BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam penulisan
makalah ini kami memfokuskan mengenai seorang tokoh pemikir Indonesia yang
berkecimpung di dunia Islam yaitu Muhammad Natsir. Muhammad
Natsir ialah pejuang reformasi, tokoh pendidikan, pembela rakyat kecil, ahli
dakwah dan negarawan. Natsir
menjadi tokoh Islam terkenal di dunia Internasional dengan menjadi Wakil
Presiden Kongres Islam se dunia (Muktamar Alam Islami), anggota Raabithah Alam
Islami dan anggota pendiri Dewan Masjid se Dunia.
Menurut Natsir agama dan negara dapat dan harus
disatukan, sebab islam merupakan agama yang serba mencakup (komprehensif),
urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian intregal risalah islam. Natsir
mengutip nas Al-quran yang dianggap sebagai dasar ideologi islam (yang
artinya),”Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi
kepada-Ku.” Bertitik tolak dari dasar ideologi islam ini, ia berkesimpulan
bahwa cita-cita hidup seorang Muslim di dunia ini hanyalah ingin menjadi hamba
Allah agar mencapai kejayaan dunia dan akhirat kelak. Oleh karena itu dengan mempelajari makalah ini kita dapat
mengetahui sejarah perjuangan bangsa Indonesia melalui seorang tokoh yang
bernama Muhammad Natsir dan perannya sebagai intelektual dan negarawan. Karena
seperti orang bijak, kalau ingin mengenal sejarah, maka kenalilah ide dan
gagasan pelakunya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Biografi
Muhammad Natsir
2. Pemikiran-pemikiran
Muhammad Natsir
3. Peranan Muhammad
Natsir dalam Negara dan Dunia Islam
4. Keteladanan
Muhammad Natsir
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Natsir
Muhammad Natsir, dalam tulisan lain ada
yang menulisnya Mohammad Natsir/Mohd. Natsir/M. Natsir, adalah putra kelahiran
Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 17, Juli 1908, dengan gelar
Datuk Sinaro Panjang. Natsir adalah orang yang berbicara penuh sopan santun,
rendah hati dan bersuara lembut meskipun terhadap lawan-lawan politiknya. Ia
juga sangat bersahaja dan kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang
menjadi teman bicaranya.
Ayah Natsir bekerja sebagai pegawai
pemerintahan di Alahan Panjang, sedangkan kakeknya seorang ulama. Natsir
merupakan pemangku adat untuk kaumnya yang berasal dari Maninjau, Tanjung Raya, Agam
dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Ketika kecil, Natsir belajar di HIS
Solok serta di sekolah agama Islam yang dipimpin oleh para pengikut Haji
Rasul. Tahun 1923-1927
Natsir mendapat beasiswa
untuk sekolah di MULO, dan kemudian melanjutkan ke AMS Bandung hingga tamat
pada tahun 1930.
Di Bandung, Natsir berinteraksi dengan para aktivis pergerakan nasional antara
lain Syafruddin Prawiranegara,
Mohammad Roem
dan Sutan Syahrir.
Pada tahun 1932,
Natsir berguru pada Ahmad Hassan,
yang kelak menjadi tokoh organisasi Islam Persis.
Dengan keunggulan spritualnya, beliau banyak menulis soal-soal agama,
kebudayaan, dan pendidikan.[1]
B.
B. Pemikiran
Mohammad Natsir
Mosi Integral
Tanggal
5 April 1950 Natsir mengajukan mosi intergral dalam sidang pleno parlemen,
yang secara aklamasi diterima oleh seluruh fraksi. Mosi ini memulihkan
keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan RI (NKRI), yang sebelumnya
berbentuk serikat. Karena prestasi inilah Natsir diangkat menjadi perdana
menteri. Bung Karno menganggap Natsir mempunyai konsep untuk menyelamatkan
Republik melalui konstitusi. Sebenarnya sama sekali mosi integral Natsir tidak memuat ajakan untuk
kembali ke negara kesatuan. Sebenarnya yang diperjuangkan Natsir dalam
mosinya itu adalah “persatuan bangsa”.
