MAKALAH PENELITIAN
PERILAKU
REMAJA DI DESA JOLOTIGO RT 01/03
KEC.
TALUN KAB. PEKALONGAN
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Akhlak
Program
Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Jurusan
Tarbiyah STAIN Pekalongan
Dosen
pengampu : Drs. H., Ismail, M.Ag
Oleh :
Fatchurahman Ali
(2021114145)
Kelas
: PAI C
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah penelitian mata kuliah Ilmu Akhlak yang
berjudul “Perilaku remaja di desa Jolotigo”. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat
dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.
Kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu, membimbing dan memberikan dukungan kepada kami
dalam pelaksanaannya. Dengan selesainya makalah penelitian ini, kami ucapkan terimakasih
kepada :
1.
Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan nikmat, rahmat, dan
hidayah serta semua anugerah-Nya
2.
Kedua orang tua yang selalu mendo'akan anaknya setiap waktu, selalu
memberikan semangat hidup. Tanpa perjuangan dan pengorbanan serta dukungan
kalian, penulis tidak akan sampai disini.
3.
Bapak selaku Drs. H., Ismail, M.Ag Dosen Mata Kuliah Akhlak.
4. Bapak tua
Taruno sebagai Lurah desa Jolotigo.
5. Bapak A. Rochim
selaku ketua RT 01/03 di desa Jolotigo.
6. Pemuda-pemudi
desa Jolotigo yang telah bersedia untuk membantu dalam terlaksananya penelitian
tentang perilaku-perilaku di desanya.
Penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis
harapkan untuk perbaikan. Semoga makalah ini
bisa menambah bermanfaat bagi kita. Aamiin yaa robbal ‘alamin.
Pekalongan,
27 september 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ................................................................................................. i
Kata
Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar
Isi ......................................................................................................... iii
Bab
I Pendahuluan .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah .................................................................................. 1
C.
Tujuan
Penelitian (Studi Kasus) ............................................................. 1
D.
Manfaat
Penelitian (Studi Kasus) .......................................................... 2
E.
Ruang
Lingkup Studi Kasus................................................................... 2
F.
Metode
Pengumpulan Data ................................................................... 3
Bab
II Pembahasan .......................................................................................... 4
A. Sejarah Berdirinya Sekolah .................................................................... 4
B.
Pola
Mengenal Sesama Jenis di SMK Cordova Pati............................... 6
1.
MOPD
(Masa Orientasi Peserta Didik Baru) ................................... 6
2.
KBM
(Kegiatan Belajar Mengajar ................................................... 7
3.
Kegiatan
Shalat Berjama’ah Dhuhur dan Mengaji .......................... 8
4.
Kegiatan
Ziarah Ke Makam Wali Kajen .......................................... 8
C.
Individu
dan Konteksnya ...................................................................... 9
1.
Destruktif
dan Konstruktif .............................................................. 9
2.
Kompromistis
dan anti-establishment .............................................. 11
D.
Pemuda
dan Sosialisasi .......................................................................... 12
E.
Interaksi
Dalam Kelompok .................................................................... 13
1.
Tahapan-Tahapan
Interaksi .............................................................. 13
1.1. Tahap Kontak ............................................................................ 14
1.2. Tahap Keterlibatan .................................................................... 14
1.3. Tahap Keintiman ....................................................................... 15
F.
Perilaku
Menyimpang Dalam Hubungan Sesama Jenis ......................... 15
1.
Homoseksual
.................................................................................... 15
2. Lesbian ............................................................................................. 16
Bab
III Penutup ............................................................................................... 17
...... Kesimpulan ............................................................................................ 17
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................... 18
LAMPIRAN-LAMPIRAN..........................................................................................................................
19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan
masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap
berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan
juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja
sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau
kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Masa remaja
merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun
peranannya seringkali tidak terlalu jelas.
Pubertas yang dahulu
dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai
patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang
dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan
bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah
(atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan
sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap
menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan
anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat
diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yangn pasti. Dalam perkembangannya
seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai
anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan
dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan,
namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan
bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan
masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “
sejauh mana pemahaman faktor penyebab berubahnya sikap dan prilaku remaja “
membentuk pertanyaan sebagai berkut ini :
1. Apa definisi
dari remaja?
2. Apa
yang dimaksud dengan sikap dan tingkah laku remaja?
