ALIRAN ALIRAN USHUL FIQH
Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :
Ushul Fiqh
Dosen Pengampu: H. M. Ubaidilah, M.Si
Disusun Oleh:
1.
Hidayah
Inayati 2021114046
2.
Dewi
Lestari 2021114088
3.
Umul
Paisah 2021114274
4.
Winda
Agustiani 2021114332
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN
)
PEKALONGAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahirnya berbagai aliran/
mazhab dalam Ushul Fiqh adalah dilatarbelakangi oleh berbagai perbedaan dalam
melakukan istinbath hukum. Perbedaan ini pada dasarnya adalah perbedaan dalam
aspek metodologi yang digunakan untuk menggali dan menetapkan hukum syara’.
Dalam sejarah pemikiran hukum alam, terdapat sejumlah aliran atau mahzab yang
corak dan model istinbath mereka berbeda satu sama lainnya. Secara umum,
dilihat dari sisi bangunan teori dalam menggali hukum Islam, aliran ushul fiqh
terabagi atas empat aliran yaitu mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi, mazhab Hanbali,
dan mazhab Maliki.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas perlu kiranya
merumuskan masalah sebagai pijakan guna memudahkan kefokusan dalam pembahasan
makalah ini. Adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa saja aliran dalam Ushul Fiqh ?
2.
Apa saja karya-karya dalam Ushul Fiqh ?
C. SistematikaPenulisanMakalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi : Bab I pendahuluan yang
terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah dan sistematika penulisan
makalah; Bab II adalah pembahasan; Bab III adalah bagian penutup yang terdiri
dari simpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran-aliran Ushul Fiqh
Aliran-aliran Ushul Fiqh secara umum ada
dua yaitu :
1. Aliran Mutakallimin ( Syafi’iyah )
Aliran pertama disebut aliran syafi’iyah
atau jumhur ulama atau mutakallimin. Aliran ini dikenal dengan aliran jumhur
ulama karena merupakan aliran yang dianut oleh mayoritas ulama dari kalangan
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah terutama dalam cara penulisan ushul fiqh.
Disebut aliran Asyafi’iyah karena orang paling utama mewujudkan cara penulisan
ushul fiqh yaitu Imam Syafi’i. Dikenal aliran mutakallimin( para ahli ilmu
kalam ), misalnya Imam Al Juwaini, Al Qadhi Abdul Jaber, dan Imam Al Ghazali.[1]
Salah satu karya Ushul Fiqh aliran ini
yaitu kitab Ar Risalah karya Imam Syafi’i yang secara garis besar membahas
tentang Qur’an, kedudukan Hadits, Ijma’, Qiyas, dan pokok-pokok peraturan
mengambil hukum.
2. Aliran Fuqaha ( Hanafi )
Aliran Fuqaha adalah aliran yang dikembagkan oleh
kalangan ulama Hanafiyah. Disebut aliran fuqaha( ahli-ahli fiqh) karena dalam
sistem penulisannya banyak diwarnai oleh contoh-contoh fiqh. Dalam merumuskan
kaidah ushul fiqh mereka berpedoman kepada pendapat-pendapat fiqh Abu Hanifah
dan pendapat-pendapat para muridnya serta melengkapinya dengan contoh-contoh.[2]
Beberapa aliran dalam ushul fiqh yaitu :
1. Mazhab Syafi’i : Imam Asy Syafi’i
Aliran Syafi’iyah dan Jumhur mutakallimin (ahli
kalam). Aliran ini membangun ushul fiqh secara teoritis murni tanpa dipengaruhi
oleh masalah-masalah cabang keagamaan. Begitu pula, dalam menetapkan
kaidah,aliran ini menggunakan alasan yang kuat,baik dari dalil naqli maupun
aqli ,tanpa dipengaruhi masalah furu’ dan madzhab,sehingga adakalanya
kaidah tersebut sesuai dengan masalah furu’ dan adakalanya tidak sesuai.
Selain itu,setiap permasalahan yang didukung naqli dapat dijadikan kaidah.