Minimal ada dua masalah pokok yang
terkandung dalam Mosi Integral Natsir. Pertama, kritik keras terhadap
pemerintah yang bersikap defensif dan sepertinya membiarkan rakyat mencari
penyelesaian sendiri tanpa bimbingan atas masalah-masalah yang dihadapi. Kedua,
perlunya penyelesaian “integral” atas masalah-masalah serius yang sedang
menimpa bangsa Indonesia pada saat itu. Natsir mengkritik pemerintah karena
setelah KMB (Konferensi Meja Bundar) yang menyepakati perubahan bentuk negara
kesatuan menjadi negara federal sebagai syarat pengakuan kemerdekaan oleh
Belanda, ternyata pemerintah kita bersikap pasif atau defensif. Padahal,
akibat KMB itu di daerah-daerah timbul pergolakan yang ditandai dengan banyak
demonstrasi dan resolusi untuk merombak segala apa yang dirasakan rakyat
sebagai restan-restan dari struktur kolonial.
Sayang, kata Natsir, (saat itu)
pemerintah hanya mengatakan “terserah rakyat” karena Indonesia adalah negara
demokrasi. Natsir geram dengan sikap pemerintah itu karena dengan pernyataan
“terserah rakyat” sama halnya dengan membiarkan terjadinya konflik di antara
rakyat sendiri. Kata Natsir, sikap seperti itu justru menunjukkan pemerintah
hanya ingin mencari selamat dan tidak bertanggung jawab.
Oleh sebab itu, melalui mosinya
yang sangat monumental tersebut Natsir mengusulkan agar ada penyelesaian
menyeluruh sebelum negara hancur. Natsir mempersoalkan sikap defensif
pemerintah yang selalu berlindung di bawah pernyataan “terserah kepada
kehendak rakyat” itu. Dia bertanya, “apakah menyerahkan kepada rakyat itu
berarti mengadu tenaga rakyat di daerah, untuk memperjuangkan kehendak rakyat
masing-masing dengan segala akibat dan konskuensinya? Habis itu lantas kita menyetujui dan melegalisasi hasil dari
pergolakan itu?”
Tanpa harus dikaitkan dengan
bentuk negara kesatuan, Mosi Integral Natsir tersebut masih sangat relevan
untuk dijadikan landasan membangun persatuan kita sebagai bangsa. Memang,
saat ini tantangan utama kita bukanlah adanya gejala kuat tentang federalisme
seperti yang pernah digalang van Mook yang kemudian melahirkan Republik
Indonesia Serikat. Pilihan kita atas bentuk negara kesatuan sudah selesai
ketika kita menerjemahkan Mosi Integral Natsir dengan kembali ke negara
kesatuan pada 1950 yang kemudian dimantapkan lagi dalam UUD 1945 hasil
amandemen.
Ancaman Masa Kini
Pada saat ini ancaman bagi “integrasi”
negara kita bukan lagi masalah federalisme ala van Mook, melainkan tidak
tegaknya supremasi hukum dan keadilan yang ditandai oleh maraknya judicial
corruption. Tantangan ini tidak boleh disepelekan. Sebab, kalau kita
tidak dapat menanganinya secara baik, ia akan mengancam integrasi kita
sebagai bangsa dan negara. Jika ketidakadilan dan judicial corruption terus
berlangsung, pikiran untuk bersikap tidak akan tunduk atau memisahkan diri
dari pemerintahan dan ikatan satu bangsa bisa saja muncul dari kalangan
rakyat.
Bibit-bibit atau indikasi tentang
ini sudah tumbuh meskipun kita masih dapat mengendalikannya. Langkah paling
penting untuk menghempang disintegrasi adalah penegakan hukum dan keadilan
tanpa pandang bulu, terutama pemberantasan judicial corruption yang saat ini
sangat menggila. Masalah korupsi, seperti yang terungkap dalam kasus-kasus
yang sedang ditangani KPK saat ini, bukan hanya membuat kita marah, tetapi
juga malu. Bahkan, informasi yang terungkap dari penyadapan telepon para
tersangka koruptor membuat kita merinding, muak, dan jijik. Kalau negara ini
ingin selamat dengan keutuhannya, kita harus secepatnya membangun kepercayaan
rakyat dengan menindak tegas tersangka koruptor tanpa kolusi dan
sungkan-sungkan lagi. Jadi, ancaman serius bagi kita sekarang ini bukan
gejala federalisme, melainkan merajalelanya korupsi.
