BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembaharuan tatanan kehidupan bangsa menuju sistem yang terbuka dan
demokratis melalui reformasi politik dan reformasi ekonomi Indonesia sekaligus
telah dimulai sejak tahun 1998. Reformasi politik yang memperbaharui
norma-norma dan struktur pengambilan keputusan di bidang politik, dapat
mengurangi faktor-faktor negatif yang membebani perekonomian kita, seperti
monopoli, korupsi, dll. Sebaliknya reformasi ekonomi, dapat mendorong
percepatan proses demokratisasi karena semakin transparannya kebijakan ekonomi dan
berperannya mekanisme pasar. Di Indonesia banyak kalangan mengungkapkan bahwa
demokrasi yang berlangsung di tingkat negara (state) seperti kebijakan
desentralisasi (otonomi daerah), kebebasan pers, kebebasan berserikat,
berlangsungnya pemilihan umum (pemilu) yang bebas, dan pemilihan presiden
dan kepala daerah secara langsung belum
ada dampaknya bagi kesejahteraan rakyat.
Di sisi lain globalisasi
perekonomian telah menjadi hard fact bagi semua negara termasuk berlaku
di negara–negara sedang berkembang (NSB). Bagi sebagian negara, terutama bagi
negara industri maju (NIM) telah mendatangkah berkah. Namun bagi sebagian besar
lainnya, terutama sebagian besar NSB belum banyak mambawa manfaat, bahkan tak
sedikit menimbulkan bencana baik berupa makin membengkaknya kemiskinan dan
pengangguran serta menajamnya ketimpangan. Namun bersamaan pula makin marak dan
canggihnya kualitas kejahatan (tindak pidana) baik di tingkat nasional maupun
internasional, termasuk tidak pidana ekonomi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu demokrasi ekonomi?
2.
Apa itu globalisasi? Dan bagaimana pengaruhnya bagi Indonesia?
3.
Apa yang dimaksud dengan reformasi Indonesia dan apa yang
melatarbelakangi terjadinya refomasi tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Demokrasi Ekonomi
Pengertian
Demokrasi Ekonomi
Demokrasi
ekonomi terkait erat dengan pengertian kedaulatan rakyat di bidang ekonomi.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Istilah kedaulatan rakyat itu
sendiri biasa dikembangkan oleh para ilmuwan sebagai konsep filsafat hukum dan
filsafat politik.Sebagai istilah, kedaulatan rakyat itu lebih sering digunakan
dalam studi ilmu hukum daripada istilah demokrasi yang biasa dipakai dalam ilmu
politik. Namun, pengertian teknis keduanya sama saja, yaitu sama-sama berkaitan
dengan prinsip kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.
Demokrasi Ekonomi, kurang lebih dimaksudkan suatu perekonomian
dimana seluas-luasnya kalangan rakyat dapat ber-partisipasi dan mengambil
keputusan melalui mekanisme pasar yang adil dan terbuka, dapat mengecap buah
perekonomian secara luas, kesejahteraan dan kemakmuran merata dan adil.
Distribusi pemilikan, penugasan dan pemanfaatan sumberdaya ekonomi karenanya
harus lebih merata dikalangan rakyat banyak, untuk memungkinkan mereka
memperoleh pendapatan yang memadai secara lebih merata.
Proses Perkembangan Demokratisasi di
Indonesia
Di Indonesia, para pendiri Republik tampaknya telah melihat
perlunya dicari jalan yang memungkinkan negara ini berkembang maju, tetapi di
atas cita-cita keadilan sosial. Oleh karena itu, selain pernyataan bahwa secara
politik Indonesia menganut paham demokrasi, yaitu kedaulatan adalah di tangan
rakyat, juga secara ekonomi Indonesia adalah negara demokrasi. Tampaknya para
pendiri Republik kita ingin menyatakan bahwa demokrasi politik saja tidak
mencukupi karena harus disertai demokrasi ekonomi. Sejalan dengan itu, UUD 1945
dirumuskan di atas jiwa, semangat dan landasan demokrasi. Namun rumusannya
masih tampak bersifat terlalu umum dan sangat singkat, sehingga di dalam
prakteknya semangat demokrasi dalam UUD 1945 dapat ditafsirkan sesuka-sukanya
oleh yang sedang berkuasa. Diskursus demokrasi di Indonesia telah melewati
perjalanan sejarah yang panjang. Berbagai gagasan dan cara telah dicoba
dilakukan guna memenuhi cita-cita demokratisasi. Usaha untuk memenuhi tuntutan
mewujudkan pemerintahan yang demokratis tersebut telah dilakukan melalui
perumusan model demokrasi Indonesia di dua zaman pemerintahan Indonesia. Di
zaman pemerintahan Soekarno (Orde Lama) dikenal model demokrasi yang disebut
Demokrasi Terpimpin, dan berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto (Orde Baru)
diperkenalkan dan dijalankan model demokrasi yang disebut Demokrasi Pancasila.
Namun, model demokrasi yang ditawarkan di dua rezim tersebut malah memunculkan
pemerintahan otoriter, yang membelenggu kebebasan politik warganya. Proses
demokratisasi di Indonesia yang dihasilkan oleh gerakan reformasi di tahun 1998
telah merubah secara substansial sistem bernegara bangsa kita dan membuat
Indonesia sekarang menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia.
