangkan bila dalam pelaksanaan kegiatan intruksional peserta didik belajar secara mandiri, tanpa tergantung kehadiran pengajar. Untuk menciptakan bahan intruksional mandiri, tim pendesain dengan strategi intruksional melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Memilih dan mengumpulkan berbagai bahan intruksional. bahan-bahan tersebut berbentuk buku atau kombinasinya dengan bahan noncetak.
b.      Mengubah bentuk bahan tersebut kedalam bentuk bahan instruksional mandiri menjadi bahan cetak atau kombinasinya dengan noncetak.
c.       Meneliti kembali konsistensi isi bahan hasil ciptaannya dengan strategi instruksional.
d.      Meneliti kualitas teknis dari bahan tersebut, yang meliputi tiga hal yaitu : Bahasa yang sederhana dan relevan, Bahasa yang komunikatif, serta Desain fisik menarik dan jelas
2.    Pengembangan Bahan Instruksional Kompilasi
Tulang punggung pembelajaran tatap muka bersumber pada bahan instruksional kompilasi dan pengajar. Keduanya harus saling mengisi. Apa yang tidak terdapat pada bahan instruksional diisi oleh pengajar.
Berikut ini langkah-lngakah yang dapat digunakan oleh pendesain instruksional dalam mengembangkan bahan kompilasi.
a.       Memilih dan mengumpulkan bahan instruksional yang kebetulan tersedia dilapangan dan relevan dengan strategi instruksional.
b.      Menyusun bahan tersebut sesuai urutan tujuan instruksional dan urutan tahapan kegiatan instruksional yang terdapat dalam strategi instruksional.
c.       Mengidentifikasi baha-bahan yang tidak dapat diperoleh dari lapangan untuk diatasi dengan penyediaan bahan penyajian pengajar, misalnya dalam bentuk powerpoint.
d.      Menyusun petunjuk cara mempelajari bahan instruksional yang dibagikan kepada peserta didik.
e.       Menyusun bahan lain, bila masih diperlukan pengajar yang berupa bahan presentasi, gambar, bagan, dan semacamnya.
f.       Menyusun bahan penilainan hasil belajar dan kunci jawabanya.
3.    Pengembangan Bahan Instruksional Kombinasi 
Bahan instruksional kombinasi dikembangkan berdasarkan keputusan awal tentang daftar program studi, matakuliah, kurikulum diklat atau mata pelajaran yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran mandiri dan tatap muka. Semua jenis bahan tersebut tetap mengacu pada strategi instruksional. Bahan instruksional mandiri atupun bahan instruksional tatap muka dikembangkan secara terintegrasi, tidak terpisah, keterpaduan keduanya juga perlu dipertimbangkan.[6]
D.   Pengembangan Sumber Dan Bahan Ajar
1.      Sumber Belajar
Sumber belajar di tetapkan sebagai informasi yang disajikan dan disingkat dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa atau guru.
Menurut Cece Wijaya (1992: 36) ada enam jenis fungsi dalam pengembangan sumber belajar, yaitu:
a.       Fungsi riset dan teori
b.      Fungsi desain
c.       Fungsi produksi dan penempatan
d.      Fungsi evaluasi dan seleksi
e.       Fungsi organisasi dan pelayanan


Digunakan
Disesuaikan dengan modifikasi
Membuat  daftar kebutuhan melalui identifikasi sumber dan sarana pembelajaran
Tersedia
Belum tersedia
Sesuai
Tidak sesuai
Pinjam
Buat
Beli
Tahapan-tahapan pemanfaatan sumber belajar sebagai berikut.