Yang juga relevan untuk diambil dari Mosi Integral
Natsir saat ini adalah seruannya agar pemerintah tidak bersikap ragu dan
mendua, tidak defensif dan pasif dengan kedok “terserah rakyat” untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan, melainkan harus mengambil
inisiatif dan langkah yang tegas. Tegasnya, pemerintah harus selalu berani mengambil
inisiatif dan langkah yang tegas, dan tidak ragu untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi bangsa dan negara.[2]
Dalam
bidang agama dan politik
|
M. Natsir
adalah tipologi pemimpin Islam yang berpegang teguh terhadap prinsip dan
cita-citanya. Tak pernah lekang oleh apapun. Sesudah Indonesia merdeka, ia
berbeda pendapat dengan Presiden Soekarno, yang tak pernah mau kompromi. Sampai
Partai Masyumi dibubarkan, di tahun 1960.
Sesudah
Soekarno jatuh, dan digantikan Presiden Soeharto, tak lama M. Natsir, akhirnya
berbeda pendapat dengan pemimpin Orde Baru itu, sampai akhirnya ia dikucilkan
oleh Soeharto sampai meninggalnya. M.Natsir dapat menjadi suri tauladan,
terutama bagi generasi baru Indonesia, yang mendambakan keluhuran budi pekerti.
Sesudah
Pemilu 1955, M. Natsir membawa Partai Masyumi, yang merupakan gabungan
partai-partai Islam di Konstituante, yang secara sungguh-sungguh memperjuangkan
Islam sebagai dasar negara. Mereka adalah para pemimpin Islam, yang memiliki
karakter dan kepribadian yang utuh, serta organisator dan pemimpin politik yang
ulung. Dalam berpolitik mereka berprinsip. Dengan prinsip-prinsip Islam yang
mereka yakini. Dan, mereka memperjuangkan dengan segala kemampuan yang mereka
miliki. Mereka tak pernah bergeser atau ‘berpirau’ dengan prinsip-prinsip
politik, yang menjadi khittah perjuangan mereka.
Waktu terjadi
perdebatan di Konstituante masing-masing pemimpin partai memperjuangkan ide dan
gagasannya masing-masing. M. Natsir waktu itu, menjelaskan perbedaan pokok
antara sekulerisme dengan Islam. Menurut Natsir, sekulerisme adalah suatu cara
hidup yang mengandung paham, tujuan dan sikap yang hanya di dalam batas
keduniaan. “Seorang sekuleris tidak mengakui adanya wahyu sebagai salah satu
sumber kepercayaan dan pengetahuan. Ia menganggap bahwa kepercayaan dan
nilai-nilai itu ditimbulkan oleh sejarah ataupun oleh bekas-bekas kehewanan
manusia, semata-mata dan dipusatkan kepada kebahagiaan manusia dalam kehidupan
sekarang belaka”.
Selanjutnya, dalam pandangannya, yang
disampaikan di depan para anggaota Konstituante, M. Natsir, menegaskan: “Jika
dibandingkan dengan sekulerisme yang sebaik-baiknya pun, maka adalah agama
masih lebih dalam dan lebih dapat diterima akal. Setinggi-tinggi tujuan
hidup bagi masyarakat dan perseorangan yang dapat diberikan oleh sekulerisme,
tidak melebihi konsep dari apa disebut humanity (perikemanusiaan).”, tegas
Natsir. Lalu, ia menambahkan : “Di mana sumber perikemanusiaan itu?”.
Para pemimpin
Masyumi adalah orang-orang yang berlatarbelakang pendidikan Barat (Belanda),
tapi mereka yang paling teguh dalam memegang prinsip dan cita-cita Islam.
Mereka bukan pemimpin yang berasal dari sekolah agama (pesantren), tapi tak
mengurangi penghargaan mereka terhadap Islam. Justru mereka yang paling gigih
memperjuangkan Islam. Sesudah Partai Masyumi dibubarkan, mereka tak lantas menjadi
oportunis dan pragmantis. Ketika, pergantian kekuasaan , mereka ingin tetap
mendirikan Partai Masyumi. Dan, ketika gagal menghidupkan kembali, mak mereka
mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Inilah tempat berkhidmat
para pemimin Islam, Partai Masyumi, sampai akhair hayat mereka.
