MAKALAH SPPI MUHAMMAD NATSIR (Prodi PBS STAIMAFA PATI)


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam penulisan makalah ini kami memfokuskan mengenai seorang tokoh pemikir Indonesia yang berkecimpung di dunia Islam yaitu Muhammad Natsir. Muhammad Natsir ialah pejuang reformasi, tokoh pendidikan, pembela rakyat kecil, ahli dakwah dan negarawan. Natsir menjadi tokoh Islam terkenal di dunia Internasional dengan menjadi Wakil Presiden Kongres Islam se dunia (Muktamar Alam Islami), anggota Raabithah Alam Islami dan anggota pendiri Dewan Masjid se Dunia.
Menurut Natsir agama dan negara dapat dan harus disatukan, sebab islam merupakan agama yang serba mencakup (komprehensif), urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian intregal risalah islam. Natsir mengutip nas Al-quran yang dianggap sebagai dasar ideologi islam (yang artinya),”Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku.” Bertitik tolak dari dasar ideologi islam ini, ia berkesimpulan bahwa cita-cita hidup seorang Muslim di dunia ini hanyalah ingin menjadi hamba Allah agar mencapai kejayaan dunia dan akhirat kelak. Oleh karena itu dengan mempelajari makalah ini kita dapat mengetahui sejarah perjuangan bangsa Indonesia melalui seorang tokoh yang bernama Muhammad Natsir dan perannya sebagai intelektual dan negarawan. Karena seperti orang bijak, kalau ingin mengenal sejarah, maka kenalilah ide dan gagasan pelakunya.
B.      Rumusan Masalah
1.      Biografi Muhammad Natsir
2.      Pemikiran-pemikiran Muhammad Natsir
3.      Peranan Muhammad Natsir dalam Negara dan Dunia Islam
4.      Keteladanan Muhammad Natsir

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Muhammad Natsir
Muhammad Natsir, dalam tulisan lain ada yang menulisnya Mohammad Natsir/Mohd. Natsir/M. Natsir, adalah putra kelahiran Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 17, Juli 1908, dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Natsir adalah orang yang berbicara penuh sopan santun, rendah hati dan bersuara lembut meskipun terhadap lawan-lawan politiknya. Ia juga sangat bersahaja dan kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang menjadi teman bicaranya.
Ayah Natsir bekerja sebagai pegawai pemerintahan di Alahan Panjang, sedangkan kakeknya seorang ulama. Natsir merupakan pemangku adat untuk kaumnya yang berasal dari Maninjau, Tanjung Raya, Agam dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Ketika kecil, Natsir belajar di HIS Solok serta di sekolah agama Islam yang dipimpin oleh para pengikut Haji Rasul. Tahun 1923-1927 Natsir mendapat beasiswa untuk sekolah di MULO, dan kemudian melanjutkan ke AMS Bandung hingga tamat pada tahun 1930. Di Bandung, Natsir berinteraksi dengan para aktivis pergerakan nasional antara lain Syafruddin Prawiranegara, Mohammad Roem dan Sutan Syahrir. Pada tahun 1932, Natsir berguru pada Ahmad Hassan, yang kelak menjadi tokoh organisasi Islam Persis. Dengan keunggulan spritualnya, beliau banyak menulis soal-soal agama, kebudayaan, dan pendidikan.[1]

B.     B. Pemikiran Mohammad Natsir
 Mosi Integral
Tanggal 5 April 1950 Natsir mengajukan mosi intergral dalam sidang pleno parlemen, yang secara aklamasi diterima oleh seluruh fraksi. Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan RI (NKRI), yang sebelumnya berbentuk serikat. Karena prestasi inilah Natsir diangkat menjadi perdana menteri. Bung Karno menganggap Natsir mempunyai konsep untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi. Sebenarnya sama sekali mosi integral Natsir tidak memuat ajakan untuk kembali ke negara kesatuan. Sebenarnya yang diperjuangkan Natsir dalam mosinya itu adalah “persatuan bangsa”.
