BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peran perbankan
dalam memenuhi kebutuhan dana masyarakat semakin dibutuhkan. Salah satunya
untuk kredit investasi maupun konsumsi yang menjadi kredit atau pembiayaan
jangka panjang salah satunya adalah KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Tingginya
permintaan akan perumahan telah membuat pihak perbankan serius untuk membuat
produk yang benar-benar sesuai dengan harapan masyarakat. Sebagian besar
masyarakat berpendapat bahwa mengajukan kredit akan membebani mereka dengan
bunga yang cukup tinggi karena setiap tahun bunga bank berubah, oleh karena itu
muncullah produk baru dari perbankan syariah yang dikenal dengan KPR Syariah
yang bertujuan membuat masyarakat tidak merasa terbebani oleh biaya bunga KPR
konvensional. Produk pembiayaan KPR yang digunakan dalam perbankan syariah
memiliki perbedaan dengan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) di perbankan konvensional. Hal ini merupakan
implikasi dari perbedaan prinsip yang diterapkan perbankan syariah dan
perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian (profit and loss sharing) sebagai pengganti
sistem bunga perbankan konvensional.
Dalam produk
pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan
syariah dan perbankan konvensional diantaranya pemberlakuan akad dan tidak ada
pemberlakuan akad. Pada bank syariah, semua transaksi harus berdasarkan akad
yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus
mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah,
kemudian hal lain mengenai kebolehan dan ketidak bolehan tawar-menawar antara
nasabah dengan bank, prosedur pembiayaan
dan lain sebagainya. Oleh karena itu penulis ingin lebih mengkaji lebih dalam
mengenai perbedaan KPR konvensional dengan KPR syari’ah yang penulis khususkan
menggunakan akad Murabahah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kredit dan pembiayaan pemilikan Rumah?
2.
Bagaimana kedudukan akad murabahah pada bank syariah dalam
pembiayaan rumah dibanding dengan kredit kepemilikan rumah pada bank konvensional?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Akad Pembiayaan Murabahah
1.
Pengertian Pembiayaan Murabahah
Secara sederhana, murabahah
berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang
disepakati. Murabahah dilaksanakan atas dasar saling rela atau suka sama suka
dengan tidak keluar dari aturan agama Islam. Dalam prinsip murabahah tidak
terdapat penipuan dan ketidak jujuran, dan yang pasti saling terbuka adalah
salah satunya syarat dalam pelaksanaan sistem murabahah.
Murabahah adalah kontrak
yang berdasarkan perhitungan biaya ditambah sesuatu atau cost plus. Dalam hal
ini berarti ada tambahan diluar dari harga pokok. Jadi singkatnya murabahah
adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli akad
ini merupakan salah satu bentuk natural
certainty contract, karena dalam murabahah ditentukan beberapa required of profitnya (keuntungan yang ingin diperoleh). Karena
dalam definisinya disebut adanya “keuntungan yang disepakati”, karakteristik
murabahah adalah si penjual harus memberi tahu pemberian tentang harga
pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya
tersebut. Selama akad belum berakhir maka harga jual beli tidak boleh berubah.
Apabila terjadi perubahan maka akad tersebut akan menjadi batal. Melalui akad
murabahah ini nasabah atau konsumen dapat memenuhi kebutuhan untuk
memperoleh dan memiliki barang yang
dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu. Dengan kata lain
nasabah atau konsumen telah memperoleh pembayaran dari bank atau lembaga non
bank.
2.
Jenis-jenis Murabahah
Murabahah
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1)
Murabahah tanpa pesanan,
maksudnya ada yang pesan atau tidak,ada yang beli atau tidak, bank syariah
menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang pada murabahah ini tidak terpengaruh atau terikat langsung
dengan ada tidaknya pesanan atau
pembeli,
2)
Murabahah berdasarkan
pesanan, maksudnya Bank Syariah baru akan melakukan transaksi murabahah
atau jual beli apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga
penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan pada murabahah
ini, pengadaan barang sangat tergantung atau terkait langsung dengan
pesanan atau pembelian barang tersebut.
B.