M. Natsir telah meletakkan
tonggak-tonggak yang dipancangkan secara kokoh, tanpa siapapun dapat
melupakannya. Adalah Kabinet M.Natsir yang memperjuangkan Indonesia menjadi
anggota PBB. Dia memahatkan politik luar negeri ‘bebas aktif’ sejak awal
Indonesia merdeka. Tidak satupun
pemimpin politik Indonesia yang memiliki pandangan yang jauh ke depan
dibandingkan dengan Natsir. Ia,
yang meletakkan ekonomi ‘Benteng’, yang menghasilkan konglomerat pribumi,
seperti Hasjim Ning, Dasaat, Rahman Tamin, Ayub Rais, dan Achmad Bakri dan
lain-lain. Tokoh Masyumi ini pula yang membangun konsep Negara berkesejahteraan
dalam rangka pembangunan yang diperuntukkan bagi rakyat kecil.
M.Natsir
mempunyai sikap yang tegas, dan tidak mau kompromi dengan Soekarno, dan menolak
pengaruh komunisme. Ia ingin menegakkan Islam melalui prinsip-prinsip
demokrasi. Meskipun, perjuangan ini menjadi gagal. Tapi, tokoh-tokoh Masyumi
telah melakukan ‘sesuatu’ yang berharga bagi masa depan Islam. Mereka tak
pernah bergeser dari cita-citanya sampai akhir hayat. [3]
Pemikiran Pendidikan
M. Natsir
pokok-pokok pemikiraan pendidikan M. Natsir adalah sebagai berikut:
1. Tentang
peran dan fungsi pendidikan. Dalam hubungan ini paling kurang terdapat enam
rumusan yang dimajukan Natsir. Pertama, pendidikan harus berperan sebagai
sarana membimbing manusia agar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani secara sempurna, Kedua, pendidikan diarahkan untuk
menjadikan anak didik memiliki sifat-sifat kemanusiaan dengan mencapai akhlak
yang sempurna. Ketiga, pendidikan harus berperan sebagai sarana menghasilkan
menusia jujur dan benar ( bukan pribadi yang hipokrit ). Keempat, pendidikan
agar berperan membawa manusia mencapati tujuan hidupnya, yaitu menjadi hamba
Allah Swt. Kelima, pendidikan harus dapat menjadikan manusia yang dalam
segala perilakunya selalu menjadi rahmat bagi seluruh alam, keenam,
pendidikan harus benar-benar dapat meningkatkan sifat-sifat kemanusiaan bukan
sebaliknya meniadakan atau berperilaku menyesatkan yang dapat merugikan orang
lain dan lingkungan.
2. Tentang tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan pada hakikatnya
adalah merealisasikan idealitas Islam yang pada intinya menghasilkan manusia
yang berperilaku Islami, yakni beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Hal ini
sejalan dengan tujuan pendidikan naisonal yang terpatri dalam Undang-Undang
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menempatkan beriman
dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa sebagai tujuan sentral. Seorang hamba
Allah adalah orang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah, sebagai pemimpin
manusia. Mereka menjalankan perintah Allah SWT dan berbuat baik kepada sesama
manusia, menunaikan ibadah terhadap Tuhannya sebagaimana dinyatakan dalam Al
Qur'an surat Al Baqarah ayat 177 yang artinya. Bukanlah kebaikan itu dengan
menghadapkan muka ke arah barat dan timur, tetapi kebaikan itu adalah mereka
yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat, kitab, dan nabi-nabi Nya
serta memberikan harta yang disayanginya kepada karib kerabatya, anak yatim,
orang yang terlantar, orang yang terbatas dananya dalam perjalanan serta
untuk memerdekakan manusia dari perbudakan. Ia mendirikan shalat, membayar
zakat, teguh memegang janji, bersifat sabar dan tenang di waktu bahaya dan
bencana menimpa.
