BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah memberikan
keluasan rizki bagi hamba-hambaNya. Tentunya dengan cara-cara yang makruf.
Salah satu jalan rizki tersebut adalah dengan berdagang. Karena perdagangan
adalah jalan yang dihalakan oleh Allah. Sebagai jalan yang banyak memberikan
keuntungan bagi para pelaku perdagangan, tak jarang jika hal tersebut sering
dimainkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan
kuntungan pribadi, terutama adalah para tengkulak dan spekulan (pelaku
penimbunan). Tanpa menghiraukan kepentingan umum, para spekulan dan tengkulak
mempermainkan barang dan dagangan dan harga di pasaran. Sehingga terjadi
kelangkaan di pasar. Apalagi menjelang hari-hari besar keagamaan, seperti
Ramadhan dan idul Fitri 1433 H ini, harga-harga kebutuhan pokok semakin
melambung harga-harganya, sehingga memberatkan masyarakat dengan tingkat
ekonomi menengah ke bawah. Sebagaimana di singgung di atas, setidaknya ada
beberapa faktor yang menyebabkan demikian. Pertama karena memang kelangkaan
barang secara alami, misalnya karena gagalnya panen. Kedua, karena sengaja
dipermainkan oleh para tengkulak dan spekulan (penimbun). Padahal perbuatan
demikian sangat dilarang keras oleh Islam.
Islam melarang penimbunan karena dapat menimbulkan kesenjangan ekonomi
dan akan mendatangkan kemadhorotan.
Dalam makalah
kali ini kami akan mencoba menjelaskan tentang adanya bab penimbunan baik barang
(ikhtikar) maupun penimbunan harta( kanzul mal) yang dapat mendatangkan
kemodhorotan. Semoga melalui makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita. Amin
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ikhtikar
dan kanzul mal ?
2. Bagaimana dasar hukum
ikhtikar dan kanzul mal?
3. Apa hikmah dibalik larangan
ikhtikar dan kanzul mal?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ikhtikar
·
Ikhtikar (الاحتكار ) artinya zalim (aniaya) dan merusak pergaulan
(اساء المعاشرة), jadi ikhtikar adalah upaya
penimbunan barang dagangan untuk menunggu melonjaknya harga barang, penimbunan
barang adalah salah satu perkara dalam perdagangan yang diharamkan oleh agama
karena bisa membawa madhorot.
·
Para ulama mengemukakan arti atau definisi ihtikar (menimbun) berbeda-beda
seperti halnya yang diterangkan dibawah ini:
a. Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani
mendefinisikan: Penimbunan atau penahan barang dagangan dari peredarannya.
b. Imam Al-Ghazali
mendefinisikan: Penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu
melonjaknya harga dan penjualannya ketika harga melonjak.
c. Ulama madzhab maliki
mendefinisikan : Penyimpanan barang oleh produsen baik makanan, pakaian dan
segala barang yang merusak pasar.[1]
Adapun yang dimaksud dengan penimbun adalah orang yang
mengumpulkan barang- barang dengan menunggu waktu naiknya harga, sehingga dia
bisa menjualnya dengan harga yang tinggi, hingga warga setempat sulit untuk
menjangkaunya.
Syarat terjadinya penimbunan adalah
sekedar mengumpulkan dengan menunggu naiknya harga sehingga bisa menjualnya
dengan harga yang mahal, baik menimbun dari hasil pembeliannya, atau hasil
buminya yang luas.[2]
Para ulama berbeda
pendapat tentang hukum ihtikar, dengan perincian sebagai berikut:
1. At Tirmidzi berkata
[sunan III/567], “Hukum inilah yang berlaku dikalangan ahli ilmu. Mereka
melarang penimbunan bahan makanan. Sebagian ulama membolehkan penimbunan selain
bahan makanan. Ibnul Mubarak berkata, “Tidak mengapa menimbun kapas, kulit
kambing yang sudah disamak (sakhtiyan), dan sebagainya“.