Minimal ada dua masalah pokok yang terkandung dalam Mosi Integral Natsir. Pertama, kritik keras terhadap pemerintah yang bersikap defensif dan sepertinya membiarkan rakyat mencari penyelesaian sendiri tanpa bimbingan atas masalah-masalah yang dihadapi. Kedua, perlunya penyelesaian “integral” atas masalah-masalah serius yang sedang menimpa bangsa Indonesia pada saat itu. Natsir mengkritik pemerintah karena setelah KMB (Konferensi Meja Bundar) yang menyepakati perubahan bentuk negara kesatuan menjadi negara federal sebagai syarat pengakuan kemerdekaan oleh Belanda, ternyata pemerintah kita bersikap pasif atau defensif. Padahal, akibat KMB itu di daerah-daerah timbul pergolakan yang ditandai dengan banyak demonstrasi dan resolusi untuk merombak segala apa yang dirasakan rakyat sebagai restan-restan dari struktur kolonial.
Sayang, kata Natsir, (saat itu) pemerintah hanya mengatakan “terserah rakyat” karena Indonesia adalah negara demokrasi. Natsir geram dengan sikap pemerintah itu karena dengan pernyataan “terserah rakyat” sama halnya dengan membiarkan terjadinya konflik di antara rakyat sendiri. Kata Natsir, sikap seperti itu justru menunjukkan pemerintah hanya ingin mencari selamat dan tidak bertanggung jawab.
Oleh sebab itu, melalui mosinya yang sangat monumental tersebut Natsir mengusulkan agar ada penyelesaian menyeluruh sebelum negara hancur. Natsir mempersoalkan sikap defensif pemerintah yang selalu berlindung di bawah pernyataan “terserah kepada kehendak rakyat” itu. Dia bertanya, “apakah menyerahkan kepada rakyat itu berarti mengadu tenaga rakyat di daerah, untuk memperjuangkan kehendak rakyat masing-masing dengan segala akibat dan konskuensinya? Habis itu lantas kita menyetujui dan melegalisasi hasil dari pergolakan itu?”
Tanpa harus dikaitkan dengan bentuk negara kesatuan, Mosi Integral Natsir tersebut masih sangat relevan untuk dijadikan landasan membangun persatuan kita sebagai bangsa. Memang, saat ini tantangan utama kita bukanlah adanya gejala kuat tentang federalisme seperti yang pernah digalang van Mook yang kemudian melahirkan Republik Indonesia Serikat. Pilihan kita atas bentuk negara kesatuan sudah selesai ketika kita menerjemahkan Mosi Integral Natsir dengan kembali ke negara kesatuan pada 1950 yang kemudian dimantapkan lagi dalam UUD 1945 hasil amandemen.
Ancaman Masa Kini
Pada saat ini ancaman bagi “integrasi” negara kita bukan lagi masalah federalisme ala van Mook, melainkan tidak tegaknya supremasi hukum dan keadilan yang ditandai oleh maraknya judicial corruption. Tantangan ini tidak boleh disepelekan. Sebab, kalau kita tidak dapat menanganinya secara baik, ia akan mengancam integrasi kita sebagai bangsa dan negara. Jika ketidakadilan dan judicial corruption terus berlangsung, pikiran untuk bersikap tidak akan tunduk atau memisahkan diri dari pemerintahan dan ikatan satu bangsa bisa saja muncul dari kalangan rakyat.
Bibit-bibit atau indikasi tentang ini sudah tumbuh meskipun kita masih dapat mengendalikannya. Langkah paling penting untuk menghempang disintegrasi adalah penegakan hukum dan keadilan tanpa pandang bulu, terutama pemberantasan judicial corruption yang saat ini sangat menggila. Masalah korupsi, seperti yang terungkap dalam kasus-kasus yang sedang ditangani KPK saat ini, bukan hanya membuat kita marah, tetapi juga malu. Bahkan, informasi yang terungkap dari penyadapan telepon para tersangka koruptor membuat kita merinding, muak, dan jijik. Kalau negara ini ingin selamat dengan keutuhannya, kita harus secepatnya membangun kepercayaan rakyat dengan menindak tegas tersangka koruptor tanpa kolusi dan sungkan-sungkan lagi. Jadi, ancaman serius bagi kita sekarang ini bukan gejala federalisme, melainkan merajalelanya korupsi.
