BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
”Inna Allah yab’ats li hâdzih al-ummah
’alâ kull ra’s mi’ah sanah man yujaddid lahâ dînahâ”. (Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap pengujung
seratus tahun seorang yang memperbarui agama umat ini). Hadits ini
merupakan dasar pentingnya pembaruan dalam Islam, karena secara eksplisit dalam
hadits ini disebutkan adanya pembaruan dalam agama pada setiap pengujung
seratus tahun (seabad), yang kemudian menjadi acuan bagi kebangkitan Islam.
Jadi, terdapat siklus rutin setiap abad tentang terjadinya kebangkitan Islam
yang diawali dengan adanya pembaruan dalam agama.
Jiwa hadits tersebut sepertinya juga
terjadi dalam sejarah kebangkitan nasional di Indonesia. Di ujung abad ke-20,
setelah seratus tahun dari fase kebangkitan Islam pertama, terjadi kebangkitan
Islam kedua, yaitu tepatnya diawali pada tahun 1990 ketika MUI merekomendasikan
lahirnya lembaga perbankan berbasis non-bunga. Ini adalah merupakan awal dari
gerakan ekonomi syariah di Indonesia, sebagai kelanjutan dari pendapat para
ulama bahwa sistem ekonomi yang dijalankan di Indonesia tidak sesuai dengan
semangat ajaran Islam, karena berbasis bunga. Memang diskursus tentang sistem
ekonomi telah didominasi oleh dua sistem, yakni sistem ekonomi kapitalis dan
sosialis/komunis. Masing-masing dari dua sistem ini berebut pengaruh dan kemudian
menancapkan hegemoninya pada negara-negara berkembang.
Sejarah mencatat, dominasi dua sistem
ekonomi ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang, sehingga keduanya membentuk
sebuah kesadaran umum, termasuk pada umat Islam, bahwa tidak ada pilihan lain
dalam menjalankan sistem ekonomi kecuali harus memilih salah satu di antara
keduanya. Namun demikian, pada saat itu sejumlah ulama dan cendekiawan muslim yang
kemudian jumlahnya terus bertambah mulai melihat fakta bahwa kedua sistem
ekonomi tersebut tidak bisa diharapkan terlalu banyak, karena telah terbukti
dampak buruk dari kedua sistem ekonomi ini. Mereka pun berfikir perlu
dikembangkannya sistem ekonomi alternative selain dua sistem ekonomi tersebut.
Setidaknya ada dua upaya yang dilakukan, yakni :
o
mengombinasikan
dua sistem ekonomi tersebut ke dalam sistem ekonomi baru, seperti yang telah
dikembangkan oleh China selama dua dekade ini; dan
o
memunculkan
sistem ekonomi yang benar-benar berbeda dari semangat kedua sistem ekonomi
terdahulu. Upaya kedua ini yang menjadi pintu masuk bagi sistem ekonomi syariah
sebagai pilihan.
Keyakinan bahwa sistem ekonomi syariah
dapat menutupi kelemahan dan kekurangan sistem ekonomi kapitalis atau
sosialis/komunis dianggap sebagai keyakinan yang berlebihan dan bahkan dianggap
sebagai sebuah pernyataan bombastis-idealistis. Kondisi seperti ini memang
merupakan fakta sejarah yang terjadi di negara-negara Islam, tidak terkecuali
di Indonesia. Sampai dengan awal tahun 1990an pelan-pelan perjuangan untuk
pengakuan sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi alternatif mulai
diterima. Kebijakan politik negeri ini memberikan dukungan pertama kali dengan
legislasi UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang memungkinkan
beroperasinya bank dengan sistem bagi hasil (pasal 6). UU ini kemudian dirubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, yang secara eksplisit menyebutkan istilah "bank berdasarkan
prinsip syariah".
Dengan demikian, rekomendasi MUI tentang
mendesaknya pendirian lembaga keuangan yang bebas bunga menjadi moment penting
bagi dimulainya gerakan ekonomi syariah di Indonesia. Gerakan dan perjuangan
ekonomi syariah ini dikawal oleh lembaga-lembaga yang lahir dari gerakan ini,
seperti Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Masyarakat
Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), dan sebagainya.