Di Indonesia proses demokrasi terjadi karena gerakan dan dinamika
politik bangsa kita sendiri. Dan pengalaman itu membuat demokrasi Indonesia
sangat dihargai dan dihormati. Antaralain bangsa Indonesia memperoleh
“Democracy Award” dari International Association of Political Consultants pada
bulan November 2007 yang lalu. Sebuah sistem politik memerlukan berbagai
prasyarat untuk dapat diakui sebagai demokratis. Prasyarat tersebut telah
dimiliki oleh Indonesia, di antaranya kelengkapan perangkat demokrasi, seperti
lembaga legislatif berupa Dewan Perwakilan Rakyat dari tingkat daerah hingga
pusat, maupun jalur nonpolitik representasi masyarakat yang diakomodasi lewat
Dewan Perwakilan Daerah. Sistem pemilihan umum dilaksanakan secara langsung,
keberadaan partai-partai politik yang dibentuk masyarakat secara bebas tanpa
intervensi apapun dari kekuasaan, hingga sistempers bebas yang dapat memerankan
fungsi pengecekan dan keseimbangan
(check and balance). Kepala pemerintahan dari tingkat desa sampai tingkat
nasional telah dipilih langsung oleh rakyat. Perangkat-perangkat itulah yang
telah menggerakkan roda demokrasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Kemajuan demokrasi politik yang terjadi dalam beberapa tahun
terakhir ini telah menghasilkan kemajuan bagi terwujudnya kesejahteraan
masyarakat luas sebagaimana yang menjadi cita-cita kemerdekaan bangsa
Indonesia, apabila tingkat kesejahteraan masyarakat dinilai dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index(HDI) yang dicapai,
terdapat sedikit kemajuan selama beberapa tahun terakhir. IPM Indonesia kini
berada di peringkat 108 di antara negara-negara di dunia setelah beberapa tahun
sebelumnya berada pada peringkat 110. Namun peringkat tersebut masih sangat
rendah dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura,
Brunei, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Dengan seluruh potensi yang
dimilikinya, Indonesia semestinya dapat mencapai peringkat 90 atau bahkan lebih
baik lagi dalam tempo yang tidak lama. Fakta tersebut menunjukkan bahwa
kemajuan demokrasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir belum cukup nyata
memberi pengaruh pada kemajuan kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan dan Demokrasi Ekonomi
Perkembangan ekonomi seperti yang dikehendaki oleh para pendiri
Republik, yaitu yang dibangun atas dasar demokrasi, tidak dapat terjadi dengan
sendirinya. Artinya kemajuan yang diukur melalui membesarnya produksi nasional
tidak otomatis menjamin bahwa pertumbuhan tersebut mencerminkan peningkatan
kesejahteraan secara merata. Masalah utamanya, adalah ketidakseimbangan dalam
kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang yang terbuka dalam proses
pembangunan. Dengan proses pembangunan yang terus berlanjut, justru
ketidakseimbangan itu dapat makin membesar yang mengakibatkan makin melebarnya
jurang kesenjangan.
Dalam upaya mengatasi
tantangan itu pendekatan yang paling tepat adalah melalui pemberdayaan
masyarakat. Dasar pandangannya adalah bahwa upaya yang dilakukan harus
diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan rakyat.
Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya dengan
mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain, memberdayakannya.
Secara praktis upaya itu merupakan pengerahan sumber daya untuk mengembangkan
potensi ekonomi rakyat, dengan meningkatkan produktivitasnya sehingga baik
sumber daya manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan rakyat dapat
ditingkatkan produktivitasnya.
Dengan demikian, rakyat dan lingkungannya mampu secara partisipatif
menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah ekonomis. Rakyat miskin atau yang
berada pada posisi belum termanfaatkan secara penuh potensinya akan meningkat
bukan hanya ekonominya, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan
harga dirinya. Dengan demikian, pemberdayaan tidak saja menumbuhkan dan
mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai
tambah budaya. Jadi partisipasi rakyat meningkatkan emansipasi rakyat.
B.
Globalisasi Ekonomi
Pengertian
dan Ruang Lingkup Globalisasi Ekonomi
Globalisasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai mendunianya
kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan- kegiatan perekonomian sudah
tidak lagi mengenal batas- batas kenegaraan, bukan lagi sekedar internasional
tetapi bahkan transisional. Dan transnasionalisasi kegiatan- kegiatan
perekonomian ini bukan lagi hanya sebatas pada aspek perdagangan dan keuangan,
tapi meluas ke aspek produksi dan pemasaran, bahkan sumberdaya manusia.
Konsekuensinya, perekonomian antar negara semakin berkaitan erat. Peristiwa
perekonomian di suatu negara dengan cepat dan mudah merambah ke negara- negara
lain.
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi
dan perdagangan , dimana negara- negara diseluruh dunia menjadi satu kekuatan
pasar yang semakin terintegrasi dengan atau tanpa rintangan batas teritorial
negara. Globalisasi mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan
jasa. Globalisasi menggiring perusahaan- perusahaan raksaksa yang semula
multinasional menjadi tranasional. Mereka beroperasi menembus batas- batas
negara, bahkan memudarkannya. Ini menyebabkan meningkatnya peredaran uang dan
modal secara global, pesatnya alih- teknologi, cepatnya distribusi hasil- hasil
produksi (khususnya produk- produk industrial), munculnya aliansi strategis
antarperusahaan sejenis, serta bermunculannya produk- produk berstandar global
(dalam arti bisa diproduksi dan dipasarkan dimana saja. Semua ini mengakibatkan
bisnis dan perdagangan (pada khususnya) dan perekonomian (pada umumnya) menjadi
kian kompetitif.
Sejarah
Kelahiran Globalisasi
Globalisasi menjadi kajian politik –ekonomi paling populer akhir
abad ke-21. Namun, globalisasi sebagai praktek politik dan ekonomi Internasional
sebenarnya sudah lama dimulai. Ia merupakan kelanjutan dari perkembangan
politik-ekonomi masa lalu. Sekalipun globalisasi merupakan fenomena yang sudah
mulai tampak dipermukaan sejak tahun 1960-an, namun sebenarnya terdapat banyak
fakta yang menunjukkan bahwa pergerakan ekonomi lokal ke ekonomi global telah
terbentuk selama beberapa abad lalu.