Berdasarkan ayat tersebut di atas, seorang hamba Allah adalah mereka yang memiliki enam sifat sebagai berikut. Pertama, memiliki komitmen iman dan tauhid yang kokoh kepada Allah serta terpantul dalam perilakunya sehari-hari. Kedua, memiliki kepedulian dan kepekaan sosial dengan cara memberikan bantuan dan santunan serta mengatasi kesulitan dan penderitaan orang lain. Ketiga, senantiasa melakukan hubungan vertikal dengan Tuhan dengan menjalankan ibadah shalat secara kontinu. Keempat, senantiasa melakukan hubungan horizontal dengan sesame manusia dengan cara memberikan sebagain harta yang dimiliki kepada orang lain. Kelima, memiliki akhlak yang mulia yang ditandai dengan kepatuhan dalam menunaikan janji yang telah diucapkannya, Keenam, memiliki jiwa yang tabah dalam menghadapi situasi dan kondisi yang kurang menyenangkan, bahkan menakutkan.
3. Tentang
dasar pendidikan. Dalam tulisan yang berjudul Tauhid sebagai Dasar Didikan,
M. Natsir menceritakan tentang pentingnya tauhid dengan mengambil contoh pada
seorang professor fisika bernama Paul Ehrenfest yang mati bunuh diri. Ia
berasal dari keluarga baik-baik dan telah memperoleh pendidikan Barat tingkat
tinggi. Telah banyak penemuan rahasia alam yang dihasilkannya dan telah
menjadi bahan rujukan dalam dunia ilmu pengetahuan. Pekerjaannya sehari-hari
tak pernah tercela.
4.
Tentang ideologi dan pendekatan dalam
pendidikan. konsep pendidikan yang
khas ditengah persoalan dikotomis antara pendidikan umum dan pendidikan
agama. Konsep pendidikannya adalah integral, harmonis, dan universal. Dalam
pidato yang ia sampaikan pada rapat Persatuan Islam di Bogor, 17 Juni 1934
serta dalam tulisannya di Pedoman Masyarakat pada 1937 berjudul "Tauhid
sebagai dasar Pendidikan", menggariskan ideologi pendidikan umat Islam
bertitik tolak & berorientasi pada tauhid sebagaimana tersimpul dalam
kalimat syahadat.
Melalui dasar tersebut akan tercipta integrasi pendidikan agama dan umum. Konsep pendidikan yang integral, universal, dan harmonis menurut Natsir, tidak mengenal dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, melainkan antara keduanya memiliki keterpaduan dan keseimbangan. Semua itu dasarnya agama, apa pun bidang dan disiplin ilmu yang ditekuninya.
5. Tentang
fungsi bahasa asing. Bahwa
bahasa asing amat besar perannya dalam mendukung kemajuan dan kecerdasan
bangsa. Bahasa
erat kaitannya dengan corak berpikir suatu bangsa. Bahasa dari salah satu
bangsa adalah tulang punggung kebudayaannya. Mempertahankan bahasa sendiri
berarti mempertahankan sifat-sifat dan kebudayaannya sendiri. Kultur suatu
bangsa berdiri atau jatuh bergantung pada bahasa dari bangsa itu sendiri.
Maka bahasa merupakan salah satu faktor terpenting yang mendorong mutu dan
kecerdasan suatu bangsa. Bahasa ibu, bahasa sendiri menjadi syarat bagi
tegaknya kebudayaan kita.
6. Tentang
keteladanan guru. Suatu
bangsa tidak akan maju, sebelum adanya guru yang mau berkorban untuk kemajuan
bangsa. Tampaknya,
gagasan dan pemikiran M. Natsir relevan dalam tinjauan perkembangan
pendidikan dewasa ini disebabkan hal-hal sebagai berikut:
a) M. Natsir adalah tokoh nasional dan internasional
yang memiliki integritas pribadi dan komitmen yang kuat untuk memajukan
bangsa dan Negara.
b) M. Natsir selain sebagai seorang negarawan yang
handal, ia juga termasuk pemikir dan arsitek pendidikan Islam yang serius.
c) sebagai pemikir dan arsitek pendidikan, Natsir
selain menulis karya ilmiah yang berisikan gagasan dan pemikiran tentang
pembaharuan dan kemajuan pendidikan Islam, ia juga sebagai praktisi dan
pelaku pendidikan yang terbukti cukup berhasil.
d) sebagai pemikir dan arsitek pendidikan, Natsir
melihat bahwa masalah pokok untuk mengatasi keterbelakangan dalam pendidikan
terletak pada tiga hal: (1) dengan merombak sistem yang dikotomis ke sistem
yang integrated antara ilmu agama dan umum, (2) dengan merombak kurikulum dari
kurikulum yang dikotomis menjadi integrated, dan (3)dengan mempersiapkan guru
yang komitmen dan dapat menjadi teladan bagi peserta didik.[4]
|
C.Jabatan
Pada masa revolusi kemerdekaan, Natsir
pernah menjabat Wakil Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), yang waktu
itu ketuanya dijabat oleh Assaat Datuk Mudo, dan beberapa kali menjadi Menteri Penerangan.
