MANTUQ
DAN MAFHUM
Dosen Pengampu : Ahmad Nadhif, MA.
Oleh: Uswatun Hasanah, Amirotun Nikmah, Zahro Sulhah
MANTUQ DAN
MAFHUM :
Ø
Pengertian Mantuq
Ø Macam- Macam
Mantuq
Ø Pengertian
Mafhum
Ø Macam- macam
Mafhum
Pendahuluan
Dalam
memahami suatu permasalahan terkadang kita tidak cukup hanya dengan memahami
bahasa itu sendiri. Kita membutuhkan makna yang terkandung dalam bahasa
tersebut untuk menguak maksud dari masalah tersebut. Dalam kajian ini kita
perlu mengkaji serta memahami tentang ilmu mantuq dan mafhum. Hukum adakalanya
diambil dari suatu dalil berdasarkan mantuqnya yakni menurut bunyi dari suatu
dalil. Adakalanya hukum diambil dari satu dalil menurut mafhumnya yakni tidak
berdasarkan bunyi dari dalil itu. Tetapi menurut fahamnya saja artinya
berdasarkan apa yang tersirat dan tersimpan dalam lafal itu. Dan dalam
pandangan ulama’ Syafi’iyah Dilalah ada 2 macam yaitu Dilalah Mantuq dan
Dilalah Mafhum. Dan berikut akan kami jelaskan pada penulisan ini.
Pembahasan
I.
MANTUQ ((المنطوق
A.
Pengertian Mantuq
·
Menurut ulama Ushul ialah
المنطوق مادل عليه اللفظ في محل النطق اي يكون حكما للمذكور وحالا من
احواله
Artinya: “Mantuq ialah suatu hal atau hukum yang diterangkan
oleh suatu lafal menurut bunyi lafal itu sendiri ( menurut ucapannya).”
·
Dilalah mantuq dalam
pandangan ulama’ syafi’iyah adalah penunjukan lafadz menurut apa yang di
ucapkan atas hukum menurut apa yang disebut dalam lafadz itu.
Ø Contoh Manthuq:
Dalam Al-Qur’an tentang perintah Alah kepada orang- orang yang
beriman untuk menepati janjinya seperti dalam surat al- Maidah ayat 1:
يا أ يّها الّذ ين امنوا أو فوا با لعقود
“Hai orang- orang yang beriman tepatilah janji- janjimu.”
Bunyi yang tersurat dalam ayat ini menganjurkan wajibnya pada
janji, jadi jelaslah bahwa hukum wajib menepati janji itu diambil dari bunyi
ayat tersebut menurut mantuqnya.
B.
Macam – Macam Mantuq
Macam- macam manthuq antara lain:
·
المنطوق باعتبار افادته لمعانه
1.
Nash (lafal yang dipahami dari segi nashnya) yaitu : lafal yang
memberikan faedah (arti) yang mana faedah ( arti ) tadi sesuai dengan lafal
tersebut.
Contoh زيد
.لا يحتمل غيره" "جاء زيد :شخص اسمه
2.
Dhohir yaitu lafal yang
memberikan faedah (arti) yang mana faedah tersebut serupa namun makna yang
dimaksudkan adalah makna yang diunggulkan
Contoh رايت
اسدا يشترى فيا فيا :
·
المنطوق باعتباردلالته على جزء معناه
1. Murokkab:
sesuatu (lafal) yang menunjukkan
sebagiannya atas bagian maknanya. Contoh:
2. Mufrad: suatu
(lafal) yang tidak menunjukan sebagiannya atas bagian maknanya. Contoh:
·
المنطوق باعتباردلالته على معناه
1.
Muthabaqah : lafal yang menunjukkan sempurnanya makna.
2.
Tadlommun : lafal yang menunjukan sebagian dari maknanya.
3.
Iltizam: lafal mantuq yang menunjukkan bahwa makna tersebut
menggunakan akal.
II.
Mafhum (مفهوم)
A.