Di Indonesia saja, globalisasi bukan termasuk praktek
politik-ekonomi baru, karena sejak abad-abad awal penjajahan (17-18) rempah-rempah
dan komoditi-komoditi pertanian Indonesia sudah “diglobalisasikan” (globalisasi
tahap I). Dan, globalisasi tahap II (sisitem taman paksa 1830-1870), kemudian
sisitem kapitalis liberal (pasca 1870), an lebih jauh lagi “mengglobalisasikan
“ komoditi-komoditi pertanian Indonesia terutama gula dan tembakau.
Asal usul pergerakan globalisasi dapat ditelusuri kembali paling
tidak hingga empat abad lalu. Persisinya 1522 pada waktu ekspedisi Magellan
kembali ke kota Serville-Spayol. Apabila di telusuri lebih jauh, benih-benih
globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri
sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedangang dari Tiongkok dan India
mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat maupun jalan laut untuk
berdagang. Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald diseluruh pelosok dunia
menunjukkan telah terjadinya globalisasi.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim
di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain
meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai
Afrika timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan
dagang, kaum pedagang muslim juga menybarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama,
abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara
besar-besaran oleh bangsa Eropa, Spayol, Portugis, Inggris dan Belanda adalah
pelopor-pelopor eksplorasi ini. Di dukung pula dengan terjadinya revolusi
industri yang meningkatkan keterkaitan antar bangsa dunia. Berbagai teknologi
sudah ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti
komputer dan internet.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika
perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme
seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam
mewujudkan kesejahteraan dunia.
Sejak tahun 1980-an beberapa kawasan di dunia boleh dikatakan
mempunyai kedudukan yang sebanding dalam gambaran ekonomi dunia. Beberapa
negara yang memainkan peran cukup sentral adalah Cina, India, dan Eropa Timur.
Dan diposisi sekarang kunci perekonomian dipegang oleh Amerika Serikat, Eropa,
dan Jepang. Terutama Eropa dan Amerika Serikat banyak memperoleh kekayaan dari
hasil penjajahan negara- negara lain.
Ada tiga alasan yang mendorong kuatnya perubahan ke arah globalisasi. Pertama, produk nasional kotor tumbuh
dan meningkat dengan cepat, terutama di negara-negara maju. Kedua, revolusi dalam bidang teknologi
dan komunikasi. Teknologi informasi memainkan peran sangat vital bagi
globalisasi dunia. Ketiga ,adanya
kekuatan raksasa yang mempermudah munculnya perusahaan-perusahaan besar skala
global. Kekuatan besar itu dapat berupa kekuatan politik.
Beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena
globalisasi di dunia :
1.
Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antar negara
menunjukkan keterkaitan antar manusia di seluruh dunia.
2.
Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu, akibat perkembangan
barang-barang seperti telpon genggam, satelit televisi, dan internet.
3.
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi
saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional,
peningkatan pengaruh perusahaan multinasonal dan dominasi organisasi semacam
World Trade Organization (WTO).
4.
Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa.
5.
Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan
hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Dampak
Globalisasi
Salah satu tantangan nasionalisme Indonesia sekarang ini, selain
globalisasi yang mengaburkan batas- batas negara dengan mengedepankan
kepentingan ekonomi, adalah bahaya fundamentalisme agama yang bias dan menjurus
pada terorisme. Karena itu perlu ditegaskan arah kebangsaan kita dengan menarik
tegas batas- batas kekuasaan negara dan kekuasaan agama sebagai wilayah privat.
Kebaikan
Globalisasi Ekonomi
1.
Produksi global dapat ditingkatkan.
2.
Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
3.
Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
4.
Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik.
5.
Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi.
Keburukan
Globalisasi Ekonomi
1.
Menghambat pertumbuhan sektor industri yang sedang berkembang.
2.
Memperburuk neraca pembayaran.
3.
Sektor keuangan semakin tidak stabil
4.
Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Ekonomi Pancasila Mengatasi
Globalisasi
Ekonomi
pancasila sendiri dapat menjawabi berbagai tantangan yang terjadi dalam
globalisasi, ekonomi pancasila tidak serta mata- mata bersifat matrealistis dan
berlandas pada keimanan dan ketakwaan yang timbul dari pengakuan kita pada
Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaan menjadi spiritual, moral dan etika
bagi penyelenggaraan ekonomi dan pembangunan. Dengan demikian ekonomi pancasila
dikendalikan oleh kaidah- kaidah moral dan etika, sehingga pembangunan nasional
Indonesia adalah pembangunan yang berakhlak.
Ekonomi
pancasila dengan nilai kemanusiaan yang
adil dan beradab menghormati martabat kemanusiaan serta hak dan kewajiban asasi
manusia dalam kehidupan ekonomi. Dalam ekonomi pancasila dengan demikian tidak
dikenal “economic animal´yang satu memangsa yang lain. Ekonomi pancasila
mengakar di bumi Indonesia tetap diabadikan bagi kesejahteraan dan kemjuan
bangsaIndonesia.
Sila persatuan
Indonesia mengamanatkan kesatuan ekonomi sebagai penjabaran wawasan nusantara
dibidang ekonomi. Globalisasi kegiatan ekonomi tidak menyebabkan Internasionalisasi
kepentingan ekonomi. Kepentingan ekonomi kita tetap diabadikan untuk
kepentingaan bangsa Indonesia. Ekonomi Pancasila dengan demikian berwawasan
kebangsaan dan tetap membutuhkan sikap patriotik dari para pelakunya meskipun
kegiatannya sudah mengglobal.