Gerakan dan perjuangan ekonomi syariah ini kemudian melahirkan lembaga-lembaga
teknis di lingkungan pemerintah, seperti Direktorat Perbankan Syariah di Bank
Indonesia, Direktorat Pembiayaan Syariah di Departemen Keuangan, dan berbagai
biro di Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
Gerakan ini juga melahirkan sejumlah
undang-undang dan peraturan perundangan lainnya, misalnya Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008
Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Berbagai Peraturan Bank
Indonesia, Peraturan Bapepam, dan peraturan-peraturan lainnya. Di samping itu,
gerakan ini juga melahirkan lembaga-lembaga keuangan syariah meliputi:
perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, pembiayaan syariah,
pasar modal syariah, bursa komoditi syariah, bisnis syariah, dan sebagainya.
Itu semua merupakan bagian dari apa yang
disebut sebagai gerakan kebangkitan Islam kedua. Berbeda dengan kebangkitan
Islam pertama yang merupakan gerakan politik, kebangkitan Islam kedua merupakan
gerakan ekonomi. Semangat dari gerakan ini adalah membebaskan Indonesia dari
pengaruh sistem ekonomi kapitalis-ribawi yang “menjajah” negeri ini. Gerakan
ini diharapkan dapat menginspirasi dan mendorong lahirnya kebangkitan nasional
kedua yang akan melahirkan ekonomi yang berkeadilan, melahirkan Indonesia yang
sejahtera, Indonesia yang diridhai oleh Allah, Indonesia yang baldatun thayyibatun
warabbun ghafurun.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah bank syariah di dunia dan di Indonesia?
2.
Apa saja jenis
dan pilihan produk yang dipasarkan Bank Syariah Bukopin?
BAB II
Sejarah Bank Syariah di Dunia dan
di Indonesia
A.
Sejarah Bank
Syariah di Dunia
Konsep teoritis mengenai Bank Islam muncul pertama kali
pada tahun 1940-an di Pakistan dan Malaysia, dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan bagi
hasil.[1] Berkenaan
dengan ini dapat disebutkan pemikiran-pemikiran dari penulis antara lain Anwar
Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952). Uraian yang lebih
terperinci mengenai gagasan pendahuluan mengenai perbankan Islam ditulis oleh
ulama besar Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad
Hamidullah (1944-1962).
Secara kelembagaan yang merupakan Bank Islam pertama
adalah Myt-Ghamr Bank. Didirikan di Mesir pada tahun 1963,[2]
dengan bantuan permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan binaan dari
Prof. Dr. Abdul Aziz Ahmad El Nagar. Myt-Ghamr Bank dianggap berhasil memadukan
manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah Islam dengan
menerjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah pedesaan
yang sebagian besar orientasinya adalah industri pertanian. Namun karena
persoalan politik, pada tahun 1967 Bank Islam Myt-Ghamr ditutup. Kemudian pada
tahun 1971 di Mesir berhasil didirikan kembali Bank Islam dengan nama Nasser
Social Bank, hanya tujuannya lebih bersifat sosial daripada komersil.
Bank Islam pertama yang bersifat swasta adalah Dubai
Islamic Bank, yang didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari
berbagai negara. Pada tahun 1977 berdiri dua bank Islam dengan nama Faysal
Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Dan pada tahun itu pula pemerintah Kuwait
mendirikan Kuwait Finance House .
Secara internasional, perkembangan perbankan Islam pertama
kali diprakarsai oleh Mesir. Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara
Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi Pakistan bulan Desember 1970,
Mesir mengajukan proposal berupa studi tentang pendirian Bank Islam
Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal
pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Banks). Inti usulan
yang diajukan dalam proposal tersebut adalah bahwa sistem keuangan bedasarkan
bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerjasama dengan skema bagi hasil
keuntungan maupun kerugian.