KPR Syariah
Merupakan salah satu produk pembiayaan Bank Syariah yang membiayai
kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan rumah tinggal (konsumtif), baik baru
maupun bekas. Nasabah dapat mengangsur pembayarannya dengan jumlah angsuran
yang tidak akan berubah selama masa perjanjian. Perbedaan antara produk KPR
Bank Konvensional dengan Bank syariah ada pada konsep bagi hasil dan
kerugian (profit and loss sharing).
Dalam menjalankan produk KPR, bank syariah memadukan dan menggali transaksi
yang dibolehkan dalam Islam dengan operasional KPR perbankan konvensional.
Transaksi yang banyak digunakan oleh perbankan syariah di Indonesia dalam
menjalankan produk pembiayaan KPR adalah pembiayaan murabahah, istisna’ dan
ijarah, khususnya ijarah muntahiya bi tamlik (IMBT).
C.
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Konvensional
a.
Pengertian KPR (Konvensional)
KPR atau Kredit Pemilikan Rumah merupakan salah satu jenis
pelayanan kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabah yang menginginkan
pinjaman khusus untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan rumah. KPR juga
muncul karena adanya berbagai kondisi penunjang yang strategis diantaranya
adalahpemenuhan kebutuhan perumahan yang semakin lama semakin tinggi namum
belum dapat mengimbangi kemampuan daya beli kontan dari masyarakat. KPR(Kredit
Pemilikan Rumah) adalah kredit yang digunakan untuk membeli rumah atau untuk
kebutuhan konsumtif lainnya dengan jaminan/agunan berupa rumah.
b.
Jenis- Jenis KPR
Secara
umum ada 2 jenis KPR, yaitu:
1)
KPR Subsidi
Merupakan
suatu kredit yang diperuntukkan kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan
menengah kebawah, hal ini guna untuk memenuhi kebutuhan memiliki rumah atau
perbaikan rumah yang telah dimiliki sebelumnya.Bentuk subsidi yang diberikan
berupa : Subsidi meringankan kredit dan subsidi menambah dana pembangunan atau
perbaikan rumah. Kredit subsidi ini diatur tersendiri oleh Pemerintah, sehingga
tidak setiap masyarakat yang mengajukan kredit dapat diberikan fasilitas ini.
Secara umum batasan yang ditetapkan oleh
Pemerintah dalam memberikan subsidi adalah penghasilan pemohon dan maksimum
kredit yang diberikan.
2)
KPR Non Subsidi
Merupakan
KPR ang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat tanpa adanya campur tangan
pemerintah. Ketentuan KPR ditetapkan oleh bank itu sendri, sehingga penentuan
besarnya kredit maupun suku bunga dilakukan sesuai dengan kebijakan bank yang
bersangkutan.
D.
Kedudukan akad Murabahah dalam Pembiayaan Pemilikan Rumah pada bank
syariah dengan Kredit Pemilikan Rumah pada bank Konvensional
-
Pemberian Kredit
Pemilikan Rumah
a.
Prosedur Pemberian Kredit
Prosedur pemberian kredit
adalah tahap-tahap yang harus dilalui sejak permohonan kredit diajukan oleh
Calon Debitur sampai disetujuioleh bank. Tujuan prosedur pemberian kredit
adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit diterima atau ditolak.
Ada sekitar delapan tahap proses kredit yang secara umum berlaku di
bank yaitu permohonan kredit, analisis kredit, persetujuan kredit, perjanjian
kredit, pencairan kredit, pengawasan kredit, pelunasan kredit dan penyelesaian
kredit bermasalah.
b.
Prinsip-prinsip Pemberian Kredit
Kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
yang diberikan olehbank mengandung resiko, sehingga dalam setiap
pemberian kredit ataupembiayaan
berdasarkan prinsip syariah harus memperhatikan asas-asasperkreditan atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat danberdasarkan prinsip
kehati-hatian.Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-undang Perbankan yang
diubah, yang mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit ataupembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah watak, kemampuan, modal,agunan, dan prospek
usaha dari nasabah debitur. Pada prinsipnya untuk memberikan kredit kepada
nasabah ada beberapayang pokok untuk diperhatian pada setiap calon
nasabah/debitur, yaitu :
a.
Penilaian Watak (character)
Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui
kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi ataumengembalikan
pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bankdikemudian hari. Karena watak
yang jelek akan menimbulkan perilaku-perilaku yangjelek pula. Perilaku yang
jelek ini termasuk tidak mau membayar hutang.Karena itu sebelum kredit
diluncurkan harus terlebih dahulu ditinjau apakahmisalnya calondebitur
berkelakuan baik, tidak terlibat tindakan-tindakan kriminal, bukan merupakan penjudi,
pemabuk atau tindakan-tindakan tidakterpuji lainnya.
b.