Sila keempat
dalam pancasila menunjukkan pandangan bangsa Indonesia mengenai kedaulatan
rakyat dan bagaimana demokrasi dijalankan di Indonesia. Di bidang ekonomi,
Ekonomi pancasila dikelola dalam sebuah sisitem demokratis yang dalam
undang-undang Dasar ekplisit disebut demokrasi ekonomi. Nilai-nilai dasar sila
kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menunjukkan betapa
seluruh upaya pembangunan Indonesia, seluruh untuk mengembangkan pertumbuhan
ekonomi dikaitkan dengan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju
kepada terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
Dengan
berlandasan pada nilai-nilai dasar diatas, kita coba menyusun konsep-konsep
bagi pelaksanaannya. Sesungguhnya dalam Undang-Undang Dasar beberapa petunjuk
ke arah itu telah ada dalam berbagai pasalnya. Dalam pasal 33 tercantum dasar
demokrasi ekonomi. Produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan
atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu, cabang-cabang poduksi
yang penting bagi negara yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh
negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ketangan orang-seorang yang berkuasa
dan rakyat banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat
hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayan
alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu
harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.
Ekonomi
pancasila memandang bahwa kehadiran investasi asing melalui MNC/ TNC tidak
selalu mendatangkan kesejaheraan yang memadai kepada masyarakat setempat. Dalam
banyak kasus, investor asing cenderung lebih berkepentingan untuk mengeruk
kekayaan alam sebanyak mungkin dengan kontraprestasi yang sangat minimal. Oleh
karenanya, investasi pemodal besar (asing) tidak perlu di puja-puja karena
dianggap satu-satunya cara menciptakan pertumbuhan ekonomi yang mendatangkan
lapangan kerja.
C.
Era Reformasi
Kerangka
Konseptual
1.
Hakikat Pembangunan
Hakikat pembangunan adalah membentuk manusia- manusia atau
individu- individu otonom, yang memungkinkan mereka mengaktualisasikan segala
potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Dari sini muncul keberagaman
dan spesialisasi sehingga menyuburkan pertukaran atau transaksi. Adapun hasil
dari transaksi atau interaksi tersebut adalah kesejahteraan sosial, sebagaimana
dijanjikan oleh prinsip keunggulan komparatif. Kesejahteraan sosial terwujud
melalui tercapainya kemakmuran yang berkeadilan. Format baru pembangunan
ekonomi Indonesia mendatangkan tidak boleh lagi memisahkan diantara keduanya,
melainkan harus padu di dalam strategi dan setiap kebijakan pembangunan. Di
sinilah letak kelemahan pemerintahan orde baru yang mengembangkan pembangunan
ekonomi, namun dalam politik tidak. Pengejewantahannya tercermin dari trilogi
pembangunan (pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan), yang ketiganya tercampur
dalam wacana ekonomi, sehingga jelas sekali bahwa wacana politik cenderung
dikesampingkan.
Pilar pertumbuhan merupakan sisi penawaan yang keberlangsungan
utamanya dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu; modal, tenaga kerja, dan
teknologi. Sosok perekonomian dan dinamika pertumbuhan bisa pula ditinjau
secara sektoral, bagaimana dapat ditelaah dari struktur perekonomian,
sebagaimana dapat ditelaah dari struktur produksi maupun perekonomian. Baik
struktur produksi maupun komposisi para aktornya selalu mengalami perubahan,
sejalan dengan pergeseran pada komposisi faktor- faktor produksi, peningkatan
kualitas sumber daya manusia, perubahan teknologi.
Pilar kedua dari kemakmuran adalah stabilitas ekonomi. Rezim orde
baru lebih menekankan pada stabilitas keamanan. Faktor- faktor yang
mempengaruhi stabilitas ekonomi mempengaruhi stabilitaas ekonomi lazimnya
dikelompokkan ke dalam sisi permintaan seperti komponen- komponen konsumsi
swasta, investasi pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor, ang saling
berinteraksi melalui variabel- variabel tersebut bisa dipegaruhi dalam kurun
waktu yang relatif cepat.
Pilar ketiga, yaitu efisiensi, merupakan proses yang menentukan
apakah proses interaksi antara sisi penawaran maupun permintaan berlangsung
secara optimal. Sisi penawaran akan kokoh seandainya didasarkan pada pola
keunggulan komparatif sehingga memungkinkan alokasi sumber daya yang efisien.
Sementara, sisi permintaan akan menunjukkan sosok yang dinamis dan fleksibel
terhadap perubahan yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal. Agar ketiga pilar tersebut menghasilkan suatu
bangunan ekonomi yang kokoh, dibutuhkan suatu arena kelembagaan yang
memungkinkan keharmonisan seluruh elemen permintaan dan penawaran yang saling
berinteraksi menjamin efisiensi yang ditentukan oleh pasar (Institutional
area).
Kemudian, terwujudnya keadilan ditopang oleh tiga pilar utama,
yaitu kebebasan individu, tertib sosial dan pemerataan. Adapun institutional
area untuk menjamin kokohnya bangunan keadilan adalah good goverrnance.
2.
Kerapuhan bangunan ekonomi Indonesia.
Sosok perekonomian indonesia hingga kini masih menyisakan ciri-
ciri yang yang ditinggalkan oleh masa penjajahan. Peranan sektor primer masih
saja relatif besar. Sejak awal tidak tampak upaya – upaya sistematis untuk
mengembangkan industri yang mengolah bahan mentah. Jenis- jenis produk
perkebunan seperti karet dan teh lebih diperuntukkan bagi pasar luar negeri
daripada pemenuhan pasar dalam negeri. Oleh sebab itu menyebabkan
ketergantungan dalam struktur perdagangan luar negeri Indonesia masih melekat.
