EVALUASI
DALAM PENDIDIKAN
Disusun
Guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan
Dosen pengampu : Abdul Khobir, M.Ag
Oleh :
Dewi Astini (2021114034)
Fatchurahman Ali (2021114145)
Muhammad Fahad (2021114251)
Fiki Fitrotun Mardika (2021115171)
Kelas :
PAI H
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI
PEKALONGAN
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
Evaluasi pendidikan
merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta berdasarkan
standar perhitungan yang bersifat komperhensif dari seluruh aspek-aspek
kehidupan mental-psikologis dan spiritual-religius peserta didik. Karena sosok
pribadi yang diinginkan oleh pendidikan Islam bukan hanya pribadi yang bersikap
religius, tetapi juga memiliki ilmu dan ketrampilan yang sanggup beramal dan
berbakti kepada Tuhan dan masyarakat.
Berbicara menegenai
pengembangan teknik evaluasi ilmu pedidikan Islam, hal itu tidak terlepas dari
tinjauan historis berupa format dan tujuan pada setiap periode, karena evaluasi
bertujuan mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil pendidikan yang telah dicapai
untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Evaluasi Pendidikan
Secara
etimologi, “evaluasi” berasal dari kata “to evaluate” yang berarti
“menilai”. Istilah ini pada mulanya popular di kalangan para filosof. Plato,
salah seorang diantara para seorang filosof, dianggap banyak para pemikir
pendidikan dewasa ini adalah orang yang pertama sekali mengemukakan dan yang
“membidani” lahirnya istilah evaluasi. Selanjutnya istilah “evaluasi” mulai
dipakai dalam berbagai disiplin ilmu tak terkecuali ilmu pendidikan.
Yang
dimaksud penilaian dalam dunia pendidikan adalah keputusan-keputusan yang
diambil dalam proses pendidikan secara umum, baik mengenai perencanaan,
pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut
perorangan, kelompok, maupun kelembagaan.
Sedangkan
yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah pengambilan
sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh
mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai
tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri. [1]
Selain
istilah evaluasi seperti yang
dicantum dalam definisi diatas, kita dapati pula istilah pengukuran dan
penilaian. Ketiga istilah tersebut pada umumnya cenderung diartikan sama (tidak
dibedakan). Padahal sebenarnya istilah tersebut tidak sama artinya,
setidak-tidaknya ada kaitan antara ketiga istilah tersebut.
a. Mengukur adalah membandingkan
sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.
b. Menilai adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat
kualitatif.
c. Mengadakan
evaluasi meliputi kedua langkah diatas yakni mengukur dan menilai.
Didalam
istilah asingnya, pengukuran adalah measurement,
sedangkan penilaian adalah
evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata Indonesia evaluasi
yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu). [2]
B. Tujuan Evaluasi
Pendidikan
Pendidikan
disebuah lembaga pendidikan sangat diperlukan adanya evaluasi kerena hal
tersebut dapat memajukan lembaga dan proses pendidikan di sekolah itu. Manfaat
atau tujuan diadakannya evaluasi pendidikan adalah:
a.
Bagi siswa
Dengan
diadakannya evaluasi atau penilaian maka siswa dapat mengetahui apakah hasil
pekerjaannya memuaskan atau tidak. Evaluasi juga harus dapat memotivasi belajar
siswa.
b.
Bagi guru
·
Guru akan mengetahui siswa mana yang sudah
berhasil menguasai bahan dan mana yang belum menguasai bahan.
·
Guru akan mengetahui apakah materi yang di
ajarkan sudah tepat bagi siswa atau perlu ada perubahan.
·
Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan
untuk mengajar sudah tepat atau belum.
c.
Bagi sekolah.
·
Sekolah dapat mengetahui kondisi belajar yang
ada di sekolahnya sudah tepat atau belum. Hasil belajar merupakan cermin
kualitas suatu sekolah.
·
Informasi dari guru tentang tepat tidaknya
kurikulum dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk
masa-masa mendatang.
·
Informasi penilaian yang diperoleh dari tahun
ketahun, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman.
Tujuan utama
evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah mendapatkan informasi yang akurat
mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga dapat di
upayakan tindak lanjutnya.[3]
C.