3. Bagaimana sejarah desa jolotigo?
4. Bagaimana perilaku remaja di desa
Jolotigo?
C. Tujuan Penelitian (Studi Kasus)
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian
tentang perubahan sikap dan tingkah laku ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui perkembangan dan perubahan sikap dan tingkah laku para remaja pada zaman sekarang.
2. Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat memahami betapa pentingnya perubahan sikap
dan tingkah laku remaja.
3. Untuk
mengetahui langkah-langkah apa yang perlu diperhatikan sebagai remaja zaman
sekarang.
D. Manfaat Penelitian (Studi Kasus)
Adapun manfaat dari
penelitian ini ialah:
1. Hasil
penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa karena dapat dijadikan kiat baru dalam perubahan zaman.
2. Hasil
penelitian ini akan bermanfaat bagi orang tua yang harus memperhatikan sikap
dan tingkah laku anak-anaknya.
3. Hasil
penelitian ini akan bermanfaat bagi calon remaja-remaja yang mungkin hidup
dizaman sekarang.
E. Ruang Lingkup Studi Kasus
Ruang
lingkup materi kegiatan Studi Kasus yang dilaksanakan adalah di Desa Jolotigo RT
01/02 Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan.
F.
Metode
Pengumpulan Data
Untuk
kemudahan dalam memperoleh data dan informasi yang lengkap maka penulis
menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu:
1.
Wawancara (Interview)
Yaitu menghimpun informasi
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada pihak remaja desa Jolotigo yang
berkepentingan dengan hal yang berkaitan dengan pola perilaku remaja di
desanya.
2.
Observasi
Yaitu melakukan penelitian secara langsung terhadap obyek
yang akan diteliti dengan melakukan pengamatan terhadap laporan-laporan
persediaan yang dihasilkan dan prosedur pembentukan makalah studi kasus
sehingga dapat memahami lebih detail lagi.
3.
Study Literatur
Yaitu
mencari informasi secara lebih lengkap yang berasal dari media buku, majalah,
Koran, internet dan media lainnya yang berhubungan dengan obyek
yang akan diteliti seperti metode pengumpulan data.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Remaja
Pendefinisian
istilah remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan
definisi remaja secara umum. Masalahnya adalah Indonesia terdiri dari berbagai
macam suku, adat, dan tingkatan sosial-ekonomi maupun pendidikan. Kita dapat
menjumpai masyarakat golongan atas yang sangat terdidik dan menyerupai
masyarakat di negara-negara Barat. Kita juga dapat menjumpai masyarakat semacam
masyarakat di Samoa. Dengan perkataan lain, tidak ada profil remaja Indonesia
yang seragam dan berlaku secara nasional. Hal ini tercermin dalam ketiga kasus
remaja yang diutarakan pada awal.
Walaupun
demikian, sebagai pedoman umum dapat digunakan batasan usia 11-24 tahun dan
belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut.
Usia sebelas
tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak
(kriteria fisik). Di banyak masyarakat Indonesia, usia sebelas tahun sudah dianggap
akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi
memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). Pada usia tersebut
mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, seperti tercapainya
identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital
dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan
kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg) (kriteria psikologi).
Batas usia
24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka
yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum
mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi), belum dapat
memberikan pendapat sendiri, dan sebagainya. Dengan perkataan lain,
orang-orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan
kedewasaan secara sosial maupun psikologi, masih dapat digolongkan remaja.
Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia, terutama dari kalangan
masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal (terutama
pendidikan setinggi-tingginya) untuk mencapai kedewasaan. Akan tetapi dalam
kenyataannya cukup banyak pula orang yang mencapai kedewasaannya sebelum usia
tersebut.
Dalam
definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan. Hal itu karena arti
perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seseorang
yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai
orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan
keluarga. Oleh karena itu, definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang
belum menikah.
Selanjutnya,
dalam batasan di atas, ada enam penyesuaian diri yang harus dilakukan remaja
sebagai berikut.
1.
Menerima dan
mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya.
2.
Menentukan
peran dan fungsi seksualnya yang kuat dalam kebudayaan tempatnya berada.
3.
Mencapai
kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk menghadapi
kehidupan.
4.
Mencapai
posisi yang diterima oleh masyarakat.
5.