Yang juga relevan untuk diambil dari Mosi Integral Natsir saat ini adalah seruannya agar pemerintah tidak bersikap ragu dan mendua, tidak defensif dan pasif dengan kedok “terserah rakyat” untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, melainkan harus mengambil inisiatif dan langkah yang tegas. Tegasnya, pemerintah harus selalu berani mengambil inisiatif dan langkah yang tegas, dan tidak ragu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsa dan negara.[2]
Dalam bidang agama dan politik
M. Natsir adalah tipologi pemimpin Islam yang berpegang teguh terhadap prinsip dan cita-citanya. Tak pernah lekang oleh apapun. Sesudah Indonesia merdeka, ia berbeda pendapat dengan Presiden Soekarno, yang tak pernah mau kompromi. Sampai Partai Masyumi dibubarkan, di tahun 1960.
Sesudah Soekarno jatuh, dan digantikan Presiden Soeharto, tak lama M. Natsir, akhirnya berbeda pendapat dengan pemimpin Orde Baru itu, sampai akhirnya ia dikucilkan oleh Soeharto sampai meninggalnya. M.Natsir dapat menjadi suri tauladan, terutama bagi generasi baru Indonesia, yang mendambakan keluhuran budi pekerti.
Sesudah Pemilu 1955, M. Natsir membawa Partai Masyumi, yang merupakan gabungan partai-partai Islam di Konstituante, yang secara sungguh-sungguh memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Mereka adalah para pemimpin Islam, yang memiliki karakter dan kepribadian yang utuh, serta organisator dan pemimpin politik yang ulung. Dalam berpolitik mereka berprinsip. Dengan prinsip-prinsip Islam yang mereka yakini. Dan, mereka memperjuangkan dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Mereka tak pernah bergeser atau ‘berpirau’ dengan prinsip-prinsip politik, yang menjadi khittah perjuangan mereka.
Waktu terjadi perdebatan di Konstituante masing-masing pemimpin partai memperjuangkan ide dan gagasannya masing-masing. M. Natsir waktu itu, menjelaskan perbedaan pokok antara sekulerisme dengan Islam. Menurut Natsir, sekulerisme adalah suatu cara hidup yang mengandung paham, tujuan dan sikap yang hanya di dalam batas keduniaan. “Seorang sekuleris tidak mengakui adanya wahyu sebagai salah satu sumber kepercayaan dan pengetahuan. Ia menganggap bahwa kepercayaan dan nilai-nilai itu ditimbulkan oleh sejarah ataupun oleh bekas-bekas kehewanan manusia, semata-mata dan dipusatkan kepada kebahagiaan manusia dalam kehidupan sekarang belaka”.
Selanjutnya, dalam pandangannya, yang disampaikan di depan para anggaota Konstituante, M. Natsir, menegaskan: “Jika dibandingkan dengan sekulerisme yang sebaik-baiknya pun, maka adalah agama masih lebih dalam dan lebih dapat diterima akal. Setinggi-tinggi tujuan hidup bagi masyarakat dan perseorangan yang dapat diberikan oleh sekulerisme, tidak melebihi konsep dari apa disebut humanity (perikemanusiaan).”, tegas Natsir. Lalu, ia menambahkan : “Di mana sumber perikemanusiaan itu?”.
Para pemimpin Masyumi adalah orang-orang yang berlatarbelakang pendidikan Barat (Belanda), tapi mereka yang paling teguh dalam memegang prinsip dan cita-cita Islam. Mereka bukan pemimpin yang berasal dari sekolah agama (pesantren), tapi tak mengurangi penghargaan mereka terhadap Islam. Justru mereka yang paling gigih memperjuangkan Islam. Sesudah Partai Masyumi dibubarkan, mereka tak lantas menjadi oportunis dan pragmantis. Ketika, pergantian kekuasaan , mereka ingin tetap mendirikan Partai Masyumi. Dan, ketika gagal menghidupkan kembali, mak mereka mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Inilah tempat berkhidmat para pemimin Islam, Partai Masyumi, sampai akhair hayat mereka.