Fungsi
Evaluasi Pendidikan
Evaluasi mempunyai fungsi
yang bervariasi dalam proses belajar-mengajar, yaitu sebagai berikut:
1.
Sebagai alat guna mengetahui apakah peserta didik telah menguasai
pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan yang telah diberikan oleh seorang
guru.
2.
Untuk mengetahui aspek-aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan
kegiatan belajar mengajar.
3.
Mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar.
4.
Sebagai sarana umpan balik bagi seorang guru, yang bersumber dari siswa.
5.
Sebagai alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
6.
Sebagai materi utama laporan hasil belajar kepada para orang tua siswa.[4]
D.
Jenis-Jenis
Penilaian
Sebelum menjabarkan tentang teknik evaluasi pada
masa sekarang, untuk lebih jelasnya terlebih dahulu dikemukakan beberapa jenis
penilaian serta tujuannya sebagai berikut :
a. Penilaian Formatif
Yaitu penilaian untuk
mengetahui hasil belajar peserta didik setelah menyelesaikan program dalam
satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi tertentu. Tujuan dari penilaian
formatif adalah untuk mengetahui sejauh mana penguasaan murid tentang bahan pendidikan
yang diajarkan. Aspek-aspek yang dinilai meliputi hasil kemajuan belajar murid,
yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap bahan pelajaran agama yang
disajikan.
b. Penilaian Sumatif
Yaitu penilaian yang
dilakukan terhadap hasil belajar murid yang telah selesai mengikuti pelajara
dalam satu catur wulan, semester, atau akhir tahun. Tujuannya adalah untuk
mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh murid selama satu cawu atau
semester pada satu pendidikan tertentu. Aspek yang dinilai mempunyai kesamaan
dengan penilaian formatif.
c. Penilaian Penempatan
Yaitu penilaian tentang
pribadi anak untuk kepentingan penempatan didalam situasi belajar mengajar yang
sesuai dengan anak didik tersebut. Tujuannya adalah untuk menempatkan anak
didik pada tempat yang sebenarnya, berdasarkan bakat, mintat, kemampuan, dan
keadaan diri anak didik tersebut. Aspek-asepek yang dinilai meliputi keadaan
fisik dan psikis, bakat, kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
d. Penilaian Diagnostik
Yaitu penilaian terhadap hasil
penganalisaantentang keadaan anak didik baik berupa kesulitan atau hambatan
dalam situasi belajar mengajar. Aspek-aspek yang dinilai meliputi hasil belajar
murid dan latar belakang kehidupannya.
E.
Teknik-Teknik
Evaluasi Dalam Pendidikan Islam
1.
Teknik
Evaluasi Pada Masa Rasulullah dan Shahabat
Nabi
Saw. dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan pengajaran sering sekali mengadakan
evaluasi terhadap hasil belajar sahabatnya dengan sistem pertanyaan atau tanya
jawab serta musyawarah. Tujuan dari pengevaluasian ini adalah untuk mengetahui
mana diantara para sahabat beliau yang cerdas, yang patuh, dan yang saleh atau
mana yang kreatif dan aktif-responsif kepada pemecahanan problem-problem yang
dihadapi bersama Nabi Saw. pada suatu keadaan mendesak.
Pada
masa Nabi Saw. tujuan pendidikan hanya terfokus pada satu sasaran, yaitu
keagamaan. Sehingga yang menjadi objek evaluasi sistem pendidikan pada masa
lampau berkisar pada : pertama, aspek
kognitif berupa pengembangan pengetahuan agama termasuk didalamnya fungsi
ingatan dan kecerdasan. Kedua, aspek afektif
berupa pementukan sikap terhadap agama termasuk didalamnya fungsi perasaan dan
sikap. Adapun bentuk evaluasi berupa pengujian penghafalan serta system tanya
jawab berupa lisan. [5]
2.
Teknik
Evaluasi Pada Masa Sesudah Sahabat Sampai Sekarang
Teknik evaluasi
pendidikan digunakan dalam rangka penilaian dalam belajar, maupun dalam
kepentingan perbaikan situasi, proses kegiatan belajar mengajar. Teknik
penilaian ada dua yaitu :
a.