Namun, pada kenyataannya di kalangan Syafi’iyah sendiri terjadi
pertentangan,misalnya Al-Amidi yang mengajukkan kehujjahan ijma ‘Sukuti,padahal
Imam Syafi’i adalah ijma kalangan sahabat saja secara jelas.pendapat Al-amidi
tersebut sebenarnya merupakan salah satu konsekuensi dari usahanya bersama
Al-Qarafi (tokoh ushul fiqh Malikiyah) untuk menyatukan dua aliran ushul fiqh.
Sebagai akibat dari perhatian yang terlalu difokuskan pada masalah
teoritis,aliran ini serius tidak bisa menyentuh permasalahan praktis. Aspek bahasa
dalam aliran ini sangat dominan,seperti penentuan tentang tahsin
(menganggap sesuatau itu baik dan dapat dicapai akal atau tidak) dan taqbih
(menganggap sesuatu itu buruk dan dapat dicapai akal atau tidak).[3]
Pola pikir Imam Asy-Syafi’i secara garis besar
dapat dilihat dalam kitab Al-Um yang mengurai sebagai berikut :
“
ilmu itu bertingkat secara berurutan. Pertama adalah Al Qur’an dan As-Sunnah
apaila telah tetap, kemudian kedua ijma ketika tidak ada dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah, ketiga sahabat Nabi SAW. (fatwa sahabi ) dan kami tidak tahu dalam
fatwa tersebut tidak ada ikhtilaf diantara mereka, keempat ikhtilaf sahabat
Nabi SAW., kelima qiyas-yang tidak diqiyaskan selain kepada Al Qur’an dan As-
Sunnah karena hal itu telah ada dalam kedua sumber, sesungguhnya engambil ilmu
dari yang teratas....”[4]
2. Mazhab Hanafi : Imam Abu Hanifah
Mazhab Hanafi atau aliran Fuqaha atau
aliran Hanafiyah adalah aliran yang dikemangkan oleh kalangan ulama Hanafiyah.
Disebut aliran fuqaha karena dalam sistem penulisannya banyak diwarnai oleh
contoh-contoh fiqh. Dalam merumuskan kaidah ushul fiqh mereka berpedoman kepada
pendapat-pendapat fiqh Abu Hanifah.[5]
Sebagaimana yang ditulis oleh Abu Bakr
Muhammad Ali Thayib Al Baghdadi dalam kitabnya, Al Baghdadi, dasar-dasar
pemikiran Abu Hanifah, sebagai berikut :
“ Aku ( Abu Hanifah ) mengambil kepada
kitab Allah apabila tidak ditemukan di dalamnya, aku ambil dari sunah Rasul;
jika aku tidak menemukan pada kitab dan As-Sunnahnya, aku ambil
pendapat-pendapat sahabat. Aku ambil perkataan yang kukehendaki dan
kutinggalkan pendapt-pendapat yang tidak kukehendaki. Dan aku tidak keluar dari
pendapat mereka kepada pendapat orang lain selain mereka. Adapun apabila telah
sampai urusan itu atau telah datang kepada Ibrahm, Asy-Syaibani, Ibnu Sirin, Al
Hasan, Atha, Sa’id dan Abu Hanifah menyebut beberapa orang lagi maka mereka
orang-orang yang telah berjihad”. [6]
Selain itu, Hasby Asy- Syiddieqi
menguraikan dasar-dasar pegangan Imam Hanafi sebagai berikut :
“ Pendirian Abu Hanifah sebagaimana
Hanafiyah adalah mengambil dari kepercayaan, dan lari dari keburukan,
memerhatikan mu’amalah manusia dan hal-hal yang telah mendatangkan mashlahat
bagi urusan mereka. Ia menjalankan urusan asas qiyas. Apabila qiyas tidak baik
dilakukan, ia melakukannya atas istihsan, selama dapat dilakukannya. Apabila
tidak dapat dilakukan, ia kembali kepada ‘urf masyarakat. Dan mengamalkan hadis
yang terkenal yang telah di ijmakan ulama, ia meng-qiyas-kan sesuatu kepada
hadis itu selama qiyas masih dapat dilakukan. Kemudia ia kembali pada istihsan,
memilih di antarra keduanya yang lebih tepat”[7]
Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa dasar-dasar pegangan mazhab Hanafi adalah :[8]
1) Al-Qur’an
2) As-Sunnah Rasulullah
3) Fatwa sahabat
4) Ijma’
5) Qiyas
6) Istihsan
7) ‘urf
3. Mazhab Maliki : Imam Malik
Sistematika sumber hukum atau
instinbath imam maliki pada dasarnya tidak dituliskan secara sistemtis. Akan
tetapi, murid-murid atau mazhabnya menyusun sistematika Imam Maliki. Secara
analitik, dijelaskan pula oleh Muhammad
Salam Madkur dalam kitab Al-Ijtihadu fi at-tasyri’ al-islami, bahwa Imam
Malik berpegang teguh pada Al-Qur’an, Sunnah Mutawatir, dan Ijma, terutama ijma
ahlu madinah.[9]
Dalam ringkasan Thaha Jabir, mazhab
maliki atau mazhab orang Hijaz (Imam Said Al-Musayyab) memiliki kaidah ijtihad
sebagai berikut:
1.
Mengambil dari Al-Qur’an (al-kitab al-azizi)
2.
Menggunakan zhahir al-Qur’an, yaitu lafazh yang
umum
3.
Menggunakan “dalil” Al-Qur’an, yaitu mafhum
al-mukhalafah
4.
Menggunakan “mafhum” Al-Qur’an, yaitu
mafhummuwafaqah
5.
Menggunakan “tanbih” al-qur’an, yaitu
memerhatikan illat.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini
adalah perincian dasar-dasar Imam Malik, sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an
Dalam pandangan malik, kedudukan
Al-Qur’an adalah di atas semua dalil hukum. Ia menggunakan nash sharih (jelas)
dan tidak menerima takwil. Dzahir Al-Qur’an diambil ketika bersesuaian dengan
takwil selama tidak dapati dalil yang mewajibkan takwil.
2.
As-Sunah
Mazhab Malik (imam malik) mengambil
sunnah yang mutawatir, masyhur (setingkat di bawah mutawatir), dan khabar ahad
(sebagian besar mendahulukan hadis ahad dari qiyas). Selain itu, imam malik
menggunakan hadis munqathi dan mursal selama tidak bertentangan dengan tradisi
orang-orang madinah.
3.
Amalan Ahlu Al-Madinah (Al-‘Urf)
Imam Malik memegangi tradisi madinah
sebagai hujjah (dalil) hukum karena amalannya dinukil langsung dari Nabi SAW.
Ia mendahulukan amal ahlu al-madinah dari pada khabar ahad yang para fuqaha
tidak seperti itu.
4.
Fatwa Sahabat
Fatwa sahabat digunakan oleh Imam
Malik karena ia atsar, yaitu ketika sebagian sahabat melakukan manasik haji
dengan Nabi SAW. Oleh karena itu, qaul sahabi digunakan sebab ia dinukil dari
hadis. Bahkan Imam Malik mengambil juga fatwa para kibar at-tabi’in meskipun
derajatnya tidak sampai fatwa sahabat, kecuali adanya ijma para ahlu madinah.
5.
Ijma
Imam Malik paling banyak
menyandarkan pendapatnya pada ijma, seperti tertera dalam kitabnya
Al-Muwaththa, kata-kata al-amru al mujtama’ alaih, dan sebagainya.
6.
Qiyas, Mashlahat Mursalat, dan Istihsan
Qiyas yang digunakan imam Maliki
adalah qiyas isthilahi. Qiyas adalah menghubungkan suatu kasus yang tidak
dijelaskan nash dengan suatu perkara yang ada nashnya, karena ada kesesuaian
antara kedua perkara tersebut pada illat kedua hukum tersebut. Istihsan adalah
memperkuat hukum mashlahat juziyah atas hukum qiyas. Menurut mazhab Maliki,
istihsan adalah hukum maslahat yang tidak ada nashnya untuk melaksanakan atau
tidak. Mashlahat mursalah yang digunakan Mazhab Maliki bertujuan untuk
meniadakan kesukaran. Hal itu merupakan mashlahat yang sudah umum dalam hukum
islam meskipun tidak ada nashnya secara tersendiri.