Penilaian Kemampuan (capacity)
Bank
harus meneliti tentang keahlian calon debitur
dalam bidangusahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin
bahwausaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat,sehingga
calondebiturnya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasiatau mengembalikan
pinjamannya. Kalau kemampuan bisnis- nya kecil, tentu tidak layak diberikan
kredit dalam skala besar. Demikian juga
jika bisnisnya ataupun kinerja bisnisnya lagi menurun, maka kredit juga
semestinya tidak diberikan,kecuali jika menurunnya itu karena kekurangan biaya sehingga dapat diantisipasi
bahwa dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit, maka kinerja bisnisnya
tersebut dipatikan akan semakin membaik.
c.
Penilaian terhadap modal (capital)
Bank
harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai
masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan
calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atauusaha calon debitur yang
bersangkutan
d.
Penilaian terhadap agunan (collateral)
Untuk
menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur umumnya wajib menyediakan
jaminan berupa agunan yang berkualitas
tinggi dan mudah dicairkan yang nilai minimalnya sebesar jumlah kredit
atau pembiayaan yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu seharusnya bank wajib
meminta agunan tambahan dengan maksud jika calon debitur tidak dapat melunasi
kreditnya, maka agunan tambahan tersebut dapat dicairkan guna menutupi
pelunasan atau pegembalian kredit atau pembiayaan yang tersisa.
e.
Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of
economy)
Kondisi
perekonomian secara mikro maupun makro merupakan faktor penting pula untuk
dianalisis sebelum kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan
bisnisnya pihak debitur. Misalnya jika bisnis debitur adalah dibidang bisnis
yang selama ini diproteksi atau diberikan hak monopoli oleh pemerintah, jika misalnya
ia terdapat kebijakan dimana pemerintah mencabut proteksi atau hak monopoli,
maka pemberian kredit terhadap perusahaan tersebut mesti ekstra hati-hati.
Dalam pendanaan
kepada nasabah dalam bentuk pemberian kredit, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan penilaian kredit, oleh
karena layak tidaknya kredit yang diberikan akan sangat mempengaruhi stabilitas
keuangan bank.Penilaian kredit harus memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut:
1.
Keamanan kredit (safety). Harus benar-benar diyakini bahwa kredit
tersebutdapat dilunasi kembali.
2.
Terarahnya tujuan penggunaan kredit (suitability). Kredit akan
digunakan untuk tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau
setidaknya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
3.
Menguntungkan (profitable). Kredit yang diberikan menguntungkan
bagi bank maupun bagi nasabah.
Permasalahan
yang biasanya dialami oleh lembaga keuangan syariah diantaranya: modal,
kegiatan operasional, sistem manajemen operasional, sistem manajemen keuangan, loyalitas
kredit.
-
Pembiayaan Murabahah
1.
Prosedur Pembiayaan Murabahah
Adapun prosedur tahapan pembiayaan murabahah dapat dijelaskan
sebagai berikut, yaitu :
a.
Nasabah melakukan pesanan barang yang akan dibeli kepada Bank
Syariah, dan dilakukan negosiasi terhadap harga barang dan keuntungan, syarat
penyerahan barang dan syarat pembayaran barang
b.
Setelah diperoleh kesepakatan dengan nasabah, bank syariah mencari barang yang dipesan
(melakukan pengadaan barang kepada pemasok). Bank syariah juga melakukan
negosiasi terhadap harga barang, syarat penyerahan, dan syarat pembayaran.
Pengadaan barang yang dipesan nasabah merupakan tanggung jawab bank sebagai
penjual
c.
Setelah diperoleh kesepakatan antara bank syariah dan pemasok,
dilakukan proses jual barang dan penyerahan barang dari pemasok ke bank syariah
d.
Setelah barang secara menjadi milik bank syariah, dilakukan proses
akad jual beli murabahah
e.
Penyerahan barang dari penjual yaitu bank syariah kepada pembeli
yaitu nasabah, dengan memperhatikan syarat penyerahan barangnya
f.