Pengertian Mafhum
Ø Mafhum atau al-
mafhum adalah suatu hal atau hukum yang diterangkan oleh suatu lafal, tidak
menurut bunyi lafal itu sendiri tetapi menurut fahamnya artinya menurut ma’na
yang tersimpan (terkandung) dalam lafal itu. Jadi hukum tadi diambil tidak
berdasarkan bunyi suatu dalil (dalam tulisannya tidak dijelaskan) tetapi
berdasarkan arti yang tersimpan didalamnya.
Ø Dilalah Mafhum
adalah penunjukan lafal yang tidak dibicarakan atas berlakunya hukum yang
disebutkan atau tidak berlakunya hukum yang disebutkan.
Contoh Mafhum:
وإن كن أولات
حمل فأ نفقوا عليهن حتّي يضعن حملهنّ
Artinya: “Dan
apabila perempuan- perempuan yang ditalak itu dalam keadaan hamil, maka berilah
nafkah kepada mereka itu sampai ia melahirkan kandungannya. (Ath. Thalaq: 6)
Ayat tersebut
mengandung hukum yang tidak tertulis yang tersimpan dalam lafal itu (menurut
mafhumnya) ialah perempuan yang ditalak yang tidak hamil itu tidak wajib diberi
nafkah oleh bekas suaminya.
Jadi ayat
tersebut mantuqnya: yang harus diberi nafkah itu ialah apabila hamil, sedangkan
mafhumnya ialah jika tidak hamil maka tidak wajib diberi nafkah.
B.
Pembagian Mafhum
Mafhum ada dua macam antara lain:
1.
Mafhum Muwafaqah
Mafhum yang lafalnya menunjukkan bahwa hukum yang tidak disebutkan
sama dengan hukum yang disebutkan dalam lafal.
Dari segi kekuatan
berlakunya hukum pada apa yang tidak disebutkan, mafhum muwafaqah terbagi dua
yaitu:
a.
Mafhum aulawi atau
fahwal khithab
Yaitu berlakunya hukum pada peristiwa yang tidak disebutkan dalam
lafal itu lebih kuat atau lebih pantas dibandingkan dengan berlakunya hukum yang
disebutkan dalam lafal.
Contoh:
فلا تقل لهمآ ا ف ولا تنهر هما
Artinya: “Maka janganlah engkau berkata “uf” kepada kedua orang
tuamu dan janganlah kamu membentak keduanya”. (Al- Isra’23)
Dari ayat diatas,
memukul orang tua hukumnya haram sebagaimana haramnya mengucapkan kata “uf”
karena sifat menyakiti dalam memukul lebih kuat
dari sifat menyakiti dalam ucapan kasar.
b.
Mafhum musawi atau
lahnal khitab
Yaitu berlakunya hukum pada peristiwa yang tidak disebutkan dalam
mantuq atau keadaanya sama beratnya.
Contoh:
انّ الّذ ين يأ كلو ن ا مو ال اليتا مى ظلما انّما يأ كلون فى بطو نهم
نارا
Artinya: “Bahwasanya orang- orang yang memakan harta anak yatim
secara aniaya sesungguhnya ia telah memakan api neraka dalam perutnya.” )An- Nisa’ :10)
Mantuq ayat ini
menunjukkan haramnya memakan harta anak yatim secara aniaya. Sedangkan yang
tersirat dibalik mantuq adalah membakar harta anak yatim. Kalau memakan dengan
aniaya haram hukumnya, berarti membakarpun juga ikut haram, karena sama- sama
merusaknya (sama- sama dhalimnya, atau sama- sama meniadakannya.
2.
Mafhum Mukhalafah
Adalah mahfum yang lafadznya menunjukkan bahwa hukum yang tidak
disebutkan berbeda dengan hukum yang disebutkan atau hukum yang berlaku,
berdasarkan mahfum yang berlawanan dengan hukum yang berlaku pada mantuq.
Mahfum mukhalafah terbagi menjadi:
a.
Mafhum sifat
Adalah penunjukan suatu lafal yang menggunakan suatu sifat terhadap
hukum yang berlawanan pada sesuatu yang tidak disebutkan bila sifat tersebut
tidak ada.