                                           




2.      Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan dan penelaahan inflementasi pembelajaran. Bentuk bahan ajar paling tidak dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:
1.      Bahan cetak (printed) antar lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leafet, wallchart, foto/gambar, model/maket.
2.      Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam dan compact disk audio.
3.      Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.
4.      Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact disk interaktif.[7]
E.     Langkah – langkah pengembangan Bahan Belajar
1.    Identifikasi kebutuhan prioritas.
2.    Pemilihan bentuk (buku, audiovisual, alat peraga dll).
3.    Pemilihan isi atau bahan.
4.    Penulisan, ilustrasi, dan redaksi bahan belajar.
5.    Pra Tes naskah sarana belajar.
6.    Revisi naskah dan persiapan pencetakan.
7.    Pencetakan.[8]
F.    Pengembangan kurikulum Ralph W. Tyler
1.    Objectives, What educational purpose should to school seek to attain?
2.    Selecting Learning, What educational experiences can be provided that are likely to attain these purpose?
3.    Organizing Learning Experiences, How can these educational experiences be fectivelly organized?
4.    Evalution, How can we determinate whether these purpose are being attained? [9]


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Bahan pengajaran adalah bagian integral dalam kurikulum sebagaimana yang telah ditentukan dalam garis-garis besar program pengajaran. Itu sebabnya dapat dikatakan, bahwa pengajaran pada hakikatnya adalah isi kurikulum itu sendiri. Kita mengetahui bahwa isi kurikulum senantiasa mengacu ke usaha pencapaian tujuan-tujuan kurikulum dan tujuan-tujuan instruksional bidang studi. Bahan-bahan pengajaran itu sendiri adalah sebagai rincian daripada pokok-pokok bahasan dan subpokok-subpokok bahasan dalam GBPP/ kurikulum bidang studi bersangkutan.
Beberapa pendekatan untuk mengeksplorasi isi kurikulum, antara lain:
1.        Pendekatan Kultural (Kultur Nasional)
2.        Pendekatan Multidimensional
3.        Penedekatan Manajerial
4.        Pendekatan Profesional
Sebagai kerangka acuan, bahan pengajaran umumnya diklasifikasikan dalam tiga bidang, yakni pengetahuan, keterampilan, dan afektif.
Langkah – langkah pengembangan Bahan Belajar
1.      Identifikasi kebutuhan prioritas.
2.      Pemilihan bentuk (buku, audiovisual, alat peraga dll).
3.      Pemilihan isi atau bahan.
4.      Penulisan, ilustrasi, dan redaksi bahan belajar.
5.      Pra Tes naskah sarana belajar.
6.      Revisi naskah dan persiapan pencetakan.
7.      Pencetakan.


DAFTAR PUSTAKA

Arif, Zainudin dan Napitupulu. 1997.  Pedoman Menyusun Bahan Belajar. Jakarta: PT Gramedia Indonesia.

Hamalik, Oemar. 2014. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta : PT Bumi Aksara.

Lestari, Ika. 2013. Pengembangan Bahan Ajar berbasis Kompetensi Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Padang: Akademia Permata.

Majid, Abdul. 2013. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik, Implementasi dan Inovasi). Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Suparman, M. Atwi. 2012. Desain Instruksional Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Tyler, Ralp W. 1949. Basic Principles Curriculum and Instuction. Chicago: University Of Chicago Press




       [1] Ika Lestari, Pengembangan Bahan Ajar berbasis Kompetensi Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Padang: Akademia Permata, 2013), hlm. 1
       [2] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2014), hlm. 133
        [3]  Ibid.,hlm. 134-135.
        [4] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik, Implementasi dan Inovasi), (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2004), hlm. 68.
       [5] Oemar Hamalik, Op cit., hlm 139-149
       [6] M. Atwi Suparman, Desain Instruksional Modern, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 289-292.
                [7]  Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.169-182.
                  [8] Zainudin Arif dan Napitupulu, Pedoman Menyusun Bahan Belajar, (Jakarta: PT Gramedia Indonesia, 1997), hlm. 22.
[9]  Ralp W. Tyler, Basic Principles Curriculum and Instuction, (Chicago: University Of Chicago Press, 1949), hlm.1


EmoticonEmoticon