Perekonomian Indonesia sepanjang 30 tahun usia rezim Orde Baru
hingga krisis menjelang (1967-1997), dapat dikatakan “besar pasak daripada
tiang” karena selama tiga dekade, belanja negara lebih besar daripada
pendapatannya atau mengkonsumsi lebih besar daripada memproduksi, berinvestasi
lebih banyak daripada menabung, serta impor lebih besar daripada ekspor,
keadaan seperti ini lebih dikenal dengan triple dificit, yang mana
ketiga jenis defisit tersebut ditutupi atau dibiayai dengan pinjaman luar
negeri. Sehingga dapat diketahui hal yag mencolok dari krisis ekonomi Indonesia
adalah persoalan utang luar negeri, atau lebih tepatnya utang dalam bentuk
valas, baik yang berasal dari lembaga- lembaga keuangan dalam negeri maupun
luar negeri. Sehingga akibat utang tersebut, kebenyakan perusahaan besar
Indonesia pascakrisis mengalami “mati suri”, termasuk industri perbankan di
Indonesia, yang pada awal krisis masyarakat berbondong- bondong menarik seluruh
simpanannya di bank- bank nasional seiring dengan jatuhnya nilai tukar rupiah
dan ancaman penutupan sejumlah bank. Namun tititk awal penyelesaian krisis
bukan difokuskan kepada penyelesaian utang swasta melainkan penghancuran pada
kroni- kroni Soeharto. Persoalan utang sendiri baru ditangani belakangan. Selain
karena gagal mendiagnosis permasalahan, sehingga salah menetapkan prioritas
penanganan masalah, juga akibat dari buruknya sistem monitoring data
utang swasta. Tatkala peta keadaan telah disajikan dengan lebih akurat, namun
permasalahan sudah terlanjur parah dan rumit. Ditambah lagi dengan simpang
siurnya dana BLBI yang telah dikucurkan BI kepada sejumlah Bank yang telah
mengalami pengeringan dana akibat kekalutan yang melanda nasabah. Pada saat
krisis melanda kawasan Asia Tenggara hampir semua negara didera krisis yang
hampir sama. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa kerapuhan negara- negara
yang dilanda krisis pada kala itu tercemin dari memburuknya dari keseimbangan
eksternal dan sektor perbankan yang rapuh.
Hampir semua negara Asia Timur telah mampu keluar dari krisis
walaupun belum sepenuhnya. Bahkan Korea dan Thailand telah bisa keluar dari
paket penyehatan ekonomi IMF. Hanya Indonesia yang masih didera krisis yang tak
berkesudahan. Krisis ekonomi Indonesia dewasa ini telah beralih dari yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan eksternal (neraca pembayaran) menjadi ketidak
seimbangan ekternal (difisit APBN yang relatif sudah besar dan menggelembung).
Bahkan pembenahan APBN 2001 sudah menjadi prasarat utama untuk menghasilkan
kestabilan dan pertumbuhan ekonomi yng berkelanjutan.
Namun baru memasuki triwulan pertama asumsi- asumsi yang melekat
pada dana APBN 2001 telah jauh melenceng. Nilai tukar sudah mencapai ke
tingkatan Rp. 12.000 per dolar AS, padahal asumsi APBN hanya Rp.7.800 per
dollar AS. Tingkat suku bunga SBI satu bulan telah mencapai 16%, sedangkan
asumsi APBN hanya 11,5%. Melencengnya kedua asumsi ini secara potensial akan
menggelembungkan defisit APBN paling tidak sebesar Rp.25 triliun, sehingga
keseluruhan defisit akan mencapai lebih dari Rp.80 trilliun.
Besarnya defisit yang tertera di dalam APBN 2001 sebesar Rp.52,5
triliun saja merupakan kesulitan tersendiri untuk ditutupi. Sejauh ini sumber
pendanaan defisit dari privatisasi BUMN (Rp.6,5 trilliun), penjualan aset BPPN
(Rp.27 triliun), dan pinjaman luar negeri neto (Rp.19 triliun).
Makna
reformasi
Istilah reformasi mengandung berbagai interpretasi yang sangat
tergantung pada konteksnya. Pengertian reformasi, dalam konteks mencari jalan
keluar dari krisis yang di hadapi Indonesia dewasa ini, mengandung dua unsur. Pertama pembaruan
: karena sistem yang ada tidak mampu lagi merespons persoalan – persoalan yang
muncul sebagai akibat dari perubahan lingkungan internal dan eksternal. Kedua
perubahan ke arah yang lebih baik : karena terjadinya kemencengan-
kemencengan dari pola normal atau dari nilai- nilai universal atau hukum alam
sebagaimana tercermin dari berbagai anomali yang kian menjamur hampir di dalam
segala aspek kehidupan.
Memasuki era reformasi, bangsa Indonesia berada pada titik yang
tidak bisa ditawar lagi, perbaikan harus menyeluruh dan tuntas. Karena manfaat
dari suatu penyelesaian yang sekeping atau belum tuntas akan terbenam akan
globalisasi. Dalam melaksanakan suatu penyelesaian tersebut dilakukan dengan
dua tahap dalam pemulihannya. Tahap pertama yang harus dilalui adalah
rehabilitasi dan stabilisasi. Tugas pokok pada tahap ini adalah penyediaan
kebutuhan pokok dan inflasi. Agar berhasil, dilakukan dana segar dari luar
negeri, untuk itu harus ada penjadwalan utang.
Tahap kedua adalah rehabilitasi, dalam hal ini, titik berat
rehabilitasi terletak pada pembenahan sistem intensif. Sehingga diharapkan
terjadi restrukturisasi perekonomian secara alamiah. Struktur ekonomi semakin
kokoh karena lebih berlandaskan pada prinsip keunggulan komparatif. Tugas utama
pemerintah lebih dititi beratkan pada akselerasi penguatan keunggulan
komparatif yang dinamis. Jika tahapan ini bisa dilalui, maka gugatan terhadap
konglomerasi akan padam dengan sendirinya, karena tidak ada tempat lagi bagi
sosok konglomerasi pada era globalisasi dan demokrasi ini.