2. Al Baghawi berkata
[Syarhus Sunnah VIII/178-179], “Para ulama berbeda pendapat tentang masalah
ihtikar. Diriwayatkan dari Umar bahwa ia berkata, “Tidak boleh ada penimbunan
barang di pasar kami. Yakni sejumlah oknum dengan sengaja memborong
barang-barang di pasar lalu ia menimbunnya. Akan tetapi siapa saja yang
memasukkan barang dari luar dengan usaha sendiri pada musim dingin atau musim
panas, maka terserah padanya apakah mau menjualnya atau menyimpannya.”
3. Diriwayatkan dari
Utsman bahwa beliau melarang penimbunan barang. Imam Malik dan Ats Tsauri juga
melarang penimbunan seluruh jenis barang. Imam Malik mengatakan, “Dilarang
menimbun jerami, kain wol, minyak dan seluruh jenis barang yang dapat merugikan
pasar”.
4. Sebagian ulama
berpendapat bahwa penimbunan barang hanya berlaku pada bahan makanan saja.
Sedangkan barang-barang lainnya tidak mengapa. Ini pendapat Abdullah bin Al
Mubarak dan Imam Ahmad.
Imam Ahmad berkata, “Penimbunan barang hanya berlaku pada tempat-tempat
tertentu seperti Makkah, Madinah atau tempat terpencil di batas-batas wilayah.
Tidak berlaku seperti di Bashrah dan Baghdad, karena kapal dapat berlabuh di
sana“.
5. An Nawawi berkata
[Syarh Shahih Muslim XI/43], “Para
ulama Syafi’i mengatakan bahwa ihtikar yang diharamkan adalah penimbunan
barang-barang pokok tertentu, yaitu membelinya pada saat harga mahal dan menjualnya
kembali. Ia tidak menjual saat itu juga, tapi ia simpan sampai harga melonjak
naik. Tetapi jika dia mendatangkan barang dari kampungnya atau membelinya pada
saat harga murah lalu ia menyimpannya karena kebutuhannya, atau ia menjualnya
kembali saat itu juga, maka itu bukan ihtikar dan tidak diharamkan. Adapun
selain bahan makanan, tidak diharamkan penimbunan dalam kondisi apapun juga”.
6. Kemudian para ulama
berpendapat, penimbunan yang dilarang kepada penimbunan bahan makanan pokok
yang sangat dibutuhkan dan pada saat harga mahal. Demikian juga Imam Syafi’i,
Abu Hanifah dan ulama lainnya. Dan pendapat itulah yang benar.”"[3]
Kanzul mal
Kanzu adalah mashdar dari kanaza–yaknizu–kanz[an]. Al-Kanzu secara
bahasa artinya harta yang dipendam. Al-Kanzu juga merupakan sebutan untuk harta
yang disimpan di dalam kotak dan sebutan untuk apa saja yang disimpan di
dalamnya. Dalam pembicaraan orang Arab, al-kanzu artinya adalah apa saja yang
dikumpulkan sebagian atas sebagian yang lain, baik di dalam tanah atau di atas
tanah. Harta yang dikumpulkan itu untuk ditimbun, yaitu dikumpulkan dan
disimpan. Dengan demikian, al-kanzu adalah harta yang dikumpulkan dan disimpan,
baik di dalam atau di atas tanah.
Kanzul mal
adalah menyimpan
uang agar tidak beredar di pasar atau menyimpan mata uang tertentu dalam rangka
profit taking (menunggu harga naik, lalu dijual).
Namun, bahaya penimbunan
itu terjadi dari penimbunan uang bukan dari menabung uang. Sebab, uang yang ditabung
itu pada waktunya akan dibelanjakan sehingga pertukaran harta terjadi sehingga
sirkulasi kekayaan tetap terjadi di masyarakat dan roda perekonomian tetap
berjalan.
Islam
membolehkan seseorang menabung uang untuk membiayai suatu keperluan yang ia rencanakan.