M. Natsir telah meletakkan tonggak-tonggak yang dipancangkan secara kokoh, tanpa siapapun dapat melupakannya. Adalah Kabinet M.Natsir yang memperjuangkan Indonesia menjadi anggota PBB. Dia memahatkan politik luar negeri ‘bebas aktif’ sejak awal Indonesia merdeka. Tidak satupun pemimpin politik Indonesia yang memiliki pandangan yang jauh ke depan dibandingkan dengan Natsir. Ia, yang meletakkan ekonomi ‘Benteng’, yang menghasilkan konglomerat pribumi, seperti Hasjim Ning, Dasaat, Rahman Tamin, Ayub Rais, dan Achmad Bakri dan lain-lain. Tokoh Masyumi ini pula yang membangun konsep Negara berkesejahteraan dalam rangka pembangunan yang diperuntukkan bagi rakyat kecil.
M.Natsir mempunyai sikap yang tegas, dan tidak mau kompromi dengan Soekarno, dan menolak pengaruh komunisme. Ia ingin menegakkan Islam melalui prinsip-prinsip demokrasi. Meskipun, perjuangan ini menjadi gagal. Tapi, tokoh-tokoh Masyumi telah melakukan ‘sesuatu’ yang berharga bagi masa depan Islam. Mereka tak pernah bergeser dari cita-citanya sampai akhir hayat. [3]

Pemikiran Pendidikan M. Natsir
pokok-pokok pemikiraan pendidikan M. Natsir adalah sebagai berikut:
1.      Tentang peran dan fungsi pendidikan. Dalam hubungan ini paling kurang terdapat enam rumusan yang dimajukan Natsir. Pertama, pendidikan harus berperan sebagai sarana membimbing manusia agar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna, Kedua, pendidikan diarahkan untuk menjadikan anak didik memiliki sifat-sifat kemanusiaan dengan mencapai akhlak yang sempurna. Ketiga, pendidikan harus berperan sebagai sarana menghasilkan menusia jujur dan benar ( bukan pribadi yang hipokrit ). Keempat, pendidikan agar berperan membawa manusia mencapati tujuan hidupnya, yaitu menjadi hamba Allah Swt. Kelima, pendidikan harus dapat menjadikan manusia yang dalam segala perilakunya selalu menjadi rahmat bagi seluruh alam, keenam, pendidikan harus benar-benar dapat meningkatkan sifat-sifat kemanusiaan bukan sebaliknya meniadakan atau berperilaku menyesatkan yang dapat merugikan orang lain dan lingkungan.
2.      Tentang tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah merealisasikan idealitas Islam yang pada intinya menghasilkan manusia yang berperilaku Islami, yakni beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan naisonal yang terpatri dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menempatkan beriman dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa sebagai tujuan sentral. Seorang hamba Allah adalah orang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah, sebagai pemimpin manusia. Mereka menjalankan perintah Allah SWT dan berbuat baik kepada sesama manusia, menunaikan ibadah terhadap Tuhannya sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 177 yang artinya. Bukanlah kebaikan itu dengan menghadapkan muka ke arah barat dan timur, tetapi kebaikan itu adalah mereka yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat, kitab, dan nabi-nabi Nya serta memberikan harta yang disayanginya kepada karib kerabatya, anak yatim, orang yang terlantar, orang yang terbatas dananya dalam perjalanan serta untuk memerdekakan manusia dari perbudakan. Ia mendirikan shalat, membayar zakat, teguh memegang janji, bersifat sabar dan tenang di waktu bahaya dan bencana menimpa.