Proposal tersebut diterima, dan sidang menyetujui rencana
pendirian Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. Bahkan sebagai
tambahan diusulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan
Investasi dan Pembangunan Negara-negara Islam (Investment and Development
Body of Islamic Countries), serta pembentukan perwakilan-perwakilan khusus
yaitu Asosiasi Bank-bank Islam (Association of Islamic Banks) sebagai badan
konsultatif masalah-masalah ekonomi dan perbankan Islam.
Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya
bulan Maret 1973, usulan sebagaimana disebutkan di atas kembali diagendakan.
Bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili negara-negara Islam penghasil minyak
bertemu di Jeddah untuk membicarakan pendirian Bank Islam. Rancangan pendirian
bank tersebut, berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dibahas pada
pertemuan kedua, bulan Mei 1972. Pada Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah
tahun 1975 berhasil disetujui rancangan pendirian Islamic Development Bank
(IDB) dengan modal awal 2 milyar dinar dan beranggotakan semua negara anggota
OKI .
Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980-an, Bank-bank
Islam bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran,
Malaysia, Bangladesh dan Turki. Secara garis besar lembaga-lembaga perbankan
Islam yang bermunculan itu dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni
sebagai Bank Islam Komersial (Islamic
Commercial Bank), seperti Faysal Islamic Bank (Mesir dan Sudan), Kuwait
Finance House, Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic Bank for Finance and
Investment, Bahrain Islamic Bank dan Islamic International Bank for Finance and
Development; atau lembaga investasi dengan bentuk international holding companies,
seperti Daar Al-Maal Al-Islami (Geneva), Islamic Investment Company of the
Gulf, Islamic Investment Company (Bahama), Islamic Investment Company (Sudan),
Bahrain Islamic Investment Bank (Manama) dan Islamic Investment House (Amman).[3]
B.
Sejarah Bank
Syariah di Indonesia
Sejarah Bank Syariah di Indonesia dapat kita
telusuri kehadirannya dengan merunut aturan atau regulasi yang berkaitan dengan
perbankan di Indonesia. Pengertian Bank syariah sebagai salah satu badan usaha
di bidang keuangan tentunya harus memiliki regulasi perbankan sebagai landasan
hukum dalam menjalankan usahanya tersebut.
Kehadiran pertama bank syariah di Indonesia
dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat pada tahun 1991 dan mulai beroperasi
penuh tahun 1992. Untuk mengetahui runutan sejarah hingga kehadiran sejumlah
bank syariah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Tahun 1967-1983
Lahirnya
Regulasi Perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perbankan. Dalam pasal 13 huruf c diterangkan bahwa dalam usaha bank di dalam
operasinya menggunakan sistem kredit dan tidak mungkin melaksanakan kredit
tanpa mengambil bunga. Hal ini karena konsep bunga ini melekat dalam pengertian
kredit itu sendiri. Lalu era tahun 1980an terjadi kesulitan pengendalian
tingkat bunga oleh Pemerintah karena Bank-Bank yang telah didirikan sangat
tergantung kepada tersedianya likuiditas Bank Indonesia sehingga Pemerintah
mengeluarkan Deregulasi 1 Juni 1983 yang membuka belenggu tingkat bunga ini.
Deregulasi ini menimbulkan kemungkinan bagi Bank untuk menentukan tingkat bunga
sebesar 0% yang merupakan penerapan sistem perbankan syariah melalui perjanjian
murni sesuai prinsip bagi hasil.
2.
Tahun 1988
Terhitung
sejak adanya deregulasi 1 Juni 1983, lima tahun kemudian yakni pada tahun 1988,
Pemerintah memandang perlu untuk membuka peluang bisnis di bidang perbankan
seluas-luasnya. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memobilisasi dana
masyarakat untuk menunjang pembangunan. Maka pada tanggal 27 Oktober 1988,
Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober (PAKTO)
yang berisi tentang liberalisasi perbankan yang memungkinkan pendirian
bank-bank baru selain bank yang telah ada. Pada era ini, dimulailah pendirian
Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah. Kemudian Majelis Ulama
Indonesia melangsungkan Musyawarah Nasional IV pada tahun 1990 dimana hasil
Munas tersebut mengamanatkan untuk membentuk kelompok kerja untuk mendirikan
Bank Islam di Indonesia.