Mengembangkan
hati nurani, tanggung jawab, moralitas, clan nilai-nilai yang sesuai dengan
lingkungan dan kebudayaan.
6.
Memecahkan
problem-problem nyata dalam pengalaman sendiri dalam kaitannya dengan
lingkungan (Carballo, 1978: 250).[1]
B. Perilaku Remaja
Pergaulan remaja dapat ditemui
dimana saja mulai dilingkungan keluarga sampai masyarakat umum yang membutuhkan
adanya tata cara bergaul sehingga akan ditemui kehidupan yang damai dan rukun,
apalagi remaja yang pada zaman sekarang menghadapi zaman yang penuh dengan
tantangan dan godaan, apalagi yang berhubungan dengan gaya. Oleh
karena itu akhlak al-karimah sangat penting dalam pergaulan masyarakat,
terutama dalam pergaulan remaja, apalagi saat ini sedang maraknya berbagi
kenakalan remaja, baik minum-minuman keras, berjudi, freesex, narkoba dan
lain-lain.
Hidup remaja muslim yang diterapkan di Negara
saat ini dimana banyak bertentangan
dengan ajaran-ajaran agama Islam tetapi gaya hidup ini mendapat tempat yang
khusus dikalangan remaja muslim. Berarti remaja sekarang belum terdidik dengan
didikan Islam yang sebenarnya dan masih minim akan ajaran Islam. Yang mana
pergaulan remaja saat ini banyak dipengaruhi oleh modernisasi barat sehingga
mereka berfikir dan bebas berbuat.
Dalam Islam tidak diragukan lagi
bahwa kaidah serta batasan dalam mengerjakan baik dan buruk itu telah tertera
dalam nash-nash syari’ah (al-Qur’an dan Hadits).gambaran jelas tentang perintah
berakhlak yang baik telah tercatat dalam al-Qur’an dan Hadits, seperti firman Allah:(an-nahl:90)
sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang harus dijadikan
contoh teladan yang ideal, yang mana Allah mengutus Nabi untuk memberi teladan
akhlak yang mulya kepada manusia, perintah itu dilakukan nabi dengan baik,
sehingga mendapat pujian yang baik dari Allah SWT, “sesungguhnya engkau
berada pada akhlak yang agung”.
Agama Islam adalah sebagai sumber nilai akhlak
harus dijadikan landasan dalam membina akhlak remaja, karena agama merupakan
pedoman hidup serta memberi landasan yang kuat bagi diri setiap remaja, maka
dari itu penting sekali untuk menanamkan nilai-nilai akhlak yang terpuji yang
bersumber pada ajaran Islam, serta membiasakan berakhlakul karimah dalam kehidupan
sehari-hari.[2]
C. Sejarah Desa Jolotigo
Desa jolotigo RT 01/03
adalah desa yang mayoritas penduduknya adalah pendatang dari berbagai daerah.
Ada yang dari Tangerang, Banyumas, Pemalang, Batang, Semarang, Pati, Blora,
Solo, Boyolali, Yogyakarta dll. Hal ini disebabkan karena di desa jolotigo
terdapat pabrik teh (PTP. NUSANTARA IX KEBUN
JOLOTIGO) sehingga warga dari luar daerah banyak yang berdatangan untuk bekerja
di pabrik teh Jolotigo.
Desa ini terletak di pegunungan dan jauh dari
keramaian. Dulunya sekitar tahun 60-70an islam masih sulit berkembang disini,
hal ini berbeda dengan warga didaerah pesisir yang sudah lebih dulu mengenal
ajaran islam. perilaku warga di desa ini saat itu sangat jauh dari syari’at
islam seperti memakan daging celeng, minum khamr, berzina. hal ini penulis
ketahui dari pernyataan Bapak Yulianto dan Bapak Marsudi salah satu warga asli desa Jolotigo yang dari
kecil memang tinggal disini. Bahkan yang membuat penulis terkejut ternyata Masjid Baitus Salam desa Jolotigo yang sekarang berdiri kokoh itu, dulunya adalah
tempat pembantaian celeng, babi dan hewan buruan lainnya. Mulai tahun 90an
banyak warga dari luar daerah yang berdatangan sekaligus membawa pengaruh
budaya islam disini. sejak saat itu ajaran islam disini alhamdulillah terus
berkembang dengan baik.