Islam hanya mewajibkan pengeluaran zakat dari uang yang ditabung itu jika sudah
mencapai batas /nishab/ dan berlalu haulnya. Sebaliknya, Islam mengharamkan
penimbunan emas dan perak. Pada saat
diharamkan, emas dan perak menjadi alat tukar dan standar bagi tenaga, jasa
atau manfaat suatu harta. Atas dasar
itu, larangan penimbunan emas dan perak itu juga terkait dengan fungsinya sebagai
alat tukar. Artinya, larangan itu juga
mencakup larangan terhadap penimbunan uang secara umum. Namun,
perlu diketahui ada kewajiban berzakat jika simpanan uang atau emas kita yang
ada di deposito atau tabungan telah mencapai nishab, sudah haul (berlalu
setahun).[4]
Nishab emas
adalah 85 gr emas sedang nishab perak 595 gr perak. Perhitungan haul (mengendap
setahun) didasarkan pada sistem kalender Islam (qamariyah), bukan kalender
masehi (syamsiyah). Zakatnya 2,5 %. Misal, pada 1 Muharam 1428 H Assegaf punya
emas yang telah mencapai nishab, katakan 100 gr emas. Jika dia memiliki emas
itu selama satu tahun hingga 1 Muharam 1429 H (sudah haul), wajib dizakati
sebesar 2,5 % X 100 gr = 2,5 gr emas. Zakat boleh dikeluarkan dalam bentuk
emas, atau harta lain yang senilai (qimah), misal diuangkan senilai 2,5 gr
emas. Nabi SAW pernah mengambil baju sebagai pembayaran zakat emas.
Uang kertas
yang kita tabungkan di bank atau di bawah bantal juga wajib dizakati, meski
bukan berstandar emas dan perak. Sebab fungsinya sama dengan dinar dan dirham
yakni sebagai alat tukar serta pengukur nilai barang dan jasa. Ketentuan zakat
uang sama dengan ketentuan zakat emas dan perak. Contoh, Nani punya uang Rp 20
juta. Ini berarti sudah melebihi nishab (asumsinya harga 1 gr emas = Rp 200
ribu, berarti nishab zakat uang Rp 17 juta). Jika uang itu sudah dimiliki
selama satu tahun (haul), wajib dizakati 2,5 % X Rp 20 juta = Rp 500 ribu.[5]
B. Dasar Hukum
Ikhtikar Dan Kanzul Mal
Ikhtikar
Al- Qur’an
Tafsiran surat Al Baqarah : 279
bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& w cqßJÎ=ôàs? wur cqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
“Maka jika kamu tidak
melaksanakan (apa yang diperintahkan ini) maka ketahuilah, bahwa akan terjadi
perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-nya. Dan jika kamu bertaubat, maka bagi
kamu pokok harta kamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”.
Kata dahsyat dipahami dalam bentuk nakirah pada kata(حرب) harb. Sulit
dibayangkan, betapa dahsyatnya perang itu, apalagi ia dilakukan oleh Allah, dan
rasanya terlalu besar jika meriam digunakan membunuh lalat. Karena itu banyak
yang memahami kedahsyatan yang dimaksud bukan dalam perangnya, maka itu adalah
yang bersumber dari Rasul-Nya. Perang yang dimaksud tidak harus dalam bentuk
mengangkat senjata, tetapi segala upaya untuk memberantas dan menghentikan
praktek riba.
Sedangkan kata تبتم (jika kamu bertaubat), maksud dari kata
ini adalah tidak lagi melakukan transaksi riba, dan melaksanakan tuntunan
illahi ini. Tidak mengambil sisa riba yang belum diambil, maka perang tidak
akan berlanjut, bahkan kamu boleh mengambil kembali pokok hartamu dari mereka. Dengan demikian kamu tidak
menganiaya mereka dengan membebani mereka pembayaran hutang yang melebihi apa
yang mereka terima, dan tidak pula dianiaya oleh mereka karena
mereka harus membayar penuh sebesar jumlah utang yang mereka terima.[6]
Tafsiran Surah Al-Hajj ayat 78
(#rßÎg»y_ur Îû «!$# ¨,ym ¾ÍnÏ$ygÅ_ 4 uqèd öNä38u;tFô_$# $tBur @yèy_ ö/ä3øn=tæ Îû ÈûïÏd9$# ô`ÏB 8ltym 4 s'©#ÏiB öNä3Î/r& zOÏdºtö/Î) 4 uqèd ãNä39£Jy tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# `ÏB ã@ö6s% Îûur #x»yd tbqä3uÏ9 ãAqߧ9$# #´Îgx© ö/ä3øn=tæ (#qçRqä3s?ur uä!#ypkà n?tã Ĩ$¨Z9$# 4 (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qßJÅÁtGôã$#ur «!$$Î/ uqèd óOä39s9öqtB ( zN÷èÏYsù 4n<öqyJø9$# zO÷èÏRur çÅÁ¨Z9$# ÇÐÑÈ
Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad
yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang
tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari
dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia,
Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik
penolong.”