3.
Tahun 1991 -
sekarang
Tahun
1991, Bank Mualamat Indonesia kemudian lahir sebagai kerja tim perbankan MUI
tersebut dan mulai beroperasi penuh setahun kemudian. Pada periode ini,
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
memperkenalkan sistem perbankan bagi hasil. Dalam pasal 6 huruf (m) dan pasal
13 huruf (c) menyatakan bahwa salah satu usaha bank umum dan Bank Perkreditan
Rakyat adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil. Ketentuan ini menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking sistem) di Indonesia, yaitu
beroperasinya sistem perbankan umum dan sistem perbankan dengan prinsip bagi
hasil. Dalam sistem perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis
dan bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan,
serta mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Kemudian pada
tahun 1998, terjadi perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Perubahan itu semakin
mendorong berkembangnya keberadaan sistem perbankan syariah di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang ini, Bank Umum Umum diperbolehkan untuk melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu melalui pembukaan UUS (Unit
Usaha Syariah). Bank umum dapat memilih untuk melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan sistem umum atau berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kedua
kegiatan tersebut. Sehingga kemudian tahun 2008, keluarlah UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang melengkapi minimnya regulasi perbankan syariah
selama ini.
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 mengatur
beberapa ketentuan baru di bidang perbankan syariah, antara lain otoritas fatwa
dan komite perbankan syariah, pembinaan dan pengawasan syariah, pemilihan dewan
pengawas syariah (DPS), masalah pajak, penyelesaian sengketa perbankan, dan
konversi unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS). Lalu
Undang-undang ini memberikan keleluasaan dalam pengembangan perbankan syariah
sehingga memberi peluang besar ke depannya. Keleluasaan itu antar lain adalah :
Pertama, Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
tidak bisa dikonversi menjadi Bank Umum. Sedangkan Bank Umum dapat dikonversi
menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7). Kedua, bila terjadi penggabungan
(merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank Syariah dengan Bank Non Syariah
wajib menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2). Ketiga, bank umum umum yang
memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan pemisahan (spin off) apabila
(Pasal 68 ayat 1), UUS mencapai asset paling sedikit 50 persen dari total nilai
aset bank induknya; atau 15 tahun sejak berlakunya UU Perbankan Syariah.
Lalu banyak kegiatan usaha yang tidak
dapat dilakukan oleh bank umum namun dapat dilakukan oleh BUS. Di antaranya,
bank syariah bisa menjamin penerbitan surat berharga, penitipan untuk
kepentingan orang lain, menjadi wali amanat, penyertaan modal, bertindak
sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun juga menerbitkan, menawarkan serta
memperdagangkan surat berharga jangka panjang syariah. Dan kemudian perbankan
syariah dapat menjalankan layanan yang sifatnya sosial. Misalnya
menyelenggarakan lembaga baitul mal yang bergerak menerima dan menyalurkan dana
zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya kemudian menyalurkannya
kepada organisasi pengelola zakat.[4]
BAB III
Fungsi-Fungsi Bank Syariah
A.
Fungsi-fungsi
Bank Syariah
Fungsi
bank syariah dalam paradigma akuntansi Islam, secara garis besar terdiri
atas 4 fungsi utama, hal ini termuat
dalam buku “bank syariah dari teori ke praktik” karangan Muhamad Syafi’i
Antonio, yaitu fungsi bank syariah sebagai manajemen investasi, fungsi bank
syariah sebagai investasi, fungsi bank syariah sebagai jasa-jasa keuangan, dan
fungsi bank syariah sebagai jasa sosial.[5]
1.