Teknik
Tes
Yaitu
penilaian menggunakan tes yang telah ditentukan terlebih dahulu. Metode tes ini
bertujuan untuk mengukur dan memberikan penilaian terhadap hasil belajar yang
dicapai murid meliputi: kesanggupan mental, achievement
(tes penguasaan hasil belajar), ketrampilan, koordiasi, motoric dan bakat,
baik secara individu maupun kelompok.
Ada dua jenis tes , yakni tes esai dan tes objektif :
1. Tes
Esai
Yaitu test yang disusun
sedemikian rupa sehingga jawabannya terdiri beberapa kalimat. Untuk menjawab
pertanyaan sanagt memerlukan waktu yang banyak, dan murid boleh menjawab
sepuas-puasnya dan seluas-luasnya.
2. Tes
Objektif
a. True-False Test
Yaitu test yang terdiri
dari pernyataan-pernyataan yang mengandung salah satu dari dua kemungkinan
jawaban.
b.
Multiple choice
(tes pilihan berganda)
Pada jenis test ini
testee diminta memilih jawaban yang benar dari beberapa jawaban yang telah ada.
Biasanya terdiri dari tiga sampai lima pilihan jawaban yang tersedia, yang
benar hanya satu.
c.
Tes bahasa
Yaitu tes yang dapat
dijawab dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan.tes bahasa terdiri dari:
1. Tes
lisan. Pada tes ini murid mendapat pertanyaan secara lisan yang harus dijawab
secara lisan pula. Jumlah peserta dalam suatu saat boleh lebih dari satu,
dengan pertanyaan diajukan dengan bergiliran.
2. Tes
tulisan. Tes tulisan biasanya berbentuk karangan. Testee diminta mengarang
dengan pembatasan berupa: judul karangan, dan jumlah maksimum halaman. Dalam
pendidikan agama, juga baik sekali untuk melatih murid mengarang berupa membuat
khutbah juma’at, menguraikan sejarah Nabi Saw., peristiwa isra’ mi’raj,
peristiwa qurban, dan lain sebagainya.
d.
Tes perbuatan
Yaitu tes yang
dipergunakan untuk menilai berbagai macam perintah yang harus dilaksanakan
seperti: mengafani mayat, berwudlu, shalat cara melaksanakan thawaf, dan
sebagainya. [6]
b.
Teknik
non Tes
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai
oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif, tetapi dinilai
oleh alat-alat non-tes atau bukan tes. Alat-alat bukan tes yang sering
digunakan antara lain ialah kuesioner, skala (penilaian, sikap, minat),
observasi atau pengamatan, studi kasus, dan sosiometri.
1.
Kuesioner dan wawancara
Pada umumnya digunakan untuk menilai aspek kognitif seperti pendapat,
pandangan, serta kritik dari responden (siswa, guru, dan orang tua) terhadap
proses dan hasil belajar mengajar disekolah.
2.
Skala
Skala biasa digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap dan
skala minat serta aspek kognitif seperti skala penilaian.
3.
Observasi
Pada umumnya digunakan untuk memperoleh data
mengenai perilaku individu atau proses belajar mengajar selama berlangsungnya
pengajaran.
4.
Studi kasus
Digunakan untuk memperoleh data komperhensif mengenai kasus-kasus
tertentu dari individu/pribadi siswa..
5.
Sosiometri
Pada umumnya digunakanan untuk menilai aspek perilaku individu siswa,
terutama hubungan sosialnya di kelasnya atau dalam kelompoknya.
6.
Catatan komulatif
Digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang mendalam dan menyeluruh
mengenai individu yang dilakukan terus menerus sehingga diperoleh data dan
informasi yang komperhensif.
Kelebihan non-tes dari tes adalah sifatnya lebih
komperhensif, artinya dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek dari
individu sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek
afektif dan psikomotorik. Tetapi berdasarkan pengamatan di sekolah dewasa ini,
alat-alat penilaian bukan tes masih jarang digunakan, padahal data hasil
melalui alat-alat tersebut tidak kalah maknanya dengan data penilaian melalui
tes. [7]
F. Prinsip Evaluasi
pendidikan Islam
1.