[993] Maksudnya: dalam Kitab-Kitab
yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w.
Shalat,
ibadah dan amal kebajikan bukanlah
sesuatu yang mudah dipenuhi karena dalam diri manusia ada nafsu yang selalu mengajak
kepada kejahatan, disekelilingnya ada setan yang menghambat, karena itu manusia
perlu berjihad mencurahkan seluruh tenaga dan kemampuan agar amal-amal
kebajikan itu dapat terlaksana dengan baik. Dari sini ayat 78 yang menyususl
perintah beramal baik itu menegaskan bahwa : perhatikanlah ajakan kami dan
berjihadlah yakni mencurahkan semua kemampuan dan totalitas kamu pada jalan
Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya yakni demi karena Allah dan
mengalahkan musuh dan hawa nafsu kamu sehingga kamu menjadi hamba-hambaNya yang
ta’at.
Kata (جها د ) jihad terambil dari
kata ( جهد) juhd yang
mempunyai aneka makna, antara lain : upaya, kesungguhan, keletihan,
kesulitan, penyakit, kegelisahan, dan lain-lain. Dalam al-Qur’an ditemukan sekitar
empat puluh kali kata jihad dengan berbagai bentuknya. Maknanya bermuara
pada mencurahkan seluruh kemampuan atau menanggung pengorbanan.
Mujtahid adalah
yang mencurahkan seluruh kemampuannya dan berkorban dengannya waktu atau tenaga,
pikiran, emosi dan apa saja yang berkaitan dengan diri manusia. Jihad adalah cara
untuk mencapai tujuan. Caranya disesuaikan dengan tujan yang ingin dicapai dan dengan
modal yang tersedia. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, bahkan kelesuan,
tidak pula pamrih.
Kata (اجتبا كم) ijtabakum /telah memilihkamu, dipahami oleh Thabathaba’I
dalam arti pilihan khusus yang menjadikan seseorang hanya mengarahkan pandangan
kepada Allah. Allah telah menjadi perhatiannya
yang penuh sehingga tidak ada lagi tempat di dalam hatinya untuk selain Allah.
Kata ( ملة) millah, terambil dari kata yang yang berarti meng-imla’kan, yakni membacakana kepada orang lain agar ditulis olehnya. Kata ini sering kali
dipersamakan dengan kata din/agama.
Ini karena agama atau millah adalah
tuntunan-tuntunan yang disampaikan Allah SWT yang bagaikan sesuatu yang di imla’
kan dan ditulis, sehingga sama sepenuhnya dengan apa yang disampaikan itu.
Kata ( اعتصموا ) I’tashimu terambil dari
kata ( عصم) ‘ashama yang bermakna menghalangi. Penggalanya ini mengandung perintah
untuk berpegang kepada tali agama
Allah yang berfungsi menghalangi seseorang terjatuh.[7]
Tafsiran Surah Al-Maidah ayat 2
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#q=ÏtéB uȵ¯»yèx© «!$# wur tök¤¶9$# tP#tptø:$# wur yôolù;$# wur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |Møt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6t WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rß$sÜô¹$$sù 4 wur öNä3¨ZtBÌøgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya:“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan
melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang
had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan
keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka
bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya.”
Kata (شعا ئر) sya’air adalah jama’ dari
kata ( شعيرة) sya’irah yang berarti tanda, atau bias juga dinamai isyi’ar . yakni tanda-tanda agama dan
ibadah yang ditetapkan Allah.