Tahap akhir adalah dilakukan pembayaran yang dapat dilakukan dengan tunai atau tangguh sesuai
kesepakatan antara bank syariah dengan nasabah
2.
Syarat-syarat Murabahah (jual beli) adalah :
a)
penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah ,
b)
kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan ,
c)
kontrak harus bebas dari riba ,
d)
penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian ,
e)
penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
-
Perbedaan Bank Konvensional Dengan Bank Syariah
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah
memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang,
mekanisme transfer, teknologi computer yang digunakan, syarat-syarat umum
memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan
sebagainya. Namun, terdapat banyak perbedaan mendasar diantara keduanya, antara
lain:
Tabel
1 : Perbedaan Antara Bank Syariah Dengan Bank Konvensional
No
|
. Bank Syariah
|
Bank
Konvensional
|
1.
|
Berinvestasi
pada usaha yang halal
|
Bebas nilai
|
2.
|
Atas dasar
bagi hasil margin keuntungan dan fee
|
Sistem bunga
|
3.
|
Besaran bagi
hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha
|
Besarannya
tetap
|
4.
|
Profit dan
falah oriented
|
Profit
oriented
|
5.
|
Pola hubungan
kemitraan
|
Hubungan
debitur-kreditur
|
6.
|
Ada Dewan
Pengawas Syariah
|
Tidak ada
lembaga sejenis
|
Sumber : (Sigid
Triandaru dan Totok Budisantoso : 2006 : 157)
Tabel 2 : Perbandingan Sistem Bunga Dengan Bagi Hasil
No.
|
Sistem Bunga
|
Sistem Bagi
Hasil
|
1.
|
Penentuan
suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk
pihak bank
|
Penentuan
besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung dan rugi
|
2.
|
Besarnya
presentase berdasarkan pada pinjaman jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
|
Besarnya
rasio (nisbah) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
|
3.
|
Tidak
tergatung kepada kinerja usaha jumlah pembayaran
bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan
ekonomi sedang baik
|
Tergantung
kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan
jumlah pendapatan
|
4.
|
Eksistensi
bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk Agama Islam
|
Tidak ada
agama yang meragukan keabsahan bagi hasil
|
5.
|
Pembayaran
bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan
oleh pihak nasabah untung atau rugi
|
Bagi hasil
tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak
mendapatkan keuntungan maka kerugian akan di tanggung bersama oleh kedua
belah pihak.
|
Tabel 3: Perbandingan Prosedur Pemberian Kredit Dan Murabahah Pada
Bank Konvensional Dan Bank Syariah
No.
|
Bank
Konvensional
|
Bank Syariah
|
1.
|
Perjanjian
kredit bank konvensional tidak dibatasi oleh halal dan haram
|
Akad
murabahah harus dibatasi oleh hal-hal yang halal atau baik dan harus sesuai
dengan syariat islam
|
2.
|
Perjanjian
kredit bank konvensional menggunakan prinsip bunga
|
Akad
murabahah memakai prinsip bagi hasil atau margin
|
3.
|
Bank
konvensional tidak diawasi dengan Dewan Pengawas Syariah, hanya komite
pemutus kredit dan bagian analis kredit serta pimpinan cabang yang mengetahuinya
|
Bank syariah
diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah dalam memutuskaan akad murabahah
|
4.
|
Selama
perjanjian kredit berlangsung dan belum selesai bunga dapat berubah secara
sepihak
|
Selama
kontrak margin tidak dapat berubah karena sudah sesuai didalam akad murabahah
|
-
Persyaratan KPR
Secara umum persyaratan dan ketentuan yangdiperlakukan oleh bank
untuk nasabah yang akan mengambil KPR relatif sama. Baik dari sisiadministrasi
maupun dari sisi penentuan kreditnya.Untuk mengajukan KPR, pemohon harus melampirkan:
1.
KTP suami dan atau istri (bila sudah menikah)
2.
Kartu Keluarga
3.
Keterangan penghasilan atau slip gaji.
4.
Laporan keuangan (untuk wiraswasta)
5.
NPWP Pribadi (untuk kredit di atas Rp. 100 juta)
6.
SPT PPh Pribadi (untuk kredit di atas Rp. 50juta).
7.
Foto kopi sertifikat induk dan atau pecahan (bilamembelinya dari
developer)
8.
Foto kopi sertifikat (bila jual beli perorangan)
9.