ومن لم يستع منكم طو لا ان ينكح
المحصنات المؤ منا ت فممّا ملكت ايما نكم من فتيا ثكم المؤمنات
Artinya: “ Barang siapa diantara kamu yang tidak mampu untuk
menikahi perempuan merdeka yang mukmin, ia boleh menikahi wanita beriman dari
hamba sahaya yang kamu miliki.”(An- Nisa’:25)
Dari ayat diatas mantuqnya adalah menikahi hamba sahaya yang mukmin
bila tidak mampu menikahi wanita mukmin yang merdeka, sedangkan mahfum sifatnya
adalah tidak bolehnya menikahi hamba sahaya yang tidak mukmin.
b.
Mafhum Illat
Yaitu lawan hukum bagi sesuatu yang
tidak disebutkan dalam nash dari hukum yang diambil dari dalil yang disebutkan
dalam nash yang menghubungkan hukum sesuatu menurut ‘illatnya. Seperti
mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
c.
Mafhum Syarat
Bila syarat terpenuhi, maka berlaku hukum, tetapi bila syarat itu
tidak terpenuhi, maka dapat ditetapkan hukum yang sebaliknya.
Contoh:
وان كن اولات حمل فانفقوا عليهنّ حتّى يضعن حملهنّك
Artinya: “Jika perempuan (yang dicerai) itu dalam keadaan hamil
maka berilah mereka nafkah sampai mereka melahirkan anak” (al- Thalaq: 6).
Jadi mantuq dalam ayat tersebut menetpkan hukum wajib memberikan
nafkah untuk perempuan yang dicerai dengan syarat ia sredang dalam keadaan
hamil. Mafhum syarat dari ayat tersebut adalah tidak wajibnya memberikan nafkah
pada istri yang dicerai baik bila ia tidak dalam keadaan hamil.
d.
Mafhum al- ghayah/ limit waktu
Sebelum limit waktu yang ditentukan habis , maka berlaku hukum;
tetapi sesuadah habis limit waktu yang ditentukan, maka hukum tersebut tidak
berlaku lagi.
Contoh:
فان طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح
زو جا غيره
Artinya :” Jika suami mentalak istrinya (talak tiga), tidak
halal bekas istri itu untuknyahingga bekas istri itu mengawini laki- laki lain.”(al-
Baqarah:230)
Mantuq dari ayat tersebut adalah tidak bolehnya menikahi isteri
yang telah ditalak tiga hingga ia mengawini laki- laki lain.
Mahfum ghayan nya
adalah bila bekas isteri yang ditalak tiga telah kawin lagi dengan laki- laki
lain kemudian bercerai dan telah habis masa iddahnya, maka boleh mengawini bekas
isteri yang telah ditalak tiga itu.
e.
Mahfum al- adad ialah penunjukan suatu lafal yang menjelaskan
berlakunya hukum dengan bilangan tertentu, terhadap hukum kebalikannya untuk
bilangan lain dari bilangan yang ditentukan itu.
Contoh
الزّ انية والزّ انى فا جلدوا كلّ
واحدو منهما ما أة جلدة
Artinya: “Pezina perempuan dan pezina laki- laki pukullah masing-
masing sebanyak 100 kali.”(al-Nur: 2)
Mantuqnya adalah menetapkan pukulan 100 kali untuk pezina laki-
laki dan perempuan. Mafhum al- adad dari ayat tersebut adalah tidak sahnya
pukulannya lebih atau kurang dari 100 kali yang ditentukan.
f.
Mafhum al- laqab/ gelar atau sebutan
Ialah penunjukan suatu lafal yang menjelaskan berlakunya suatu
hukum untuk suatu nama atau sebutan tertentu atas tidak berlakunya hukum itu
untuk orang- orang lain.
Contoh ucapan, “Muhammad itu adalah Rasul Allah”. Manthuq dari ucapan
itu adalah menetapkan kerasulan untuk seseorang yang bernama Muhammad bin
Abdullah. Mafhum laqabnya adalah tidak berlakunya kerasulan bagi orang selain
muhammad bin Abdullah.
g. Mafhum
hasr
Yaitu menetapkan lawan hukum bagi sesuatu
yang tidak disebutkan dalam nash (maskut ‘anhu) dari hukum yang diambil dari
dalil yang disebutkan dalam nash (mantuq bih) yang di-hashr-kan/
dikhususkan hanya untuknya( pembatasan, hanya).