Prinsip
berkelanjutan
Prinsip ini dimaksudkan,
bahwa evaluasi tidak hanya dilakukan sekali dalam satu jenjang pendidikan,
setahun, catur wulan, atau perbulan. Akan tetapi harus dilakukan setiap saat
dan setiap waktu, pada saat membuka pelajaran, menyajikan pelajaran apalagi
menutup pelajaran, ditambah lagi pemberian tugas yang harus diselesaikan
peserta didik. Dengan evaluasi secara kontiniu ini perkembangan anak didik
dapat terkontrol dengan baik.
2.
Prinsip
Universal
Prinsip ini maksudnya
adalah, evaluasi hendaknya dilakukan untuk semua aspek sasaran pendidikan,
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
3.
Prinsip
Keikhlasan
Keikhlasan pendidik
harus tercermin di segala aktifitasnya dalam mendidik. Termasuk di antaranya
dalam mengevaluasi pendidikan. Pendidik yang ikhlas dalam mengevaluasi terlihat
dari sikap yang transparan dan obyektif. Pendidik tidak hanya mampu menunjukkan
kesalahan-kesalahan siswa, tetapi juga dapat menunjukkan jalan keluarnya,
sehingga siswa tidak merasa bahwa dipersulit.
Keikhlasan dalam
mengevaluasi mengandung tiga unsur. Antara lain :
1. Penilain
tidak didasarkan kepada kesan baik atau prasangka buruk.
2. Memiliki
sifat serba guna, berguna untuk mengetahui tingkat penguasaan bahan, untuk
mengadakan perbaikan cara belajar, perbaikan cara menajar, cara membuat tes
dll. Oleh sebab itu, hendaknya mengusahakan agar evaluasi tidak mengakibatkan
kurangnya gairah belajar siswa.
3. Bersifat
perseorangan. Kemajuan siswa dalam penguasaan pengetahuan dan sikap keagamaan
dalam hubungannya dalam pencapaian tujuan kurikulum, haruslah dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi masing-masing anak didik.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Evaluasi
pendidikan adalah keputusan-keputusan (penilaian-penilaian) yang diambil dalam
dalam proses pendidikan secara umum, baik mengenai perencanaan, proses dan
tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok, maupun
kelembagaan.
Secara
historis, evaluasi dala pendidikan Islam telah terpraktekkan sejak zaman
Rasulullah Saw. walaupun dalam format yang sangat sederhana, berupa tanya jawab
terhadap suatu materi yang telah diajarkan, serta pengujian berupa penguasaan
hafalan.
Dalam
perkembangannya teknik evaluasi pendidikan Islam banyak mengalami kemajuan,
berupa perkembangan bahsa istilah yang digunakan, format tekniknya, serta
tujuan yang akan dicapai melalui teknik evaluasi tersebut.
Namun
satu hal yang perlu diingat, bahwa dalam menyusun evaluasi pendidikan haruslah
memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Validitas; 2) Ketepatan; 3) Objektivitas;
4) Praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Arief,
Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press
Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara
Daryanto.1999.
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta
Sudjana,
Nana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Sukardi. 2012. Evaluasi
Pendidikan Prinsip & Operasionalnya. Jakarta: PT Bumi Aksara
FILOSOFI JUJUR
Siapa
yang tidak tahu Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, (Sulthani Auliya’) Sang
sultan para wali. Beliau lahir pada 470 H (1077-1078 M.) di al-Jil (disebut
juga Jailan dan Kilan), kini termasuk wilayah Iran. Ibunya, Ummul Khair Fatimah
binti as-Syekh Abdullah Sumi, keturunan Rasulullah SAW. Melalui cucu
terkasihnya, Husain.
Ketika
ditanya mengenai apa yang mengantarkannysa kepada maqam ruhani yang tinggi, ia
menjawab, “Kejujuran yang pernah kujanjikan kepada ibuku.” Kemudian Syekh
menuturkan kisah berikut:
“Pada
suatu pagi di hari raya Idul Adha, aku pergi ke ladang untuk membantu bertani.
Ketika berjalan dibelakang keledai, tiba-tiba hewan itu menoleh dan
memandangku, lalu berkata, ‘Kau tercipta bukan untuk hal semacam ini!’
Mendengar hewan itu berkata-kata, aku sangat ketakutan. Aku segera berlari
pulang dan naik ke atap rumah. Ketika memandang ke depan, kulihat dengan jelas
para jamaah haji sedang wukuf di Arafah.