Kata ( حرام) haram pada mulanya
berarti terhormat. Sesuatu yang
dihormati biasanya lahir sebagai penghormatan terhadap aneka larangan yang
berkenaan dengannya. Jika anda menghormati orang tua, maka anda tidak boleh memperlakukannya
sama dengan perlakuan kepada sahabat atau adik anda. Dari sisni, kata haram diartikan dengan“larangan” . [8]
Hadist
مَنِ احْتَكَرَ
فَهُوَ خَاطِئٌ
Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa. (HR. Muslim 1605) kata “bersalah” disini bukanlah kata yang boleh dianggap
enteng. Sebab kata itu dipakai oleh al-Qur’an untuk mengidentifikasi
orang-orang yang durhaka dan congkak. [9]
Kanzul mal
Al- qur’an
Tafsiran Surah At- Taubah ayat 34-
35
* $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZÏW2 ÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ crÝÁtur `tã È@Î6y «!$# 3 úïÏ%©!$#ur crãÉ\õ3t |=yd©%!$# spÒÏÿø9$#ur wur $pktXqà)ÏÿZã Îû È@Î6y «!$# Nèd÷Åe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OÏ9r& ÇÌÍÈ tPöqt 4yJøtä $ygøn=tæ Îû Í$tR zO¨Zygy_ 2uqõ3çGsù $pkÍ5 öNßgèd$t6Å_ öNåkæ5qãZã_ur öNèdâqßgàßur ( #x»yd $tB öNè?÷t\2 ö/ä3Å¡àÿRL{ (#qè%räsù $tB ÷LäêZä. crâÏYõ3s? ÇÌÎÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan
harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari
jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu
dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung
mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan itu."
Kata (crâÏYõ3s?) dipahami dalam arti menghimpun sesuatu dalam satu wadah, baik
wadah itu berada dalam tanah maupun dipermukaan bumi. Ayat ini cuma menyebut
dua macam yang dihimpun yaitu emas dan perak karena biasanya kedua hal itulah
yang menjadi ukuran nilai atau yang umumnya disimpan.
Asy- Sya’rawi
mengemukakan bahwa salah satu aspek kemukjizatan Al- Qur’an adalah uraian ayat
ini dimana Allah menguraikan tentang emas dan perak dua jenis barang tambang
yang dijadikan Allah sebagi dasar penetapan nilai uang dan alat tukar dalam
perdagangan, kendati ada barang tambang lainnya yang lebih mahal dan berharga.
Tetapi demikian keadaannya, hingga kini seluruh dunia kedua barang tambang itu
masih tetap menjadi dasar bagi perdagangan dan nilai uang setiap negara. Ayat
ini tidak mengecam semua mengumpulkan harta apalagi yang menabungnya untuk masa
depan. Kecaman ditunjukkan terhadap mereka yang menghimpun tanpa menafkahkannya
dijalan Allah, yakni tidak melaksanakan fungsi sosial dari harta antara lain
zakat, dan itulah yang dinamai ayat ini kanz. Atas dasar itu mereka yang
telah menginfakkan hartanya dan menabung sisanya, tidaklah dinamai taknizun.