Manajemen Investasi
Bank syariah merupakan manajer investasi dari pemilik dana yang dihimpun,
karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana
yang dihimpun sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan
profesionalisme dari bank syariah.
Bank syariah bisa melakukan fungsi ini berdasarkan kontrak Mudharabah. Bank (di dalam kapasitasnya sebagai seorang Mudharib yaitu seseorang yang melakukan investasi dana-dana pihak lain).
Bank syariah bisa melakukan fungsi ini berdasarkan kontrak Mudharabah. Bank (di dalam kapasitasnya sebagai seorang Mudharib yaitu seseorang yang melakukan investasi dana-dana pihak lain).
2.
Investasi
Bank syariah menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan jenis dan pola investasi yang sesuai dengan Syariah
Investasi yang sesuai dengan syariah tersebut meliputi akad Murabahah, sewa-menyewa, musyarakah, akad Mudharabah, akad Salam atau Istisna, pembentukan perusahaan, dll.
Bank syariah menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan jenis dan pola investasi yang sesuai dengan Syariah
Investasi yang sesuai dengan syariah tersebut meliputi akad Murabahah, sewa-menyewa, musyarakah, akad Mudharabah, akad Salam atau Istisna, pembentukan perusahaan, dll.
3.
Jasa Keuangan
Dalam menjalankan fungsi ini, bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank
konvensional, seperti memberikan pelayanan kliring, transfer, inkaso,
pembayaran gaji dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan asalkan tidak melanggar
prinsip prinsip syariah.
Bank syariah juga menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar agency contract atau sewa. Contohnya letter of guarantee, wire transfer, letter of credit.
Bank syariah juga menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar agency contract atau sewa. Contohnya letter of guarantee, wire transfer, letter of credit.
4. Jasa Sosial
Konsep
perbankan syariah mengharuskan bank-bank syariah memberikan pelayanan sosial
baik melalui Qard (pinjaman kebajikan) atau Zakat dan dana sumbangan sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam.
Disamping itu,
konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank-bank Islam untuk memainkan peran
penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberikan kontribusi
bagi kesejahteraan sosial.
BAB IV
Visi
Misi dan Profil Bank Syariah Bukopin
A.
Profil Bank
Syariah Bukopin
Perjalanan
PT Bank Syariah Bukopin dimulai dari sebuah bank umum, PT Bank Persyarikatan
Indonesia yang diakuisisi oleh PT Bank Bukopin Tbk untuk dikembangkan menjadi
bank Syariah. Bank Syariah Bukopin mulai beroperasi dengan melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah setelah memperoleh izin operasi
Syariah dari Bank Indonesia pada tanggal 27 Oktober 2008 dan pada tanggal 11
Desember 2008 telah diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia.
Komitmen
penuh dari PT Bank Bukopin Tbk sebagai pemegang saham mayoritas diwujudkan
dengan menambah setoran modal dalam rangka untuk menjadikan PT Bank Syariah
Bukopin sebagai bank syariah dengan pelayanan terbaik.
Dan
pada tanggal 10 Juli 2009 melalui Surat Persetujuan Bank Indonesia, PT Bank
Bukopin Tbk telah mengalihkan Hak dan Kewajiban Usaha Syariah-nya kedalam PT
Bank Syariah Bukopin.
B.
Visi Bank Syariah Bukopin
“Menjadi Bank Syariah Pilihan dengan Pelayanan
Terbaik”
C.
Misi Bank
Syariah Bukopin
1.
Memberikan pelayanan terbaik pada nasabah
2.
Membentuk sumber daya insani yang profesional dan amanah
3.
Memfokuskan pengembangan usaha pada sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil &
Menengah)
BAB
V
Jenis
dan Pilihan Produk Bank Syariah Bukopin
A.
Jenis dan
pilihan produk yang dipasarkan Bank Syariah Bukopin
1.
Pendanaan:
a. Tabungan iB SiAga
Tabungan iB SiAga adalah Jenis simpanan pada Bank Syariah Bukopin untuk
perorangan dalam bentuk mata uang Rupiah yang penarikannya hanya dapat
dilakukan dengan cara tertentu yang telah dipersyaratkan.