“Kudatangi
ibuku dan memohon kepadanya, ‘Izinkan aku menempuh jalan kebenaran, biarkan aku
pergi mencari ilmu bersama para bijak dan orang-orang yang dekat kepada Allah.’
Karena ibuku menanyakan alasan keinginanku yang tiba-tiba, kuceritakan apa yang
terjadi. Mendengar penuturanku, ia menagis sedih. Namun, ia keluarkan delapan
puluh keping emas, harta satu-satunya warisan ayahku. Ia sisihkan empat puluh
keping untuk saudaraku. Empat puluh keping lainnya dijahitkannya di bagian
lengan mantelku. Ia memberiku izin untuk pergi seraya berwasiat agar aku selalu bersikap jujur,
apapun yang terjadi. Sebelum berpisah, ibuku berkata, ‘Anakku, semoga Allah
menjaga dan membimbingmu. Aku ikhlas melepas buah hatiku karena Allah. Aku
sadar, aku takkan bertemu lagi denganmu hingga hari kiamat.’
“aku
ikut sebuah kafilah kecil menuju Baghdad, baru saja meninggalkan kota Hamadan,
sekelompok perampok, yang terdiri atas enam puluh orang berkuda menghadang
kami. Mereka merampas semua harta milik anggota kafilah. Salah seorang perampok
mendekatiku dan bertanya, ‘Anak muda, apa yang kau miliki?’Kukatakan bahwa aku
punya empat puluh keeping emas. Ia bertanya lagi, ‘Dimana?’ Kukatakan, ‘Dibawah
ketiakku.’ Ia tertawa-tawa dan pergi meninggalkanku. Perampok lainnya
menghampiriku dan menanyakan hal yang sama. Aku menjawab sejujurnya. Tetapi
seperti kawannya, ia pun pergi sambil tertawa mengejek. Kedua perampok itu
mungkin melaporkanku kepada pemimpinnya, karena tak lama kemudian pimpinan
gerombolan itu memanggilku agar mendekati mereka yang sedang membagi-bagi hasil
rampokan. Si pemimpin bertanya apakah aku memiliki harta. Kujawab bahwa aku
punya empat puluh keeping emas yang dijahitkan dibagian lengan mantelku, ia
sobek, dan ia temukan keeping-keping emas itu. Keheranan ia bertanya, ‘Mengapa
kau memberitahu kami, padahal hartamu itu aman tersembunyi?’
‘Aku
harus berkata jujur karena telah berjanji kepada ibuku untuk selalu bersikap
jujur.’
“Mendengar
jawabanku, pemimpin perampok itu tersungkur menangis. Ia berkata, ‘Aku ingat
janjiku kepada Dia yang telah menciptakanku. Selama ini aku telah merampas
harta orang dan membunuh. Betapa besar bencana yang akan menimpaku?’ Anak
buahnya yang menaksikan kejadian itu berkata, ‘Kau memimpin kami dalam dosa.
Kini, pimpinlah kami dalam tobat!’ Keenam puluh orang itu memegang tanganku dan
bertobat. Mereka adalah kelompok pertama yang memegang tanganku dan mendapat
ampunan atas dosa-dosa mereka.” [9]
Kejujuran adalah hal yang paling berharga dalam
kehidupan manusia. Kejujuran itu kadang terasa pahit dan menyakitkan,
akan tetapi kejujuran jauh lebih baik dari sebuah kebohongan. Kejujuran bukan sifat bawaan orang tua, tapi kejujuran adalah sifat yang
muncul dari pembiasaan setiap saat. Kejujuran itu seperti mata uang yang tidak
mengenal masa, tempat, ruang dan waktu. Karena itulah kejujuran sangat mahal.
[1] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan
Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 53-54
[2]
Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),
hlm. 2-3
[4] Sukardi, Evaluasi
Pendidikan Prinsip & Operasionalnya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012),
hlm. 4
[5] Ibid., hlm 59-60
[6] Ibid., hlm 61-67
[7] Nana Sudjana, Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 104
[8] Op Cit., hlm. 56-57
[9] Shalih Ahmad al-Syami, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, alih
bahasa Anding Mujahidin dan Syarif Hade Masyah, (Jakarta: Penertbit Zaman, 2011), hlm. 17-19
EmoticonEmoticon