Siksa yang
menimpa para penghimpun harta lagi tidak menfkahkannya dijalan Allah dilukiskan
oleh ayat diatas akan menimpa tiga bagian dari tubuh penghimpunnya. Menurut
Asy-Sya’rawi masing- massing dari bagian tubuh manusia yang disebut oleh ayat
tersebut mempunyai peranan dalam kekikiran mereka. Dahi yang merupakan bagian
dari wajah manusia adalah yang pertama berperan ketika seseorang datang meminta
bantuan. Ketika itu yang enggan bernafkah memalingkan wajahnya dan mengerutkan
dahinya saat mengetahui kedatangan si peminta. Saat itu juga si peminta merasa
terhina, tetapi boleh jadi dia belum mengurungkan niatnya, dan berlanjut dalam
usahanya maka ketika itu si kikir memalingkan badannya, menghadap kearah lain tetapi kalau si peminta
masih berkeras meminta maka si kikir mengambil sikap yang tegas, kali ini
dengan meninggalkan si peminta dan menghalanginya. Demikian terlihat ketiga
anggota tubuh itu yakni dahi yang terdapat di wajah, lambung dan punggung
tersebut yang kikir berperanan agar harta yang dihimpunnya tidak ia nafkahkan
dijalan Allah.[10]
Hadist
Kemudian diantara
hadits yang penting mengenai masalah penimbunan adalah haditst yang diriwayatkan
oleh Ma’qil bin Yasar yaitu :
مَنْ دَخَلَ فِيْ شَيْئٍ مِنْ أَسْعَا رِ الْمُسْلِمِيْنَ لِيُغْلِيَهُ عَلَيْهِمْ كَا نَ حَقًاعَلي اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَا لَئ أَنْ يُقْعِدَ هُ بِعَظْمِ مِنَ النَّارِ يَوْمَ اْلقِيَا مَةِ قَلَ : اَنْتَ سَمِعْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص.م؟ قَا لَ: غَيْرَ مَرَّ ةٍ وَلاَمَرَّ تَيْنِ.(احمد و الطبر انئ)
“Siapa ikut campur tentang harga bagi orang Islam supaya menaikkanya sehingga mereka keberatan, maka menjadi ketentuan Allah untuk mendudukan dia itu pada api yang sangat besar nanti pada hari kiamat. Kemudian Abdullah bertanya : Engkau benar-benar mendengar hal itu dari Rasulullah SAW? Maqil menjawab : Bukan sekali dua kali.” ( Riwayat Ahmad dan Tabrani ).
مَنْ دَخَلَ فِيْ شَيْئٍ مِنْ أَسْعَا رِ الْمُسْلِمِيْنَ لِيُغْلِيَهُ عَلَيْهِمْ كَا نَ حَقًاعَلي اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَا لَئ أَنْ يُقْعِدَ هُ بِعَظْمِ مِنَ النَّارِ يَوْمَ اْلقِيَا مَةِ قَلَ : اَنْتَ سَمِعْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص.م؟ قَا لَ: غَيْرَ مَرَّ ةٍ وَلاَمَرَّ تَيْنِ.(احمد و الطبر انئ)
“Siapa ikut campur tentang harga bagi orang Islam supaya menaikkanya sehingga mereka keberatan, maka menjadi ketentuan Allah untuk mendudukan dia itu pada api yang sangat besar nanti pada hari kiamat. Kemudian Abdullah bertanya : Engkau benar-benar mendengar hal itu dari Rasulullah SAW? Maqil menjawab : Bukan sekali dua kali.” ( Riwayat Ahmad dan Tabrani ).
Dari nas hadits tersebut dan mahfumnya, para ulama beristinbath bahwa diharamkannya
menimbun adalah dengan dua syarat :
1.
Dilakukan di suatu negara tempat penduduk negara itu akan menderita sebab
adanya penimbunan.
2.
Dengan maksud untuk menaikan harga sehingga orang merasa payah supaya dia
memperoleh keuntungan yang berlipat ganda[11]
C.
Hikmah larangan ikhtikar dan kanzul mal
Untuk mencegah munculnya perkara yang dapat merugikan orang banyak.
Sebagaimana halnya para ulama sepakat bahwa bila seseorang memiliki bahan makanan,
lalu orang- orang sangat membutuhkannya dan mereka tidak mendapatkan selain
itu, maka ia boleh dipaksa untuk menjualnya demi mencegah kemudharatan atas
orang banyak[12].
Dengan melarang menimbun harta, maka
harta itu dapat disertakan dalam usaha-usaha produktif seperti dalam
perencanaan produksi, maka akan tercipta banyak kesempatan kerja yang baru dan
mengurangi pengangguran. Kesempatan-kesempatan baru bagi pekerjaan ini bisa
menambah pendapatan dan daya beli masyarakat sehingga bisa mendorong
meningkatnya produksi, baik itu dengan membuat rencana-rencana baru maupun
dengan memperluas rencana yang telah ada. Dengan demikian, akan tercipta
situasi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dalam masyarakat.