7.
Adz-Dzara’i
Sadz Adz-Dzarai, dasar istinbath
yang sering dipakai oleh imam malik, maknanya adalah menyumbat jalan. Imam
malik ibn anas dalam berfatwa, pertama, Al-Qur’an, Al-Sunnah, ijma, dan qiyas.
Demikian pula, Al-Syatibi menyederhanakan dasar-dasar imam malik adalah
al-qur’an , sunnah, ijma, dan ra’yu. Disini ada beberapa hal yang perlu digaris
bawahi dalam manhaj imam malik. Pertama, imam malik mendahulukan amalan
orang-orang madinah sebelum qiyas, metode yang tidak dipergunakan fuqaha
lainnya. Kedua, qaul sahabat sebagai dalil syar’i yang didahulukan dari
pada qiyas. Ketiga, imam malik mengunakan mashlahat al-mursalah. Hal ini
menunjukan bahwa Imam Malik menggunakan rasio ketika tidak ada penjelasan
al-qur’an dan hadis tentang kasus tertentu.
4. Mazhab Hanbali : Imam Hanbali
Ibn Qayyim Al Jauziyyah menjelaskan
pendapat Ahmad Ibn Hanbal dibangun atas lima dasae, yaitu :
1. An Nushush dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Apabila telah terdapat ketentuan dalam nash tersebut, ia berfatwa dan tidak
mengambil yang lainnya. Oleh karena itu, nash didahulukan atas fatwa sahabat.
2. Ahmad Ibn Hanbal berfatwa dengan fatwa
sahabat, ia memilih pendapat sahabat yang tidak menyalahinya ( ikhtilaf ).
3. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda, Ahmad
Ibn Hanbal memilih salah satu pendapat mereka yang lebih dekat kepada Al Qur’an
dan As-Sunnah.
4. Ahmad Ibn Hanbal menggunakan hadis mursal
dan dha’if apabila tidak ada atsar, qaul sahabat, atau ijma’ yang
menyalahinnya.
5. Apabila tidak ada dalam nash, As Sunnah,
qaul sahabat, riwayat mashyur, hadis mursal dan dha’if, Ahmad Ibn Hanbal
menganalogikan ( menggunakan qiyas ) dan qiyas baginya adalah dalil yang
dipakai didalam keadaan terpaksa.[10]
Dengan demikian, sistematika sumber hukum Imam
Hanbali yaitu :
1. Nushus ( Al Qur’an, As Sunnah, dan Nash
Ijma
2. Fatwa sahabat
3. Hadits mursal dan dha’if
4. Qiyas
5. Istihsan
6. Sadd adz-dzarai
7. Istishab
8. Al maslahat al mursalat[11]
B. Karya-karya Ushul Fiqh
1. Mazhab Syafi’i ( mutakallimin )
a. Kitab Al- Risalah, disusun oleh Muhammad
bin Idris Al-Syafi’i[12]
b. Kitab Al Burhan fi Ushul al-Fiqh, disusun
oleh Abu Al-Ma’ali Abd Al-Malik ibn Abdillah al Juwaini
c. Kitab Al Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul,
disusun oleh Abu Hamid Al Ghazali[13]
d. Kitab Al-Mahsul fi ‘Ilm al-Ushul, disusun
oleh Fakr al-Dien al-Razi
e. Kitab Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, disusun
oleh Saif al-Dien al-Amidi
f. Kitab Jam’u al-Jawami’, karya Taj al-Dien
Ibnu al-Sibki
2. Mazhab Hanafi
a. Kitab Taqwim Al-Adillah, karya Imam Abu
Zaid al-Dubbusi[14]
b. Kitab Ushul al-Syarakhshi. Karya Imam
Muhammad Ibnu Ahmad Syams al-Aimmah al-Sarakhshi
c. Kitab Kanz al-Wushul ila Ma’rifat
al-Ushul, karya Fakhr al-Islam Al-Bazdawi
d. Kitab Manar al Anwar, karya Abu