Pada tahapan kedua inilah baru bisa disusun perencanaan pembangunan
jangka menengah dalam bentuk repelita reformasi dimana pendekatan pembangunan
harus diubah total. Pemerintah harus bertindak sebagai pembuat jaring- jaring
pengaman dan sisitem insentif. Dan menerapkan pendekatan pembangunan yang
semakin pro aktif untuk lebih
mengedepankan aspek kedaerahan sehingga dapat terhindar dari kemungkinan
disintegasi bangsa.
KONDISI PERTUMBUHAN
EKONOMI INDONESIA SEJAK ERA REFORMASI
Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia turun menjadi -13,16% pada 1998, bertumbuh
sedikit 0,62% pada tahun 1999 dan setelah itu makin membaik. Laju
pertumbuhan tahunan 1999 – 2005 berturut-turut sebagai berikut0,62%, 4,6%,
3,83%, 4,38%, 4,88%, 5,13% dan 5,69%. Ekonomi kita bertumbuh dari
hanya 0,62% berangsur membaik pada kisaran 4% antara tahun
2000 s.d. 2003 dan mulai tahun 2004 sudah masuk pada
kisaran 5%. Pemerintah pada mulanya menargetkan pertumbuhan ekonomi
2006 adalah 6,2% tetapi kemudian dalam APBN-P 2006 merubah targetnya
menjadi 5,8%; namun BI memperkirakan laju pertumbuhan 2006
adalah 5,5% lebih rendah dari laju pertumbuhan 2005. Patut diduga
bahwa laju pertumbuhan tahun 2007 akan lebih rendah lagi karena investasi riil
tahun 2006 lebih rendah dari tahun 2005. Laju pertumbuhan ekonomi kita dari
tahun 1999 s.d. 2005 mencapai ratarata 4,15%. Dari data di atas
kelihatannya ekonomi kita memiliki prospek membaik yaitu terus meningkatnya
laju pertumbuhan di masa depan. Namun apabila diteliti lebih mendalam akan
terlihat adanya permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi tersebut. Sektor ekonomi
dapat dikelompokkan atas dua kategori yaitu sektor riil dan sektor non-riil.
Sektor riil adalah sektor penghasil barang seperti: pertanian, pertambangan,
dan industri ditambah kegiatan yang terkait dengan pelayanan wisatawan
internasional. Sektor non-riil adalah sektor lainnya seperti: listrik,
bangunan, perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa (pemerintahan,
sosial, perorangan). Kegiatan yang melayani wisatawan internasional masuk pada
beberapa sektor non-riil sehingga tidak dapat dipisahkan.
Antara tahun 1999 s.d. 2005 sektor
riil bertumbuh 3,33% sedangkan sektor non-riil
bertumbuh 5,1%. Pertumbuhan ini adalah pincang karena semestinya
sektor non-riil bertumbuh untuk melayani sektor riil yang bertumbuh. Antara
tahun 1999 s.d. 2005 sektor pertanian
bertumbuh 3,11%, pertambangan -0,8%, dan sektor industri
bertumbuh 5,12%. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah dari tahun 2002
s.d. 2005 laju pertumbuhan sektor riil cenderung melambat. Hal ini berarti
pertumbuhan ekonomi keseluruhan sejak 2002 adalah karena pertumbuhan sektor
non-riil yang melaju 2 kali lipat dari sektor riil. Pada 2 tahun terakhir.
sektor yang tinggi pertumbuhannya adalah: pengangkutan, keuangan, bangunan, dan
perdagangan. Pada saat yang sama tingkat pengangguran terbuka pada mulanya
turun tetapi sejak tahun 2002 cenderung naik. Menurut perhitungan Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi tingkat pengangguran pada tahun 2004
sebesar 10,3 juta meningkat menjadi 11,2 juta pada tahun 2005 dan
diperkirakan sebesar 12,2 juta pada tahun 2006 (Harian Kompas, tgl. 7 Agustus
2006, hal. 15). Hal ini sangat ironis karena pertumbuhan ekonomi pada kurun
waktu yang sama berada di atas 5%. Persentase orang miskin pada mulanya
juga terus menurun, tetapi sejak tahun 2005 sudah mulai bertambah. Hal ini
disebabkan oleh sektor yang bertumbuh itu adalah sektor non-riil. Krisis global
yang terjadi pada tahun 2008 semakin membuktikan ketangguhan perekonomian
Indonesia. Di saat negara-negara superpower seperti Amerika Serikat dan Jepang
berjatuhan, Indonesia justru mampu mencetak pertumbuhan yang positif sebesar
4,5% pada tahun 2009.
Pada era SBY jilid II gemilangnya fondasi perekonomian Indonesia direspon
dunia internasional dengan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
pilihan tempat berinvestasi. Dua efeknya yang sangat terasa adalah Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) mencapai rekor tertingginya sepanjang sejarah dengan berhasil
menembus angka 3.800. Bahkan banyak pengamat yang meramalkan sampai akhir tahun
ini IHSG akan mampu menembus level 4000.
Indonesia
saat ini menjadi ekonomi nomor 17 terbesar di dunia. “Tujuan kami adalah untuk
menduduki 10 besar. Kami sangat optimistis karena IMF pun memprediksi ekonomi
Indonesia akan mengalahkan Australia dalam waktu kurang dari satu dekade ke
depan," tutur SBY dalam sebuah acara.