Berdasarkan ayat tersebut di atas, seorang hamba Allah adalah mereka yang memiliki enam sifat sebagai berikut. Pertama, memiliki komitmen iman dan
tauhid yang kokoh kepada Allah serta terpantul dalam perilakunya sehari-hari. Kedua, memiliki kepedulian dan kepekaan sosial dengan cara memberikan bantuan dan santunan serta mengatasi kesulitan dan penderitaan orang lain. Ketiga, senantiasa melakukan hubungan vertikal dengan Tuhan dengan menjalankan ibadah shalat secara kontinu. Keempat, senantiasa melakukan hubungan horizontal dengan sesame manusia dengan cara memberikan sebagain harta yang dimiliki kepada orang lain. Kelima, memiliki akhlak yang mulia yang ditandai dengan kepatuhan dalam menunaikan janji yang telah diucapkannya, Keenam, memiliki jiwa yang tabah dalam menghadapi situasi dan kondisi yang kurang menyenangkan, bahkan menakutkan.
3.      Tentang dasar pendidikan. Dalam tulisan yang berjudul Tauhid sebagai Dasar Didikan, M. Natsir menceritakan tentang pentingnya tauhid dengan mengambil contoh pada seorang professor fisika bernama Paul Ehrenfest yang mati bunuh diri. Ia berasal dari keluarga baik-baik dan telah memperoleh pendidikan Barat tingkat tinggi. Telah banyak penemuan rahasia alam yang dihasilkannya dan telah menjadi bahan rujukan dalam dunia ilmu pengetahuan. Pekerjaannya sehari-hari tak pernah tercela.
4.      Tentang ideologi dan pendekatan dalam pendidikan.  konsep pendidikan yang khas ditengah persoalan dikotomis antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Konsep pendidikannya adalah integral, harmonis, dan universal. Dalam pidato yang ia sampaikan pada rapat Persatuan Islam di Bogor, 17 Juni 1934 serta dalam tulisannya di Pedoman Masyarakat pada 1937 berjudul "Tauhid sebagai dasar Pendidikan", menggariskan ideologi pendidikan umat Islam bertitik tolak & berorientasi pada tauhid sebagaimana tersimpul dalam kalimat syahadat.
Melalui dasar tersebut akan tercipta integrasi pendidikan agama dan umum. Konsep pendidikan yang integral, universal, dan harmonis menurut Natsir, tidak mengenal dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, melainkan antara keduanya memiliki keterpaduan dan keseimbangan. Semua itu dasarnya agama, apa pun bidang dan disiplin ilmu yang ditekuninya.
5.      Tentang fungsi bahasa asing. Bahwa bahasa asing amat besar perannya dalam mendukung kemajuan dan kecerdasan bangsa. Bahasa erat kaitannya dengan corak berpikir suatu bangsa. Bahasa dari salah satu bangsa adalah tulang punggung kebudayaannya. Mempertahankan bahasa sendiri berarti mempertahankan sifat-sifat dan kebudayaannya sendiri. Kultur suatu bangsa berdiri atau jatuh bergantung pada bahasa dari bangsa itu sendiri. Maka bahasa merupakan salah satu faktor terpenting yang mendorong mutu dan kecerdasan suatu bangsa. Bahasa ibu, bahasa sendiri menjadi syarat bagi tegaknya kebudayaan kita.
6.      Tentang keteladanan guru. Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum adanya guru yang mau berkorban untuk kemajuan bangsa. Tampaknya, gagasan dan pemikiran M. Natsir relevan dalam tinjauan perkembangan pendidikan dewasa ini disebabkan hal-hal sebagai berikut:
a)      M. Natsir adalah tokoh nasional dan internasional yang memiliki integritas pribadi dan komitmen yang kuat untuk memajukan bangsa dan Negara.
b)     M. Natsir selain sebagai seorang negarawan yang handal, ia juga termasuk pemikir dan arsitek pendidikan Islam yang serius.
c)      sebagai pemikir dan arsitek pendidikan, Natsir selain menulis karya ilmiah yang berisikan gagasan dan pemikiran tentang pembaharuan dan kemajuan pendidikan Islam, ia juga sebagai praktisi dan pelaku pendidikan yang terbukti cukup berhasil.