1) Akad
simpanan yang berprinsip wadi’ah yad dhamanah, yang
berarti mustawda (Bank) dapat memanfaatkan dana dan menyalurkan dana
yang disimpan serta menjamin bahwa dana tersebut dapat ditarik setiap saat oleh
muwwadi (Nasabah).
2) Manfaat
a) Keamanan dana terjamin
b) Dapat digunakan sebagai jaminan pembiayaan sesuai
dengan kebijakan pembiayaan dan referensi Bank
c) Dapat ditarik atau disetor di seluruh kantor Bank
Syariah Bukopin
d) Bebas biaya administrasi bulanan
e) Mendapatkan kartu ATM
f) Bank dapat memberikan bonus, namun tidak diperjanjikan
di awal
g) Perlindungan asuransi secara gratis untuk nasabah
dengan saldo rata-rata akhir bulan minimal Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) Perorangan dan
badan usaha.
b. Tabungan iB Rencana
Tabungan iB Rencana adalah Jenis
tabungan berjangka dengan potensi bagi hasil yang kompetitif guna memenuhi
kebutuhan di masa yang akan datang, sekaligus memberikan manfaat proteksi
asuransi jiwa gratis.
1)
Akad
Mudharabah
Mutlaqah, dimana Bank (mudharib) diberikan kuasa
penuh oleh Penabung (shahibul maal) untuk menggunakan dana tersebut
tanpa larangan/batasan dan Bank (mudharib) wajib memberitahukan kepada
Penabung (shahibul maal) mengenai nisbah (bagi hasil) keuntungan
yang diperoleh dan risiko yang timbul serta ketentuan penarikan dana sesuai
dengan akadnya.
2) Manfaat
a)
Kepastian dana
untuk pendidikan anak sesuai rencana.
b)
Investasi untuk
kebutuhan multiguna dan masa depan.
c)
Sarana investasi
dengan bagi hasil yang menguntungkan dan kompetitif.
d) Meningkatkan
kedisiplinan Penabung untuk menabung.
c.
Tabungan iB SiAga Bisnis
Tabungan iB SiAga Bisnis adalah
Simpanan yang diperuntukan bagi perorangan dan badan usaha, yang penarikannya
dapat dilakukan sesuai dengan syarat dan ketentuan tertentu yang telah
disepakati dan tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro atau media lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
1)
Akad
Simpanan
yang berprinsip Mudharabah Mutlaqah, yang berarti Bank (mudharib)
diberikan kuasa penuh oleh penabung (shahibul maal) untuk menggunakan
dana tersebut tanpa larangan / batasan dan Bank (mudharib) wajib
memberitahukan kepada penabung (shahibul maal) mengenai nisbah (porsi)
bagi hasil yang diperoleh dan risiko yang timbul serta ketentuan penarikan dana
sesuai dengan akad.
2)
Manfaat
a)
Sarana investasi
atau pengelolaan dana dalam bentuk tabungan
b)
Sarana dalam
transaksi bisnis dan dapat memantau transaksinya
c)
Keterangan
transaksi lebih informatif
d) Bagi
hasil yang kompetitif
e)
Dapat dijadikan
jaminan pembiayaan sesuai dengan referensi Bank
f)
Mendapatkan
kartu ATM
g)
Dapat ditarik
dan disetor di seluruh kantor Bank Bukopin Syariah serta dapat ditarik di
seluruh jaringan ATM Bukopin dan jaringan ATM Prima/BCA.
d.
Tabungan iB Haji
Tabungan iB Haji adalah Simpanan untuk
perorangan dalam bentuk mata uang rupiah yang mempunyai rencana menunaikan
ibadah Haji atau Umroh.
1)
Akad
Akad
yang digunakan adalah akad wadi'ah yad
dhamanah.
2)
Manfaat
a)
Keamanan dana
terjamin
b)
Kemudahan dalam
merencanakan ibadah haji/Umroh
c)
Setoran ringan
e.
