MAKUL CIVIC EDUCATION
SEKILAS OTDA dan
DESENTRALISASI
Istilah Otonomi daerah dan desentralisasi sering digunakan secara
campur baur dan keduanya ibarat satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Otda
adalah kewenangan yang diberikan dari pusat kepada daerah2 untuk mengatur
wilayahnya secara mandiri.
SENTRALISASI ATAUKAH DESENTRALISASI??? Para pendiri Negara Republik Indonesia
nampaknya menyadari bahwa bagi negara yang luas, berpenduduk besar seperti Indonesia
ini, akan lebih baik jika diselenggarakan secara desentralisasi.
desentralisasi dipilih bukan saja karena penyelenggaraan
administrasi publik yang tersentralisasi di Jakarta, namun juga dikarenakan
meningkatnya kompleksitas dan ketidakpastian proses pembangunan.
Melalui Kebijakan ini, diharapkan : ketimpangan
pembangunan bisa dengan cepat dipangkas, Sumberdaya yang ada dapat dikelola dan
memberikan kebaikan bagi para warganya, serta Menciptakan masyarakat Indonesia
yang lebih demokratis, adil dan sejahtera.
meski tak mudah, proses perubahan sistim pemerintahan
yang sentralistik menjadi terdesentralisasi hingga kini masih menjadi cara yang
terbaik untuk mengelola Negara Kesatuan Republik Indonsia yang membentang luas
dari sabang sampai merauke.
setelah era kemerdekaan perjalanan desentralisasi dan otda
mengalami pasang surut serta meninggalkan catatan penting. Tuntutan pelaksanaan
desentralisasi dan otda semakin menguat sejak terjadinya reformasi 1998.
Kemudian mucul uu no 22 th 1999 kemudian disempurnakan melalui uu no 32 th 2004.
Politik desentralisasi tersebut diterjemahkan melalui
kebijakan-kebijakan otonomi daerah, yang sejak 1945 hingga saat ini, Indonesia
telah mempunyai sembilan kebijakan desentralisasi, yaitu UU No. 1 Tahun 1945,
UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, PP No. 6 Tahun 1959 jo Penetapan
Presiden No. 5 Tahun 1960, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22
Tahun 1999, dan UU No. 32 Tahun 2004.
PEMEKARAN
DAERAH
Dalam
perkembangannya Desentralisasi dan Otonomi daerah ternyata juga sering disalah
artikan sebagai bentuk legitimasi upaya pemekaran wilayah untuk membentuk
daerah2 otonomi baru.
Padahal
kerap terjadi daerah itu sama sekali tidak siap menjalankan roda pemerintahan
dan belum mampu melaksanakan fungsinya untuk melayani masyarakat secara mandiri
Otonomi daerah ataupun pemekaran daerah sampai sekarang masih
berlangsung..
Harus
tambah berapa lagi provinsi yang harus kita apalin.
Zaman
orba waktu mengakhiri tahun 1999 ada 319
daerah otonom.. mendadak sontak pada era reformasi naik tinggi tercepat didunia
tingkat pertumbuhan daerah otonomnya sampai 205 selama 10 tahun saja
1999-2009..
Daerah2
otonom baru itu tdk perform, pekerjaannya tdk bagus, pelayanan publik tdk
bertambah baik, kesejahteraan masyarakat tdk meningkat,
OTONOMI DI DAERAH
PEKALONGAN
Pekalongan.. setiap mendengar kata pekalongan
pasti yang terlintas dipikiran kita adalah batik.. Bla xxxxxxx......
Untuk Otonomi di Pekalongan sendiri,
Dibidang kesehatan misalnya yang tadinya seragam dan tersentralisasi
kini bisa menjangkau ke kawasan terpencil dan dirancang sesuai yang dihadapi
daerah setempat.
Dibidang pendidikan, penataan akses pendidikan sudah bisa dirasakan
semua pihak dan memperhatikan prioritas kebutuhan masyarakat lokal..
putra–putri daerah yang berprestasi
bisa terpantau dan mendapat kesempatan untuk meneruskan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi dengan skema beasiswa pemerintah daerah.
Sementara di bidang infrastruktur pemerintah daerah menjadi lebih
leluasa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur sesuai dengan kebutuhan
warga lokal yang mempertimbangkan faktor geografis.
OTONOMI KHUSUS
(OTSUS)
Pertanyaannya,
“mengapa ada otonomi khusus” di dalam suatu negara yang menganut paradigma
politik administrasi negara yang desentralistik seperti Indonesia yang
memberikan status “otonomi khusus” bagi Aceh, Papua, Jakarta, dan status
“istimewa” bagi Yogyakarta, yang pada saat ini sedang diperjuangkan menjadi
bentuk lain dari varian “otonomi khusus” di Indonesia.