d)     sebagai pemikir dan arsitek pendidikan, Natsir melihat bahwa masalah pokok untuk mengatasi keterbelakangan dalam pendidikan terletak pada tiga hal: (1) dengan merombak sistem yang dikotomis ke sistem yang integrated antara ilmu agama dan umum, (2) dengan merombak kurikulum dari kurikulum yang dikotomis menjadi integrated, dan (3)dengan mempersiapkan guru yang komitmen dan dapat menjadi teladan bagi peserta didik.[4]

C.Jabatan

Pada masa revolusi kemerdekaan, Natsir pernah menjabat Wakil Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), yang waktu itu ketuanya dijabat oleh Assaat Datuk Mudo, dan beberapa kali menjadi Menteri Penerangan.
Natsir banyak berjasa untuk perkembangan dakwah Islam dan termasuk di antara sedikit tokoh Indonesia dengan reputasi internasional. Dia pernah menjabat presiden Liga Muslim se-Dunia (World Moslem Congress), ketua Dewan Mesjid se-Dunia, anggota Dewan Eksekutif Rabithah Alam Islamy yang berpusat di Mekkah. Sebagai mubaligh, Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, yang mengirimkan mubaligh ke seluruh Indonesia.
Natsir sempat menjadi Perdana Menteri Indonesia setelah pembubaran RIS. Namun penentangan Natsir terhadap sikap Presiden dalam Irian Barat, dan maraknya pemberontakan separatis mengganggu kestabilan kabinetnya. Manjelang akhir masa jabatnaya sebagai perdana menteri, bung Karno selaku Presiden dan ketua PNI meminta para menteri dan anggota parlemen dari PNI untuk tidak mendukung pemerintahan terutama PM Natsir dan wapres Hatta. Tak lama setelah itu Kabinet Natsir mengalami aneka go-yang-an dari Partai Nasional Indonesia di parlemen. Menurut Hatta, Soekarno mendesak Manai Sophiaan dan teman-temannya menjatuhkan Kabinet Natsir. Dua kali anggota Partai Nasional Indonesia di parlemen memboikot sidang sehingga tak memenuhi kuorum. Hari itu juga Natsir mengembalikan mandatnya sebagai perdana menteri.[5]
D.Keteladanan dari Mohammad Natsir
Kesederhanaan, keteguhan memegang prinsip, dan kesediaan untuk melakukan kompromi di tengah kemajukan bangsa, adalah warisan keteladanan M Natsir yang relevan dan pantas diapresiasi di tengah keprihatinan bangsa akibat pragmatisme politik. M Natsir adalah sosok nasionalis yang terkemuka yang lebih mementingkan kepentingan nasional dengan Mosi Integral-nya.



















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Muhammad Natsir adalah putra kelahiran Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 17, Juli 1908, dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Natsir mengajukan mosi intergral dalam sidang pleno parlemen, yang secara aklamasi diterima oleh seluruh fraksi. Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan RI (NKRI), yang sebelumnya berbentuk serikat. Dalam pandangan bidang agama dan politik Muhammad Natsir memandang bahwa wacana Islam hendaknya dijadikan sebagai Ideologi Negara. Dan dalam bidang pendidikan, pandanganya antara lain mengenai: peran dan fungsi pendidikan, tujuan pendidikan Islam, dasar pendidikan, Ideologi dan pendekatan dalam pendidikan, fungsi bahasa asing, keteladanan guru. Muhammad Natsir pernah memiliki jabatan dan peran penting terhadap negara Indonesia, diantaranya menjabat sebagai wakil ketua KNIP, Presiden Liga muslim se-Dunia,ketua Dewan Masjid se-Dunia, anggota Dewan Eksekutif Rabithah Alam Islamy yang berpusat di mekkah, dan Perdana Menteri Indonesia. Dan dari itu semua warisan yang kita dapat teladani dari beliau karena kesederhanaan, keteguhan memegang prinsip, dan kesedian untuk melakukan kompromi ditengah kemajuan bangsa.






DAFTAR PUSTAKA

·         http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Natsir


EmoticonEmoticon