D. Respon Masyarakat
Terhadap Ikhtikar dan Kanzul Mal
Menurut sebagian masyarakat mengenai ikhtikar dan kanzul mal itu
sama-sama penyebab terjadinya distorsi pasar yang dapat menyebabkan produksi
berkurang dikalangan masyarakat yang membutuhkan sehingga akan menghambat laju
perekonomian. Menurut mereka antara kanzul mal dan ikhtikar itu bedanya cuma
pada objek dan teknis pelaksanaannya saja. Ikhtikar dan kanzul mal tidak diperbolehkan kalau komoditas yang
ditimbun itu merupakan komoditas publik. Sedangkan mengenai hukumnya (ikhtikar
dan kanzul mal) para ulama’ itu masih berbeda pendapat, yakni sebagian ada yang membolehkan dan sebagiannya
lagi ada yang melarangnya.[13]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Ikhtikar artinya
menimbun barang agar yang beredar di masyarakat berkurang, lalu harganya naik.
Yang menimbun memperoleh keuntungan besar, sedang masyarakat dirugikan.
2. Kanzul mal
adalah harta yang dikumpulkan untuk ditimbun, yaitu dikumpulkan dan
disimpan.namun disini menabung di bank tidak termasuk didalamnya
3. Mayoritas ulama’
mengharamkan melakukan ikhtikar dan kanzul mal berdasarkan sumber-sumber dari
al-Qur’an dan hadits yang ada.
4. Hikmah larangan
ikhtikar dan kanzul mal: Untuk mencegah munculnya perkara yang dapat merugikan
orang banyak. Sebagaimana halnya para ulama sepakat bahwa bila seseorang
memiliki bahan makanan lalu orang- orang sangat membutuhkannya dan mereka tidak
mendapatkan selain itu, maka ia boleh dipaksa untuk menjualnya demi mencegah
kemudharatan atas orang banyak
DAFTAR PUSTAKA
Qardawi Yusuf, Halal Haram dalam Islam, Surabaya : PT. Bina Ilmu,
2003.
Shaikh Salim Bin ‘Ied-Al- Hilali, Ensiklopedia Laranga, Bogor:
Pustaka Imam 2005.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Mishbah vol.5, Jakarta: Lentera
Hati, 2002.
Taqyuddin An- Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif,
Surabaya: Risalah Gusti, 2009, hal. 210, Cet.VIII
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Mishbah vol.3, Jakarta:
Lentera Hati, 2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Mishbah vol.9, Jakarta:
Lentera Hati, 2002.
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran vol.3,
Jakarta: Al- Huda, 2003.
Nasrun Haroen,Fiqh Muamalah, Jakarta.Gaya Media
Prartama, 2000.
[2] Taqyuddin An-
Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, (Surabaya: Risalah Gusti,
2009, hal. 209, Cet.VIII)
[3] Syaikh Salim bin Ied Al
Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut Al Qur’an dan As Sunnah , Pustaka
Imam Asy Syafi’i.
[4] Ar-Razi, Mukhtar
ash-Shihah, cet. I, hlm.124
[5] Abdul Qadim
Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilalah, hal. 169
[6] Allamah Kamal
Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran vol.3, (Jakarta: Al- Huda, 2003) hal.69
[7] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al- Mishbah vol.9, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm.220
[8] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al- Mishbah vol.3, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm.9
[9] Taqyuddin An-
Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, (Surabaya: Risalah Gusti,
2009, hal. 210, Cet.VIII)
[10]M. Quraish
Shihab, Tafsir Al- Mishbah vol.5, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm.572
[12] Shaikh Salim
Bin ‘Ied-Al- Hilali, Ensiklopedia Laranga, (Bogor: Pustaka Imam 2005)
hlm.216
[13] Hasil
wawancara Bpk. Isyrokh Fuaidi, di ruang dosen, tgl 28 November 2012, jam 09.00
Hasil wawancara Saudari
Zahro Shulhah, di halaman Staimafa, tgl 28 November 2012, jam 09.00
EmoticonEmoticon