Sekitar tahun 2000an
jumlah warga di desa Jolotigo RT O1/01 Sekitar
100 orang dan jumlah remajanya sekitar 30 orang. jumlah ini terus berkurang
setiap tahunnya. disini remaja yang orang tuanya sudah pensiun dari
pekerjaannya di Pabrik Jolotigo otomatis akan pindah ke kampung aslinya. Karena
rumah yang ditinggali di Jolotigo adalah semacam rumah dinas warga yang bekerja
di PT Jolotigo. Sekarang jumlah warga disini sangat menjadi sangat sedikit,
yaitu sekitar 40 orang dan jumlah remaja sekitar 10 orang. hal itu disebabkan karena
banyak warganya yang sudah pensiun dalam pekerjaannya dan pindah ke kampung
aslinya.
D. Perilaku remaja di desa
Jolotigo
Dahulu jumlah remaja di desa
Jolotigo RT 01/03 30 orang. Karena
letaknya yang berada di daerah pegunungan. Maka kegiatan remaja di desa Jolotigo menjadi menarik untuk
di teliti lebih dalam. Seperti kebanyakan remaja pada umumnya, perilaku remaja
di desa Jolotigo pun ada yang bernilai positif dan ada juga yang bernilai
negatif. Diantara perilaku-perilaku tersebut antara lain sebagai berikut.
1.
Perilaku terpuji remaja desa
Jolotigo
a.
Akhlak terpuji, sebagaimana yang
telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang harus dijadikan contoh teladan
yang ideal, yang mana Allah mengutus Nabi untuk memberi teladan akhlak yang
mulya kepada manusia, perintah itu dilakukan nabi dengan baik, sehingga
mendapat pujian yang baik dari Allah SWT, “sesungguhnya engkau berada pada
akhlak yang agung” bahkan Rosulallah bersabda:
Ø¥ِÙ†َّÙ…َا بُعِØ«ْتُ لأُتَÙ…ِÙ…َّ Ù…َÙƒَارِÙ…َ
الاَØ®ْلاَÙ‚ِ
Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.
b.
Bergaul dengan orang tua, yakni dengan berkata
sopan, santun, lemah lembut, jika hendak pergi maka mintak izin dan mengucapkan
salam, senantiasa patuh terhadap perintahnya, selalu membantu dan mendo’akan
orang tua. Firman Allah:(an-Nisa' :36)
Ùˆَاعْبُدُوا
اللَّÙ‡َ Ùˆَلا تُØ´ْرِÙƒُوا بِÙ‡ِ Ø´َÙŠْئًا ÙˆَبِالْÙˆَالِدَÙŠْÙ†ِ Ø¥ِØْسَانًا
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapak”. (QS. an-Nisa' [4]: 36)
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang dikalangan
para remaja. Di antaranya adalah sebagai berikut: Pertama, longgarnya pegangan
terhadap agama. Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu
hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragama mulai
terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan
suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan
seseorang peda ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada
didalam dirinya. Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral
yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya
pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri.
Karen pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu,
atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang hati
orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial itu.
Dan apabila dalam masyarakat itu banyak ornag yang melakukuan pelanggaran moral,
dengan sendirinya orang yangkurang iman tadi tidak akan mudah pula meniru
melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sama. Tetapi jika setiap orang teguh
keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak
perlu lagi adanya pengaewasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat
menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan
ketentuan-ketentuan Tuhan. Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari
agama, semakin sudah memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin
kacaulah suasana, karena semakin banyak pelanggaran-pelanggaran, hak, hukum dan
nilai moral.
Kedua, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumahtangga,
sekolah maupun masyarakat. Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga institusi
ini tidak berjalan menurut semsetinya atau yang sebiasanya. Pembinaan moral
dirumah tangga misalnya harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai
dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengertyi man
auang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral
yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang
dianggap baik untuk manumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal
moral itu. Pembinaan moral pada anak dirumah tangga bukan dengan cara menyuruh
anak menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan.
Zakiah Darajat mangatakan, moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai
dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak keci.
Moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya. Seperti
halnya rumah tangga, sekolahpun dapat mengambil peranan yang penting dalam
pembinaan moral anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi
lapangan baik bagi pertumuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di
samping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan
kata lain, supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak, dimana
pertumbuhan mantal, moral dan sosial serta segala aspek kepribadian berjalan
dengan baik. Untuk menumbuhkan sikap moral yang demikian itu, pendidikan agama
diabaikan di sekolah, maka didikan agama yang diterima dirumah tidak akan
berkembang, bahkan mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus
mengambil peranan dalam pembinaan moral. Masyarakat yanglebih rusak moralnya
perelu segera diperbaiki dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan
orang-orang terdekat dengan kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar
pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak. Terjadinya kerusakan moral
dikalangan pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutakan diatas, karena
tidak efektifnnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral.
Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak
seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.
Ketiga, dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis.
Sekarang ini sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang
anak-anak sekolah menengah yang ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi
obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat kotrasepsi seperti kondom dan
benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan untuk hal-hal
yang dapat merusak moral. Namun gajala penyimpangan tersebut terjadi karena
pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan
tidak mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak bisa
dilepaskan dari derasnya arus budaya matrealistis, hedonistis dan sekularistis
yang disalurkan melalui tulisan-tulisan,bacaan-bacaan, lukisan-lukisan,
siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya. Penyaluran arus budaya
yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal yang semata-mata mengeruk
keuntungan material dan memanfaatkan kecenderungan para remaja, tanpa
memperhatikan dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang
demikian diduga termasuk faktor yang paling besar andilnya dalam menghancurkan
moral para remaja dan generasi muda umumnya.
Keempat, belum adanya
kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemerintah yang diketahui
memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya
tampaknya belum menunjukan kemauan yang sungguh-sunguh untuk melakuka pembinaan
moral bangsa. Hal yang demikian semaikin diperparah lagi oleh adanya ulah
sebagian elit penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan
dan sebagainya dengan cara-cara tidak mendidik, seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme yang hingga kini belum adanya tanda-tanda untuk hilang. Mereka asik
memperebutkan kekuasaan, mareri dan sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji
itu, dengan tidak memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral bangsa. Bangsa
jadi ikut-ikutan, tidak mau mendengarkan lagi apa yang disarankan dan
dianjurkan pemerintah, karena secara moral mereka sudah kehiangan daya
efektifitasnya. Sikap sebagian elit penguasa yang demikian itu semakin
memperparah moral bangsa, dan sudah waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang,
teknologi dan sumber daya yang dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk
merumuskan konsep pembinaan moral bangsa dan aplikasinya secara
bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.
Upaya perbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang terpadu dari
berbagai pihak, termasuk peran serta dari masyarakat sendiri
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan temuan yang diperoleh dalam
penelitian timbulnya perilaku menyimpang dikalangan para remaja. Dapat
disimpulkan antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pertama, longgarnya pegangan terhadap agama. Sudah menjadi tragedi dari
dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan,
sehingga keyakinan beragam mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal
simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi.
2. Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan
oleh rumahtangga, sekolah maupun masyarakat. Pembinaan moral yang dilakukan
oleh ketiga institusi ini tidak berjalan menurut semestinya.
3. gajala penyimpangan
tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi,
kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama.
4. Kekuasaan, uang,
teknologi dan sumber daya yang dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk
merumuskan konsep pembinaan moral bangsa dan aplikasinya secara
bersungguh-sungguh dan berkesinambung an. Upaya perbaikan lingkungan sosial
membutuhkan kerja sama yang terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta
dari masyarakat sendiri.
B.
Saran
Untuk ikut menyumbangkan pikiran dalam usaha
meningkatkan sikap dan tingkah laku para remaja saat ini maka dapat tertera
saran sebagai berikut:
1. Untuk para pemuda dan remaja berhati-hati dalam bergaul.
2. Jangan mudah terpengaruh oleh suatu hal yang kita belum memahami.
3. Untuk para orang tua jangan lalai dalam
mengawasi anak-anak.
4. Untuk pembaca semuanya
harap kritik dan sarannya bila terjadi kesalahan dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dwiprahasto I, Basri MH. Survei Kebutuhan Remaja
Terhadap Pelayanan Kesehatan Reproduksi (Survey of adolescents’ Needs for
Reproductive Health Services). Yogyakarta:
Tri Prapto.M. 2007. Sikap dan Remaja. Perpus umum/ Jakarta
www. http// Faktor-penyebab-perubahan-prilaku-sikap-remaja.com
EmoticonEmoticon