Natsir banyak
berjasa untuk perkembangan dakwah Islam dan termasuk di antara sedikit tokoh
Indonesia dengan reputasi internasional. Dia pernah menjabat presiden Liga
Muslim se-Dunia (World Moslem Congress), ketua Dewan Mesjid se-Dunia,
anggota Dewan Eksekutif Rabithah Alam Islamy yang berpusat di Mekkah. Sebagai
mubaligh, Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, yang mengirimkan
mubaligh ke seluruh Indonesia.
Natsir sempat
menjadi Perdana Menteri Indonesia setelah pembubaran RIS. Namun penentangan
Natsir terhadap sikap Presiden dalam Irian Barat, dan maraknya pemberontakan
separatis mengganggu kestabilan kabinetnya. Manjelang akhir masa
jabatnaya sebagai perdana menteri, bung Karno selaku Presiden dan ketua PNI
meminta para menteri dan anggota parlemen dari PNI untuk tidak mendukung
pemerintahan terutama PM Natsir dan wapres Hatta. Tak lama setelah itu Kabinet
Natsir mengalami aneka go-yang-an dari Partai Nasional Indonesia di parlemen.
Menurut Hatta, Soekarno mendesak Manai Sophiaan dan teman-temannya menjatuhkan
Kabinet Natsir. Dua kali anggota Partai Nasional Indonesia di parlemen
memboikot sidang sehingga tak memenuhi kuorum. Hari itu juga Natsir
mengembalikan mandatnya sebagai perdana menteri.[5]
D.Keteladanan dari Mohammad Natsir
Kesederhanaan, keteguhan memegang prinsip, dan kesediaan
untuk melakukan kompromi di tengah kemajukan bangsa, adalah warisan keteladanan
M Natsir yang relevan dan pantas diapresiasi di tengah keprihatinan bangsa
akibat pragmatisme politik. M Natsir adalah sosok nasionalis
yang terkemuka yang lebih mementingkan kepentingan nasional dengan Mosi
Integral-nya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Muhammad Natsir adalah putra
kelahiran Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 17, Juli 1908, dengan
gelar Datuk Sinaro Panjang. Natsir
mengajukan mosi intergral dalam sidang pleno parlemen, yang secara aklamasi
diterima oleh seluruh fraksi. Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia
dalam Negara Kesatuan RI (NKRI), yang sebelumnya berbentuk serikat. Dalam pandangan bidang agama dan politik
Muhammad Natsir memandang bahwa wacana Islam hendaknya dijadikan sebagai
Ideologi Negara. Dan dalam bidang pendidikan, pandanganya antara lain mengenai:
peran dan fungsi pendidikan, tujuan pendidikan Islam, dasar pendidikan,
Ideologi dan pendekatan dalam pendidikan, fungsi bahasa asing, keteladanan
guru. Muhammad Natsir pernah memiliki jabatan dan peran penting terhadap negara
Indonesia, diantaranya menjabat sebagai wakil ketua KNIP, Presiden Liga muslim
se-Dunia,ketua Dewan Masjid se-Dunia, anggota Dewan Eksekutif Rabithah Alam
Islamy yang berpusat di mekkah, dan Perdana Menteri Indonesia. Dan dari itu
semua warisan yang kita dapat teladani dari beliau karena kesederhanaan,
keteguhan memegang prinsip, dan kesedian untuk melakukan kompromi ditengah
kemajuan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.OpiniLengkap&id=34&PHPSESSID=hcqv5r241si5t5dg7494bbi5g1
·
http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Natsir
[2] http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.OpiniLengkap&id=34&PHPSESSID=hcqv5r241si5t5dg7494bbi5g1
[4] http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2653:pemikiran-pendidikan-m-natsir-dan-ahmad-dahlan-bagian-1&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210
[5]
http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Natsir
EmoticonEmoticon