Kronologi era
Reformasi:
1. Tanggal 21 Mei 1998, Di istana negara, kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan
mundur dari kursi kepresidenan dan B.J Habibie di sumaph menjadi presiden RI
ketiga.
2. Indonesia pada masa pemerintahan B.J. Habibie, adapun kebijakan kebijakan
pada masa B.J. Habibie :
· Membentuk kabinet reformasi pembangunan dibentuk tanggal 22 Mei 1998,
dengan jumlah menteri 16 orangyang merupakan perwakilann dari Golkar, PPP dan
PDI.
· Mengadakan reformasi dalam bidang politik dan berusaha menciptakan politik
yang traansparan. Mengadakan pemilu yang bebas, dan mencabut larangan
berdirinya serikat buruh independen. Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan
asal berpedoman.
· Reformasi dalam bidang hukum target reformasi yaitu subtansi hukum, pada
masa orde baru hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal.
Sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila
berhubungan dengan penguasa.
· Mengatasi masalah dwifungsi ABRI jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI
akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat.
· Mengadakan sidang istimewa sidang tanggal 10-13 November 1998 yang di
adakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
· Mengadakan pemilu tahun 1999 pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas
bebas, rahasia dan adil. Masalah yang ada yaitu di tolaknya pertanggung
jawaban Presiden Habibie yang disampaikan pasa sidang umum MPR tahun 1999
sehingga beliau merasa kesempatan untuk mencalonkan diri menjadi Presiden lagi
sangat kecil oeh karena itu dirinya tidak mencalonkan diri pada pemilu yang
dilaksanakan.
3. Indonesia pada masa
pemerintahan Abdurrahman Wahid, adapun kebijakan kebijakan pada masa
Abdurrahman Wahid :
· Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya,
memberikan kebebasan berpendapat
· Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang
dianggap tidak efisien. Masalah yang ada adalah Abdurrahman wahid tidak
mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI dan polri.
4. Indonesia pada masa pemerintahan Megawati Soekarno putri, adapun kebijakan
kebijakan pada masa Megawati :
· Memilih dan menetapkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan
dan kesatuan
· Membangun tatanan politik yang baru diwujudkan dengan di keluarkannya UU
tentang pemilu.
· Menjaga keutuhan NKRI
· Melanjutkan amandemen UUD 1945 dilakukan agar lebih sesuai dinamika dan
perkembangan zaman.
· Meluruskan otonomi daerah. Tidak ada masalah yang berarti pada
masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa bom bali dan perebutan pulau
ligitan dan sipadan.
5. Kebijakan kebijakan
pada masa SBY jilid I:
· Anggaran pendidikan di tingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN
· Konversi minyak tanah ke gas
· Memberikan BLT ( bantuan langsung tunai )
· Pelayanan UKM ( usaha kecil menengah ) bagi rakyat kecil
· Subsidi BBM
· Memudahkan investor untuk berinvestasi
· Pemberian bibit unggul kepada petani. Masalah yang ada pada pemerintahan
SBY
· Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperhatinkan kerena
tidak tampak strategi yang menjadi tidak bergairah
· Penanganan bencana alam yang lambat
· Masalah korupsi, mulai dari dasar hukum sampai keadilan
6. Kebijakan kebijakan
pada masa SBY jilid II:
·
BI rate
·
Nilai tukar
·
Operasi
moneter
·
Kebijakan
makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.
Pada masa reformasi,
pemerintah berhasil menciptakan kebebasan pers yang sangat bermanfaat sebagai
alat kontrol pembangunan.
D.
Studi Kasus
Reformasi Gagal?
Jadi,
patutlah kita bertanya, “Berhasil atau gagalkah reformasi?” Tanpa
ragu-ragu, berbagai pihak yang aktif memelopori gerakan reformasi sudah
berteriak: “Reformasi memang gagal!” Pada 16 Mei 2011 lalu, situs
www.kompas.com, menurunkan berita berjudul “Gerakan Reformasi Gagal”.
Disebutkan, “Gerakan reformasi politik dan pemerintahan yang telah berjalan
selama sekitar 13 tahun dianggap gagal. Mayoritas masyarakat tidak merasakan
ada perbaikan signifikan dalam bidang politik, pemerintahan, dan perekonomian. ”Kesimpulan itu didasarkan pada hasil survei nasional yang dilakukan
Indo Barometer Pada April-Mei
2011 dengan 1.200 responden di 33 provinsi. Hasilnya: : 55,4 persen menyatakan
tidak ada perubahan kondisi bangsa sebelum dan sesudah reformasi. Hanya 31
persen menganggap kondisi bangsa setelah reformasi jauh lebih baik. ”Bisa
dikatakan, hanya 1 dari 3 responden yang menganggap kondisi Indonesia saat ini
jauh lebih baik dibandingkan kondisi 13 tahun lalu,” kata Direktur Eksekutif
Indo Barometer M Qodari dalam jumpa wartawan di Jakarta, (15/5/2011). Hasil lainnya: sekitar 55 persen mengaku tidak puas dengan
reformasi. Hanya 29,7 persen menyatakan puas terhadap pelaksanaan
reformasi. Masyarakat menganggap masih banyak tuntutan dan amanat reformasi
yang belum terpenuhi, terutama tuntutan perubahan di bidang hukum, hak asasi
manusia, dan ekonomi. Tak hanya itu. Kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden
Boediono juga terus anjlok. Pada Juli 2009 kepuasan publik terhadap kinerja
Presiden/Wapres masih mencapai 90,4 persen. Awal 2010. kepuasan publik
turun menjadi 74,5 persen. Pada Agustus 2010, tinggal 50,9 persen. Bulan Mei
2011 tingkat kepercayaan masyarakat menurun lagi menjadi 48,9 persen. Ekonom Faisal Basri, menyatakan, kegagalan paling mencolok
pascareformasi terjadi di bidang ekonomi. Pengangguran dan kemiskinan makin
tinggi meski pemerintah melansir angka pengangguran dan angka kemiskinan
mengalami penurunan. Hal itu kemungkinan yang membuat rendahnya kepuasan
masyarakat terhadap reformasi. ”Kalau ini dibiarkan, reformasi akan menjadi Orde
Baru jilid II,” ujarnya. Pada 12 Mei
2012, Kantor Berita Radio Nasional menurunkan berita yang menyebutkan: “Hari
ini 12 Mei 2012 genap 14 tahun reformasi yang diperjuangkan oleh mahasiswa dan
masyarakat Indonesia. Gerakan reformasi tidak hanya mampu melengserkan rezim
Soeharto dan kroni-kroninya namun juga menjadi angin segar untuk
perubahan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Reformasi yang harus dibayar mahal
dengan jatuhnya korban tewas dari masyarakat sipil, kini dianggap gagal
total. Agenda reformasi diantaranya adalah tegakkan supremasi hukum, dan
ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN, tidak berjalan sebagai mana
mestinya. Korupsi semakin menggurita dan penegakkan hukum
masih pandang bulu.” Pada 13
September 2012, Mantan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Adhyaksa
Dault melancarkan bukunya yang bertajuk 'Menghadang Negara Gagal (Sebuah
Ijtihad Politik). Dalam bukunya, Adhyaksa mengungkapkan hasil
penelitian dari organisasi Fund for Peace pada tahun 2011, yang
mengatakan Indonesia termasuk salah satu negara dalam zona berbahaya.