Al-Barakat Abdullah Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad al-Nasafi
e. Kitab Al-Fushul fi al-Ushul, karya Abu
Bakar al-Razi[15]
f. Kitab Al-Tahrir fi Ushul a-Fiqh,
karya Kamal al-Dien Ibn al-Humam
g. Kitab Mussalam al-subut, karya
Muhibbullah Ibn Abd al-Syakur
3. Mazhab Maliki
a. Kitab Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah,
karya Abu Ishaq al-Syathibi
b. Kitab Mukhtashar Muntaha al Sul wa al
Amal, karya Jamal al-Dien Ibnu al Hajib
4. Mazhab Hanbali
a. Kitab
Al-‘Uddah fi Ushul al-Fiqh, karya Abu Ya’la al-Farra’ al-Hanbali
b. Kitab Raudhah Al-Nazir wa Jannah
al-Munazir, karya Muwaffaq al-Dien Ibnu Qudamah al-Maqdisi
c. Kitab Al-Musawwadah fi Ushul al-Fiqh
d. Kitab A’lam al Muwaqq’in ‘an Rabb
al-‘Alamin, karya Imam Syams al-Dien Abu Bakar[16]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian penjelasan diatas, dapat kita
simpulkan bahwa dalam Ushul Fiqh mempunyai beberapa aliran diantaranya aliran
Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanbali. Dari keempat aliran tersebut
mempunnyai dasar pemikiran masing-masing, dan dari hasil pemikiran itu mereka
menuliskannya pada kitab-kitab yang sesuai dengan mazhabnya.
B. Saran
Alhamdulillah
pada akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tepat waktu.
Harapan penulis semoga dengan terselesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca setia. Namun makalah ini tak lepas dari segala kelemahan-kelemahan
karena keterbatasan yang selalu ada pada diri manusia. Oleh sebab itu kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya kemaslahatan
bersama. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Satria. 2005. Ushul Fiqh. Jakarta : Prenada Media
Ismatullah, Dedi. 2014. Fiqh Ushul Fiqh. Bandung : CV
Pustaka Setia
Mardani. 2013. Ushul Fiqh. Jakarta : Rajawali Pers
Rohayana, Ade Dedi. Ilmu Ushul Fiqh. Pekalongan : Stain
Press
Shiddiq, Sapiudin. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta : Prenamedia
Group
Supriadi, Dedi. 2013. Ushul Fiqh Perbandingan. Bandung : CV.
Pustaka Setia
[1]Mardani.
Ushul Fiqh. ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2003). Hlm. 16
[2]Ibid.
Hlm. 18
[3]
Dedi Ismatullah. Fiqh Ushul Fiqh. ( Bandung : CV Pustaka Setia ). Hlm.
173-178
[4]
Dedi Supriadi. Ushul Fiqh Perbandingan. ( Bandung : CV. Pustaka Setia ).
Hlm. 62
[5]
Mardani.Ushul Fiqh. ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada). Hlm. 18
[6]
Dedi Supriadi. Op. Cit. Hlm. 49
[7]
Ibid. Hlm. 50
[8]
ibid
[9]
Dedi Supriadi. Op. Cit. Hlm. 57-62
[10]
Op. Cit. Hal. 72
[11]
ibid
[12]
Satria Effendi. Ushul Fiqh. ( Jakarta : Prenada Media). Hlm. 26
[13]
Sapiudin Shidiq. Ushul Fiqh. ( Jakarta : Prenamedia Group ). Hlm. 17
[14]
Satria Effendi. Op. Cit. Hlm. 30
[15]
Ade Dedi Rohayana. Ilmu Ushul Fiqh. ( Pekalongan : Stain Press ). Hlm.
46
[16]
Satria Effendi. Op. Cit. Hlm. 29
EmoticonEmoticon