Giro iB
Giro iB adalah Simpanan yang
dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan Cek atau sarana perintah pembayaran lainnya atau
melalui pemindahbukuan lainnya.
1)
Akad
Akad
yang digunakan adalah akad wadi’ah
yad dhamanah, yang berarti bank dapat memanfaatkan dana dan
menyalurkan dana yang disimpan serta menjamin bahwa dana tersebut dapat ditarik
setiap saat oleh nasabah.
2)
Manfaat
a)
Keamanan dana
terjamin.
b)
Dapat dicairkan
sewaktu-waktu.
c)
Dapat digunakan
sebagai referensi Bank.
d) Dapat
dijadikan jaminan pembiayaan.
e)
Dapat ditarik
dan disetor di seluruh outlet Bank Syariah Bukopin dan Bank Bukopin.
f)
Real time online
f.
Deposito iB
Deposito iB adalah Jenis simpanan
dalam mata uang rupiah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu menurut perjanjian antara deposan dengan pihak bank.
1)
Akad
Mudharabah
Mutlaqah, dimana Bank (mudharib) diberikan kuasa
penuh oleh Penabung (shahibul maal) untuk menggunakan dana tersebut
tanpa larangan/batasan dan Bank (mudharib) wajib memberitahukan kepada
Penabung (shahibul maal) mengenai nisbah (bagi hasil) keuntungan
yang diperoleh dan risiko yang timbul serta ketentuan penarikan dana sesuai
dengan akadnya.
2)
Manfaat
a)
Keamanan dana
terjamin.
b)
Sarana investasi
berjangka sesuai syariah.
c)
Bebas biaya
administrasi bulanan.
d) Bagi
hasil yang kompetitif berdasarkan nisbah yang disepakati.
e)
Dapat digunakan
sebagai referensi Bank.
f)
Dapat digunakan
sebagai jaminan pembiayaan.
g.
TabunganKu iB
TabunganKu iB adalah Tabungan untuk
perorangan dengan persyaratan mudah dan ringan yang diterbitkan secara bersama
oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
1)
Akad
Akad
yang digunakan adalah akad wadi’ah yad dhamanah, yang berarti bank dapat
memanfaatkan dana dan menyalurkan dana yang disimpan serta menjamin bahwa dana
tersebut dapat ditarik setiap saat oleh nasabah.
2)
Manfaat
a)
Persyaratan
mudah dan ringan
b)
Keamanan dana
terjamin
c)
Setoran minimal
ringan
d) Dapat
dijadikan jaminan pembiayaan
e)
Bank dapat
memberikan bonus, namun tidak diperjanjikan di awal
2.
Pembiayaan
a. Pembiayaan
iB Jual-Beli (Murabahah)
Pembiayaan iB Jual-Beli (Murabahah) adalah Jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
1) Akad
Akad yang digunakan adalah Murabahah, yaitu akad jual beli antara bank
dan nasabah. Bank akan melakukan pembelian atau pemesanan barang sesuai
permintaan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah sebesar harga beli
ditambah keuntungan yang disepakati.
2) Manfaat
|
[1]
Kasmir, SE,. MM, Dasar-Dasar Perbankan,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002) hlm 216
[2]
Abdul Ghafar Anshori, Perbankan Syariah
Di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009) hlm 25
[3]
http://stephanie-insideof.blogspot.com/2012/02/sejarah-bank-syariah-di-dunia.html,
diakses tanggal 5 Juni 2014
[4]
http://tipsserbaserbi.blogspot.com/2014/03/sejarah-bank-syariah-di-indonesia.html,
diakses pada tanggal 7 Juni 2014
[5]
Muhammad
Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani, 2001)
[6]
http://www.syariahbukopin.co.id/page/content/2/1,
Diakses Pada Tanggal 5 Juni 2014
[7]
http://www.syariahbukopin.co.id/page/content/2/1,
Diakses Pada Tanggal 5 Juni 2014
EmoticonEmoticon