Foto kopi IMB
Secara khusus,
perbedaan sistem pembiayaan KPR Bank Konvensional dan sistem pembiayaan bank
syariah adalah sebagai berikut:
Tabel
4 : Nasabah Melunasi KPR Sebelum Jatuh Tempo
Bank
Konvensional
|
Bank
Syariah
|
Pada bank
konvensional, jika nasabah ingin melunasi utang KPR-nya sebelum jatuh tempo,
maka bank akan mengenakan pinalty sebesar (sisa pokok pinjaman + angsuran +
(2 x bunga berjalan)) .
|
Pada bank
syariah, jika nasabah ingin melunasi cicilan KPR-nya sebelum jatuh tempo,
maka bank tidak akan mengenakan denda kepada nasabah
|
Sumber : Bank BRI
Tabel
5 : Akad/ Perjanjian
Bank
Konvensional
|
Bank Syariah
|
Pada bank
konvensional hubungan antara bank dan nasabah adalah hubungan debitur dan
kreditur. Nasabah sebagai pihak yang mempunyai kewajiban kepada bank selaku
kreditur. Dan pada saat yang sama, bank memiliki piutang terhadap nasabah
sebagai debitur. Perjanjian diantara keduanya, perhitungan kewajiban nasabah
dihitung berdasarkan sistem bunga yang ditetapkan oleh bank.
|
Pembiayaan
Kepemilikan Rumah kepada perorangan untuk memenuhi sebagian atau keseluruhan
kebutuhan akan hunian dengan mengunakan prinsip jual beli (Murabahah) dimana
pembayarannya secara angsuran dengan jumlah angsuran yang telah ditetapkan di
muka dan dibayar setiap bulan. Skim pembiayaan adalah jual beli (MURABAHAH),
adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh Bank dan Nasabah (fixed margin).
|
Sumber : Bank BRI
Tabel 6 : Perlakuan terhadap nasabah yang terlambatmembayar
angsuran
Bank
Konvensional
|
Bank Syariah
|
Jika nasabah
terlambat membayar angsuran maka bank mengenakan denda sebesar (sisa pokok
pinjaman + angsuran + (2 x bunga berjalan). Jika selama 3 bulan menunggak
secara berturut-turut maka rumah dijadikan sebagai jaminan dan pada akhirnya
akan disita oleh bank.
|
Pada bank
syariah jika nasabah terlambat membayar angsuran juga akan dikenai denda
sebesar 0,0005% per hari dari jumlah tunggakan angsuran bulanan.
|
Sumber : Bank BRI
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
KPR syariah pada dasarnya mempunyai fungsi yang hampir sama dengan
KPR konvensional. Yaitu sebagai salah satu pembiayaan yang bertujuan untuk
membantu para nasabah mewujudkan keinginan mereka untuk memiliki sebuah rumah. Salah satu Perbedaan nya
mengenai ada tidaknya pemberlakuan akad. Pada bank syariah, semua transaksi
harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua
transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah
syariah. Perbedaan akad/perjanjian
antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada perhitungan
angsuran. Dimana bank konvensional menetapkan sistem bunga dalam perhitungan
angsuran, sedangkan bank syariah menetapkan margin keuntungan yang disampaikan
terlebih dahulu kepada nasabah sebelum nasabah menandatangani akad perjanjian
(akad Murabahah).
Daftar Pustaka
Agung,Edwin,2008,’Pelaksanaan
Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT.Bank
Antonio,
M. Syafi’i, 2001,Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Edisi Tiga, PT.
Rajawali Press, Jakarta.
Danamon
Indonesia Tbk Cabang Semarang Pemuda’,
Karya ilmiah tidak dipublikasikan,Universitas Diponegoro.
Kasmir,2002,Manajemen
Perbankan, PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terjemahan.
M. Nastangin. Yogyakarta. PT. Dana Bhakti Wakaf. 1997 hlm. 164
Putri
Puspita Sari, Artikelperbandingan Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank
Konvensional Dengan Pembiayaan Kepemilikan Rumah Pada Bank Syariah, PDF
diakses pada tanggal 22 Mei 2013 pukul
09.08 WIB.
Rahardja,
Prathama, 1997, Uang dan Perbankan, Cetakan Ketiga, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
www.bri.co.id
EmoticonEmoticon