Dari penelitian itu, Indonesia ditempatkan pada peringkat 63 dari 178
negara. Berarti turun satu tingkat dari tahun 2011. Sebaliknya,
negara-negara di kawasan ASEAN, menempati posisi yang lebih baik,
seperti Singapura (posisi nke-157), Malaysia (posisi ke-110), dan Thailand
(posisi ke-84). Salah satu
sektor yang menikmati kebebasan besar di era reformasi adalah sektor
media massa. Kebebasan di sektor ini begitu besar, sehingga nyaris tiada batas
lagi. Namun, lagi-lagi, kebebasan yang nyaris tak terbatas ini pun akhirnya
menuai kritik di kalangan internal pers sendiri. Pada 9 Desember 2010,
www.republika.co.id menyiarkan berita bertajuk “Kebebasan Pers di Indonesia Dinilai Over
Dosis.” Menurut pakar Komunikasi Politik Nasional, Prof Dr
Tjipta Lesmana, dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Amerika
Serikat dan Inggris, kebebasan pers di Indonesia adalah yang paling besar dan
bahkan seolah-olah tidak memiliki batasan. Di bidang politik, sistem pemilihan kepala daerah langsung
(pilkadal) mulai dipertanyakan kebaikannya. Pada 7 Maret 2013,
www.republika.co.id melaporkan, adanya 222 kepala daerah yang menjadi tersangka
kasus korupsi. Padahal, biaya untuk memilih seorang kepala daerah secara
langsung sangatlah mahal, mencapai puluhan sampai ratusan milyar rupiah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
2.
Dalam demokrasi, rakyatlah yang dipandang berdaulat, dan konsep
kedaulatan itu terkait erat dengan kemandirian. Karena itu, dalam Pembukaan UUD
1945, perkataan “merdeka dan berdaulat”
dirumuskan dalam satu rangkaian.
3.
Perkembangan ekonomi seperti yang dikehendaki oleh para pendiri
Republik, yaitu yang dibangun atas dasar demokrasi, tidak dapat terjadi dengan
sendirinya. Artinya kemajuan yang diukur melalui membesarnya produksi nasional
tidak otomatis menjamin bahwa pertumbuhan tersebut mencerminkan peningkatan
kesejahteraan secara merata.
4.
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi
dan perdagangan , dimana negara- negara diseluruh dunia menjadi satu kekuatan
pasar yang semakin terintegrasi dengan atau tanpa rintangan batas teritorial
negara.
5.
Persoalan Indonesia adalah bagaimana keberhasilan sistem ekonomi
Indonesia pada saat ini dapat diwujudkan kembali ditengah pasaran globalisasi.
Agar kemiskinan dapat diatasi dan kemandirian bangsa dapat dicapai, diperlukan
revitalisasi sistem ekonomi pancasila.
6.
Dalam menuju era reformasi dilatar belakangi oleh kerapuhan ekonomi
berbagai peristiwa diantaranya terdapat krisis moneter, krisis kepercayaan
masyarakat terhadap Bank, dll yang terjadi di era Orde Baru.
DAFTAR PUSTAKA
Aswar
Aly, Mewujudkan Demokrasi Ekonomi Indonesia.pdf, diakses pada
tanggal 20 Juni 2013, jam. 12.56
Basri, Faisal, Perekonomian Indonesia, Jakarta : Erlangga,
2002.
Dumairy, Perekonomian Indonesia, Jakarta : Erlangga, 1996.
Ginandjar
Kartasasmita, Strategi Pembangunan Ekonomi: Antara Pertumbuhan
Dan Demokrasi. Pdf,
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ahmad Dahlan
Jakarta, diakses pada tanggal 20 Juni 2013, jam. 12.56
Hasanudin
Pasiama, Modul Ekonomi Indonesia Dan Globalisasi.pdf, diakses pada
tanggal 18 Juni 2013, jam. 11.40
ekonomi.html, diakses pada tanggal 20 Juni 2013, jam. 13.48
Limbong,
Bernhard, Ekonomi Kerakyatan Dan Nasionalisme Ekonomi,
Jakarta:Pustaka Margaretha, 2011
EmoticonEmoticon