Misalnya firman Allah:
”Hanya Engkaulah yang Kami sembah
dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.”(QS. Al fatihah:5).
Mafhumnya ialah bahwa selain Allah
tidak disembah dan tidak dimintai pertolongan. Oleh karena itu, ayat tersebut
menunjukkan bahwa hanya Dialah yang berhak disembah dan dimintai pertolongan.
h. Mafhum hal
Yaitu menetapkan
lawan hukum bagi maskut ‘anhu dari
hukum manthuq bih dengan disebutkan suatu keterangan keadaan.
Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat: 95
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang
ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya.(QS. Al-Maidah: 95)
Ayat ini
menunjukkan mafhum mukhalafahnya adalah tiadanya hukum bagi orang yang membunuhnya
karena tak sengaja sehingga tiadanya kewajiban membayar denda dalam pembunuhan
binatang buruan yang tidak sengaja.
Ø Syarat- syarat
Mafhum Mukhalafah
1.
Tidak berlawanan dalil yang lebih kuat dan tidak menentang mafhum
mukhalafah. Contoh:
“Sesungguhnya wajib mandi apabila ada air (mengeluarkan air”). (H.R. Bukhari Muslim).
Mahfum mukhalafahnya apabila tidak ada air (tidak mengeluarkan air)
maka tidak wajib mandi sekalipun sudah berkumpul. Mafhum ini tidak berlaku
sebab menentang dalil yang kuat.
“Apabila bertemu dua jenis anggota manusia yang biasa dikhitani,
maka wajiblah mandi sekalipun tidak mengeluarkan air.” (H.R. Muslim).
2.
Tidak dimaksud dengan dalil itu untuk imtinan (menunjukkan
nikmatnya sesuatu). Contoh:
“Hendaklah kamu makan dari laut itu daging yang lembut (empuk). (An-
Nahl : 14)
Kata “lembut” ini hanya untuk (menunjukkan nikmatnya ) yang
lunak, tidak berarti yang boleh dimakan hanya yang “lembut” saja. tetapi ini hanya
memberi pengertian bahwa yang lunak itu yang lebih baik.
3.
Lafal- lafal itu harus berdiri sendiri tidak hanya mengikuti kepada yang lain. Dan bila mengikuti yang
lain, maka tidak boleh diambil mafhum Mukhalafahnya. Contoh:
contoh firman Allah dalam Al-Baqarah;187:
“Janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu)
padahal kamu sedang beritikaf di mesjid”. (Q.S Al-Baqarah
ayat 187)
Dalil di atas tidak boleh dipahamkan, kalau
tidak beritikaf dimasjid, boleh mencampuri istrinya. Sebab dia dalam keadaan
berpuasa, baik dalam keadaan iktikaf atau tidak tetap tidak diperbolehkan
mencampuri istrinya.
4.
Yang disebutkan
(manthuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi. Seperti contoh;
وَرَبَائِبُكُمُ
اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ. (النساء.
23)
"Dan
anak-anak (tiri) istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu
campuri". (QS. An-Nisa':23)
Secara tersurat
(mantuq) ayat di atas menerangkan bahwa anak tiri yang ikut dipelihara bersama
tidak boleh dinikah. Itu berarti dapat difahami secara berbeda (mukhalafah)
bahwa "anak tiri yang tidak dipelihara bersama boleh dinikahi".
Pemahaman berbeda seperti ini tidak diperbolehkan sebab Allah mengatakan
"yang kamu pelihara" hanya berlaku pada umumnya dimana anak tiri
biasanya dipelihara ayah tiri karena mengikuti ibunya.
Daftar Sumber Bacaan
-
Ahmad Abdul Madjid, Muhadharat Fi Ushul Fiqh, Pasuruan: PT.
Garuda Buana Indah, 1994
-
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana Media Grup,
2008.
-
Imam Abi Yahya al- Ansori, Ghoyatulwusul, Surabaya :
Alhidayah.
EmoticonEmoticon