Papua menjadi bagian dari Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963 melalui
Persatuan Bangsa-bangsa (PBB). Sebelum diberi nama “Irian Jaya”, kawasan ini dikenal
dengan nama “Papua”. Nama “Papua” pada awalnya dipergunakan oleh pelaut
Portugis Antonio d’Arbreu, yang mendarat di pulau ini pada tahun 1521.
kebijakan Otonomi Khusus di Papua dilatarbelakangi antara lain oleh ketidakpuasan masyarakat
lokal terhadap pemerintah pusat. Konflik yang muncul di dalamnya akhirnya
membuat kebijakan Otonomi Khusus dipilih sebagai solusi.
Sejak diberlakukan melalui UU No 21 tahun 2001 Otonomi Khusus
(Otsus) menetapkan 4 sasaran pembanguan yaitu disektor pendidikan, kesehatan,
pemberdayaan ekonomi rakyat dan pembangunan infrastruktur.
Papua tercatat memiliki kekayaan alam yang melimpah. Namun demikian,
Papua merupakan provinsi yang paling terbelakang di Indonesia. Pada tahun 1997
–sebelum krisis-- tingkat kemiskinan Papua dilaporkan di atas 50%, sementara
rata2 tingkat kemiskinan nasional telah mendekati 14%. Papua menjadi provinsi
dengan populasi miskin terbesar di Indonesia. disusul Nusa Tenggara Timur,
Maluku.
Desakan
untuk menggunakan kembali nama “Papua” berangkat dari kekecewaan elit politik
lokal karena selama 36 tahun di bawah tatanan Orde Lama, Orde Baru. kawasan ini
tetap menjadi kawasan terbelakang dan semakin tertinggal dibanding kawasan lain.
Kekecewaan akan pembangunan Papua di kalangan elit politik dan budaya Papua
mendorong gerakan-gerakan separatis. Kecemasan akan adanya gerakan tersebut,, mendorong
lahirnya pemikiran tentang “otonomi khusus” bagi Papua.
OTONOMI DAERAH
SALAH KAPRAH
Dulunya otda
kan untuk pemerataan pembangunan...
Dan sampai saat
ini yang namanya otda itu memang telah berhasil melakukan pemerataan..... bukan
pemerataan pembangunan LOYA... tapi pemerataan korupsi.. padahal otda itu
niatnya baik: pemerataan pembangunan tapi justru untuk sarana itu tadi,,
Kita lihat saja
para koruptor sekarang itu tidak hanya dipusat, tidak hanya di jakarta, tapi
juga terjadi di banyak daerah
Bicara tentang
efek otonomi daerah yang justru dianggap menyuburkan praktek korupsi.
Sampai sekarang
kepala daerah yang masuk kena proses hukum..
ada 309 sudah,,
tapi dengan
landasan asas kekeluargaan makanya sering terjadi proyek2 pemerintah pun
dilaksanakan dengan asas kekeluargaan.. jadi sudah 11 % sekitar 158 dari 524
kepala daerah kita yang mempraktekkan politik dinasti..
pemerintah
pusat itu kadang memang suka sulit untuk mengontrol terjadinya korupsi
didaerah2 itu..
bagaimana mau
mengontrol daerah, dipusat pun pemerintah saja itu justru kadang mjd
penyelenggara korupsinya ...
ibaratnya ya
korupsi itu seperti lari estafet itu lo... dari pusat ke daerah ayo korupsi..
sistem pilkada
yang telah berlangsung yang sudah dimulai sejak 2005 tidak banyak manfaatnya
justru banyak mudharatnya, sampai hakim juga kena cipratannya spt kemarin ketua
MK..
PEJABAT MLKKN
NEPOTISME MAKA RAKYAT YG JD REPOTISME
PENUTUP
Desentralisasi
adl sebuah keniscayaan, ini wujud dari pesan UUD pasal 18.
Karena
itu otda adl sebuah harga mati yang tidak boleh dirubah2 dan ini menjadi
komitmen kita bersama, karena dengan sistem inilah kita dapat meyakini bahwa
pemerintahan lebih efektif. Sistem sentralistik di dalam negara yang sebesar
ini pasti tidak akan efektif. Tapi apapun namanya DESENTRALISASI ataupu
SENTRALISASI tujuan akhirnya adalah bagaimana bisa mempercepat mewujudkan
kesejahteraan rakyat, menjamin keadilan, dan juga pemerataan serta
demokratisasi yang terus kita tumbuh dan kembangkan di daerah...
akankah
Indonesia menemukan bentuk baru dari desentralisasi yang efektif di dalam
kerangka negara kesatuan republik Indonesia???
EmoticonEmoticon